Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ketimpangan Pendidikan Antar Sekolah Negeri dan Sekolah Rakyat

Senin, 28 Juli 2025 | 11:21 WIB Last Updated 2025-07-28T04:22:05Z

TintaSiyasi.id -- Gebrakan tahun ajaran baru 2025/2026 dalam dunia pendidikan, Pemerintah meluncurkan program Sekolah Rakyat (SR) yang beroperasi sejak Juli 2025 di bawah tanggung jawab kementrian sosial. 

Sekolah rakyat merupakan salah satu program gagasan Presiden Prabowo. Tujuan utamanya menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu. Bertujuan memutus mata rantai kemiskinan. Sekolah ini dirancang dengan model (boarding school) sekolah asrama.

Adapun Sekolah Rakyat hadir dengan tiga prinsip utama, yakni memuliakan wong cilik, menjangkau yang belum terjangkau, dan memungkinkan yang tidak mungkin. (Kompas.com, 21/07/2025)
 
Menurut Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), dari total 211 lokasi yang direncanakan, 45 titik telah siap menerima pendaftaran siswa untuk tahun ajaran baru 2025/2026 di seluruh Indonesia.  

Disamping hal ini, banyak sekali sekolah negeri kekurangan murid di tahun ajaran baru 2025/2026. Bahkan Ada beberapa sekolah yang tidak mendapatkan murid sama sekali, salah satu nya karena kwalitas pendidikan dan fasilitas kalah saing dengan sekolah swasta atau sekolah di sekitarnya seperti Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga sekolah negeri tidak menjadi pilihan wali murid. (Blitarkawentar.jawapos.com, 25/06/2025)

Hal lain yang menjadikan sekolah negeri sepi peminat, karena sekolah negeri tidak mampu menjangkau seluruh masyarakat sementara sekolah swasta terlalu mahal. Sehingga banyak anak yang putus sekolah.

Hal ini seharusnya menjadi peringatan dalam dunia pendidikan, negara harus memperbaiki kwalitas pendidikan serta fasilitas sekolah negeri sehingga menjadi pilihan masyarakat.

Di samping hal tersebut sekolah negeri di fasilitasi selayaknya sekolah rakyat sehingga masyarakat kurang mampu bisa bersekolah dan masyarakat yang mampu memilih sekolah tersebut.

Apakah adil sekolah dengan fasilitas bagus gratis hanya untuk kalangan miskin bahkan miskin ektrim, bagaimana dengan orang-orang yang sebenernya juga membutuhkan tetapi tidak terhitung miskin ekstrim, mengingat standar kemiskinan ditetapkan sebesar Rp595.242 per kapita per bulan atau sekitar Rp20.000 per hari, menurut BBC.

Bukankah pendidikan gratis terjangkau oleh semua kalangan dengan kwalitas dan fasilitas yang maju harapan semua kalangan masyarakat?

Hal ini mengindikasikan kegagalan negara dalam menyediakan pendidikan yang gratis dan berkwalitas bagi keluarga miskin. Serta berakibat tendensi terhadap sekolah berkasta, seolah-olah ada sekolah untuk keluarga kaya dan sekolah untuk keluarga miskin. Padahal pendidikan adalah hak setiap warna negara, dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini setiap warga negara mendapatkan perlakuan pelayanan fasilitas yang sama. 


Dalam kapitalisme sangat memungkinkan sektor pendidikan sebagai peluang bisnis untuk dijadikan lumbung uang. Maka tentu wajar pendidikan menjadi layanan mahal. Adapun jika dibuat gratis maka biasanya layanan yang diberikan ala kadarnya dengan fasilitas seadanya. 

Selain itu sekolah rakyat bukanlah solusi yang tepat dalam menuntaskan kemiskinan di negeri ini. Ada faktor sosial dan ekonomi yang saling berkaitan. Walaupun sekolah rakyat ini gratis sepenuhnya dengan model berasrama di bawah tanggung jawab kementrian sosial. Kebijakan sekolah gratis cenderung berakibat pada pemborosan anggaran, sedangkan kualitas output pendidikan tetap saja patut dipertanyakan. Inilah realitas kapitalisasi pendidikan.

Hal ini sangat berbeda dalam sistem Islam. Pengaturan terhadap pendidikan jauh berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme saat ini. Islam mewajibkan negara menyelenggarakan pendidikan yang pembiayaannya tidak dibebankan kepada rakyat, tetapi dikelola oleh negara. Pendidikan adalah fasilitas umum dari negara, bukan komoditas ekonomi sebagaimana kapitalisme saat ini. 

Penguasa negara Islam (khilafah) merealisasikan fungsi pelayanan pendidikan sebagaimana tuntunan syariat. Dalam khilafah, negara wajib menyediakan pendidikan gratis, berkualitas, dan merata untuk seluruh masyarakat tanpa membedakan status sosial atau wilayah tempat tinggal.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:

‎طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR Ibnu Majah).

Adapun biaya pendidikan dalam Islam, baik sarana maupun prasarananya, sangat mencukupi karena sumber pembiayaannya dari Baitul Mal. 

Baitul Mal memiliki sejumlah sumber dana yang telah ditetapkan menurut dalil syara’ dengan masing-masing sumber dana memiliki nominal yang banyak sehingga kas Baitul Mal aman. Syekh Abdul Qadim Zallum memerinci di dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah), bahwa pendapatan negara di baitulmal memiliki tiga pos besar, yakni pos fai dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos sedekah.

Untuk kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. Dari akidah Islam itulah akan lahir life skill yang mumpuni disertai pemahaman tsaqafah Islam untuk melaksanakan tujuan hidupnya sebagai pemimpin orang-orang yang bertakwa. 

Itulah sebabnya, kita tidak bisa mencukupkan diri dengan solusi parsial dalam memperbaiki masalah pendidikan yang kompleks ini. Kita butuh solusi sistemis dan komprehensif. Semua itu bisa terjadi jika kita kembali menegakkan sistem Islam yang berasal dari Zat Yang Maha Sempurna, yakni sistem Khilafah Islamiyah. []


Oleh: Neni Moerdia
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update