TintaSiyasi.id -- "Dan telah dekatlah janji yang benar (hari Kiamat); maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata), ‘Aduh celaka kami! Sesungguhnya kami dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim". (QS. Al-Anbiya’: 97).
Pendahuluan: Dunia yang Riuh, Hati yang Sepi
Di tengah kemajuan teknologi, gemerlap dunia, dan berbagai kemudahan hidup modern, manusia seperti lupa bahwa semua ini akan berakhir. Dunia yang tampak megah dan menggiurkan ini hanyalah panggung ujian, bukan tempat tinggal abadi. Setiap detik, kita melangkah menuju satu kepastian, yaitu hari Kiamat. Sayangnya, banyak manusia yang hidup dalam kelalaian, tertidur lelap dalam kesibukan dunia, seakan-akan tidak akan pernah mati.
Padahal Allah Swt. telah memberikan peringatan keras dalam Al-Qur’an. Salah satu peringatan itu termaktub dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 97, ayat yang menggambarkan betapa pasti dan dekatnya hari kiamat, serta penyesalan luar biasa bagi mereka yang lalai.
Janji yang Dekat dan Pasti
Kata Allah dalam ayat tersebut:
"Wa qtaraba al-wa'du al-haqq."
Artinya: “Telah dekatlah janji yang benar.”
Allah menggunakan bentuk kata “qtaraba” yang berarti sangat dekat, bukan sekadar “akan datang”. Ini menunjukkan bahwa kiamat sudah menghampiri kita, detik demi detik, meskipun kita tidak menyadarinya. Rasulullah Saw. juga bersabda:
"Aku diutus dan Kiamat seperti dua jari ini."
(Beliau memperlihatkan jari telunjuk dan jari tengah yang sangat dekat satu sama lain).
(HR. Bukhari).
Kiamat bukan sekadar mitos atau cerita pengantar tidur anak-anak. Ia adalah janji pasti dari Rabbul 'Alamin, sebagaimana Allah menyebutnya “al-wa‘d al-ḥaqq”, janji yang benar. Jika manusia percaya kepada kontrak kerja, surat perjanjian hukum, dan janji lisan sesama manusia, bagaimana bisa meragukan janji dari Yang Maha Menepati Janji?
Mata Terbelalak: Penyesalan yang Terlambat
“Maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir…”
Ayat ini melukiskan keadaan yang sangat menggetarkan. Mata terbelalak bukan karena takjub, tapi karena takut yang luar biasa, kaget yang tak terbayangkan, dan penyesalan yang sangat dalam. Di saat itu, semuanya sudah terlambat. Kekuatan harta, jabatan, popularitas, dan teknologi tak ada gunanya. Saat langit terbelah, bumi berguncang, dan lautan meluap, semua manusia akan menyadari bahwa akhir itu nyata.
Sayangnya, kesadaran itu datang terlambat. Lalu terdengarlah pengakuan mereka:
“Aduh celaka kami! Sungguh kami dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim.”
Penyesalan adalah bentuk kesadaran yang datang setelah kesempatan pergi. Mereka menyadari bahwa mereka hidup dalam kelalaian. Sibuk mengejar dunia, menunda-nunda taubat, meremehkan dosa, dan mengabaikan peringatan.
Refleksi: Apakah Kita Termasuk Orang yang Lalai?
Saudaraku yang dirahmati Allah,
Kita mesti merenung dalam-dalam. Apakah ayat ini sedang menggambarkan orang lain, atau sedang menggambarkan diri kita sendiri?
Apakah kita benar-benar sadar bahwa:
Hidup ini singkat dan cepat berlalu?
Dunia hanya tempat persinggahan sementara?
Setiap hari kita mendekat kepada kematian, bukan menjauhinya?
Allah mengingatkan kita dalam QS. Al-Hadid: 20:
“Ketahuilah bahwa (yang disebut) kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kalian serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan…”
Maka, jika hidup hanya diisi dengan pencapaian duniawi, sementara akhirat dilupakan, kita sedang mengukir penyesalan seperti orang-orang dalam ayat QS. Al-Anbiya' tadi.
Bangkit dari Kelalaian: Jadikan Hari Ini Titik Balik
Bagi orang yang beriman, ayat ini bukan sekadar ancaman, tetapi juga peringatan penuh kasih sayang. Allah memberi tahu kita sebelum kiamat datang, agar kita punya kesempatan untuk berubah, bertobat, dan bersiap.
Langkah-langkah kecil yang bisa kita lakukan:
1. Segera bertaubat dan jujur pada diri sendiri
Tanyakan: “Kalau aku mati malam ini, sudah cukupkah bekalku?”
2. Perbaiki shalat karena itu amal pertama yang dihisab
Jadikan shalat sebagai pusat kehidupan, bukan kewajiban yang disepelekan.
3. Beramal bukan hanya karena kebiasaan, tetapi karena keikhlasan
Dunia bisa menipu niat, tapi Allah tahu isi hati.
4. Luangkan waktu untuk Al-Qur’an dan dzikir
karena Al-Qur’an adalah cahaya penuntun di tengah gelapnya dunia.
5. Bergaul dengan orang-orang shalih dan ingat kematian setiap hari
karena lingkungan menentukan arah hati.
Penutup: Jangan Sampai Menyesal Terlambat
Allah sudah memberi kita isyarat dan peringatan dalam ribuan ayat-Nya. Tidak ada alasan lagi untuk berkata, “Saya tidak tahu,” atau “Nanti saja bertobat.” Setiap detik yang kita tunda, kita sedang mendekati sebuah hari yang disebut Hari Penyesalan.
Jangan sampai mata kita terbelalak di akhirat karena keterkejutan dan penyesalan, tapi terbelalak hari ini karena kesadaran dan tekad untuk berubah.
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu. Sungguh, guncangan hari Kiamat itu sesuatu yang sangat besar.”
(QS. Al-Hajj: 1)
Semoga Allah Swt. menjadikan kita hamba-hamba yang senantiasa ingat akhirat, mempersiapkan diri sebaik-baiknya, dan wafat dalam keadaan husnul khatimah.
Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Pakar Pendidikan Islam dan Penulis 38 Judul Buku
Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo