Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kejahatan Kapitalis Makin Mengerikan, Ulama: Apa yang Dikatakan Imam an-Nabhani Makin Nyata

Jumat, 11 Juli 2025 | 17:06 WIB Last Updated 2025-07-11T10:06:21Z

TintaSiyasi.id -- Menyikapi kondisi negeri yang makin mengerikan, mulai dari kerusakan alam karena eksploitasi hingga ketimpangan ekonomi yang makin melangit akibat penerapan kapitalisme, Ulama Ustaz Utsman Zahid as-Sidany mengatakan itu menandakan bahwa apa yang pernah dikatan Imam an-Nabhani makin nyata.

"Apa yang dikatakan oleh Imam an-Nabhani - رحمه الله -- makin hari makin nyata dan makin mengerikan. Kerusakan, kehancuran, dan kesengsaraan di negeri kita, di Irak, di Afganistan, dan di negeri-negeri Muslim lainnya adalah beberapa bukti dari ratusan bukti kejahatan kapitalisme," tulisnya di akun Facebook Utsman Zahid As-Sidany, Selasa (8/7/2025).

Ustaz Utsman mengurai berbagai fakta kerusakan akibat kapitalisme. "Siapa yang tidak miris dengan berbagai banjir di negeri ini? Siapa yang tidak tahu bahwa hal itu akibat perusakan hutan, eksploitasi alam yang super zalim? Siapa yang tidak menyadari bahwa ketimpangan ekonomi dan ekploitasi manusia di negeri ini? Masyarakat kecil makin sulit, para oligarki makin melangit. Sumber daya alam yang melimpah, tetapi tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Negeri yang gemah ripah loh jinawi, tetapi banyak masyarakat tidak bisa untuk sekedar mengisi perut," ujarnya. 

Mengulas pendapat Syekh Taqiyuddin an-Nabhani -- QaddasAllah sirrah -- tentang pandangan para ekonom kapitalis terhadap kebutuhan (barang-barang dan jasa) dan utilitas, Ustaz Utsman menjelaskan, penyebab semua kerusakan tersebut karena ekonomi kapitalis memandang kebutuhan dan utilitas sebagaimana kebutuhan dan utilitas itu (kama hiya / كما هي) dan bukan bagaimana seharusnya konsep manusia menjalani kehidupan (كما يجب أن يكون عليه).

"Apa itu konsep 'kama hiya'? Kalau saya menjelaskan dengan bahasa saya, konsep 'kama hiya' -- yang secara letterlijk berarti: 'sebagaimana kebutuhan dan utilitas itu' -- secara sederhana adalah memandang kebutuhan dan utilitas dengan 'konsep hewani'," ungkapnya.

Konsep hewani yang ia maksud ialah memenuhi kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyyah) dan naluri sebagaimana hewan memenuhinya, tanpa mempertimbangkan halal haram, tanpa peduli etika, tanpa merasa perlu melihat akibat dan dampak di kemudian hari, tanpa mempertimbangkan akibatnya bagi pihak lain. 

"Pingin makan, ya makan saja. Ontal aja, bahasa Jawa-nya. Pingin kawin, ya kawin aja. Gasak saja, enggak peduli di mana, dilihat oleh siapa, apa dampaknya. Yang penting puas. Itulah gambaran sederhana pandangan kapitalis terhadap kebutuhan dan utilitas dengan konsep 'kama hiya' yang ditegaskan oleh As-Syekh Al-Imam Taqiyuddin an-Nabhani," kata Ustaz Utsman.

Ia menambahkan, dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hal. 27 Syeikh Al-Imam al-'Allamah Taqiyddin an-Nabhani menerangkan, "Sesungguhnya pandangan ini menunjukkan bahwa ahli ekonomi kapitalisme memandang manusia sebagai manusia materi belaka; tidak ada kecenderungan spritual, tidak ada pemikiran tentang etika, dan tidak ada pula tujuan-tujuan yang bersifat maknawi."

Lebih lanjut Ustaz Utsman menyatakan bahwa pandangan kapitalisme ini sangat berbahaya akibatnya terhadap agama dan moral. Mengutip Imam an-Nabhani ia menjelaskan dampaknya, seseorang akan tidak peduli terhadap persoalan bagaimana seharusnya masyarakat hidup, ketinggian maknawi, kemuliaan sebagai asas interaksinya, ketinggian spritual yang menjadikan kesadaran hubungannya dengan Allah sebagai motor dalam interaksi dengan tujuan menggapai rida Allah.

"Bagi mereka, persetan dengan itu semua. Bagi mereka yang penting adalah materi yang dapat memuaskan syahwat materi mereka," imbuh Ustaz Utsman.

Lebih lanjut ia mengatakan, dengan pandangan tersebut, kaum kapitalis masuk ke ranah-ranah sosial maupun agama sekalipun, sebenarnya bukan untuk kepentingan agama dan sosial. Sebagaimana iuraikan Imam al-Mujtahid an-Nabhani, lanjutnya, kaum kapitalis tidak menipu saat berbisnis hanya demi untung. Jika bisa untung dengan menipu, maka menipu menjadi legal.

Begitu juga, lanjutnya, kaum kapitalis tidak memberi makan orang miskin (berbakti sosial) karena perintah Allah, melainkan agar orang miskin tidak mencuri kekayaan mereka. Bahkan, jika suatu kondisi membuat lapar orang-orang miskin justru akan memperkaya dirinya, maka dia tak segan membuat mereka kelaparan.

"Sejahat itu. Oleh sebab itu, an-Nabhani --QaddasAllah sirrah -- kembali menegaskan bahayanya orang berotak kapitalis: 'Manusia yang memiliki pandangan semacam ini terhadap manusia di saat memandang utilitas, dan membangun kehidupan ekonomi di atas pandangan ini merupakan manusia paling berbahaya bagi masyarakat dan umat manusia'," tegasnya.

Karena itu, Ustas Utsman mengingatkan, kembali kepada Islam dalam bingkai khilafah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. "Penerapan syariatnya dalam bingkai Khilafah adalah sebuah kewajiban syar'i yang akan menyelamatkan manusia dunia dan akhirat, di samping kebutuhan yang sangat mendesak bagi keberlangsungan kehidupan manusia, sebelum semakin hancur oleh predator: kapitalisme," pungkasnya.[] Saptaningtyas

Opini

×
Berita Terbaru Update