TintaSiyasi.id -- Akibat serangan udara Israel yang terjadi pada Kamis (10/7/2025) di wilayah Gaza tengah menewaskan sedikitnya 15 orang, termasuk 10 anak-anak, dilaporkan meninggal dunia Serangan itu menghantam kerumunan warga sipil yang tengah menunggu giliran untuk menerima bantuan gizi dan layanan kesehatan di sebuah pos medis yang terletak di Deir al-Balah. Beberapa keluarga menjadi korban saat mengantre di sekitar pusat layanan tersebut. (www.Tirto.id.com, 11/07/2025)
Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk HAM di wilayah Palestina, karena kritik kerasnya terhadap agresi Israel di Gaza. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyebut sanksi dijatuhkan karena Albanese dinilai mendorong tindakan hukum terhadap pejabat dan perusahaan AS serta Israel. (www.Tirto.id.com, 11/07/2025)
Serangan demi serangan terus menghantam Gaza. Terbaru, pada Kamis (10/7/2025), setidaknya 15 warga sipil, termasuk 10 anak-anak, tewas saat sedang mengantre bantuan gizi di pos medis Deir al-Balah. Ini bukanlah kejadian pertama. Serangan semacam ini telah menjadi pola sistematis: menahan bantuan makanan, menentukan titik distribusi, lalu menjadikannya sasaran serangan. Dunia menyaksikan satu bentuk genosida yang semakin brutal, namun tetap bungkam atau hanya sekadar mengecam tanpa aksi nyata.
Di tengah kegilaan ini, suara-suara yang mengkritik kekejaman Zionis malah disanksi. Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk HAM di Palestina, menjadi sasaran sanksi dari Amerika Serikat karena keberaniannya mengecam Israel dan mendorong tindakan hukum internasional terhadapnya. Bukannya mendukung keadilan, negara adidaya ini malah melindungi penjajah. Ini memperjelas bahwa sistem global saat ini berdiri di atas nilai-nilai kapitalis, yang berpihak pada kekuatan dan bukan pada keadilan sejati.
Lebih menyakitkan, sebagian pemimpin negara-negara Muslim justru tidak berdiri bersama saudara mereka di Gaza. Alih-alih bersatu melawan penjajahan, mereka malah menjalin hubungan hangat dengan Israel, pengkhianat sejati terhadap darah dan kehormatan umat. Maka benar apa yang disabdakan Rasulullah ﷺ:
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipu daya, para pendusta dianggap jujur dan orang jujur dianggap pendusta, orang yang berkhianat dipercaya dan orang yang amanah dianggap pengkhianat, dan yang berbicara hanyalah para Ruwaibidhah.” Sahabat bertanya, “Siapakah Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab: “Orang bodoh yang bicara tentang urusan umat.” (HR. Ibnu Majah)
Kondisi ini menjadi bukti nyata betapa rusaknya sistem kapitalisme yang diterapkan di seluruh dunia. Sistem ini telah mencabut rasa kemanusiaan dari hati manusia. Ia menjadikan hukum tunduk pada kekuasaan dan kekayaan. Umat Islam yang tidak memiliki kekuatan politik terpusat, menjadi sasaran empuk penjajahan dan kezaliman.
Solusi sejati tidak akan datang dari PBB, Mahkamah Internasional, atau jalur diplomasi negara-negara kapitalis. Sebaliknya, Islam telah memiliki solusi hakiki, yaitu membangun kembali kekuatan umat melalui penerapan sistem Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang menyatukan seluruh negeri Muslim dalam satu kepemimpinan yang tunduk pada hukum Allah. Dalam sistem ini, perlindungan atas jiwa, harta, dan kehormatan umat menjadi tanggung jawab negara. Tidak ada yang bisa seenaknya menyerang kaum Muslim tanpa konsekuensi besar.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam kitabnya QS. Al-Ma’idah: 45, agar manusia berhukum dengan hukum Allah.
Dan sabda Rasulullah ﷺ:
“Imam (Khalifah) adalah perisai, di mana orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tanpa perisai ini, umat Islam akan terus menjadi korban. Maka, tugas kita hari ini adalah membangun kesadaran umat untuk memahami bahwa Islam bukan hanya agama ritual, tetapi sistem hidup yang membawa keadilan, keberkahan, dan rahmat bagi seluruh alam. Al-Qur’an tidak sekadar dibaca, tetapi harus diterapkan.
Mari kita tinggalkan ilusi solusi melalui demokrasi, parlemen, atau gerakan people power yang justru menjauhkan kita dari metode dakwah Rasulullah ﷺ. Saatnya umat Islam kembali kepada metode yang benar, membangun opini dan kesadaran umum, menyatukan kekuatan, dan menyiapkan lahirnya sistem Islam yang akan melindungi umat dan menegakkan keadilan sejati.
Namun kesadaran umat tidaklah datang dengan sendirinya tanpa ia berpikir atau diarahkan, terbentuknya kesadaran umum (al-wa’yu al-‘ām) pada mayoritas umat Islam adalah sebuah syarat utama untuk membangun kekuatan umat yang kokoh dan terarah. Kesadaran ini bukan sekadar simpati atau empati terhadap penderitaan kaum Muslim di Palestina, Suriah, Uighur, atau manapun. Lebih dari itu, ini adalah kesadaran politik ideologis yang bersumber dari pemahaman Islam yang murni dan menyeluruh. Kesadaran inilah yang akan mengarahkan umat untuk fokus berjuang di jalan dakwah yang benar, yakni sesuai metode yang ditempuh oleh Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ tidak pernah menempuh jalan kompromi dengan sistem jahiliah. Beliau tidak meminta kekuasaan melalui sistem Quraisy, tidak berdamai dengan tatanan kufur, dan tidak mengandalkan kekuatan rakyat semata (people power). Beliau membina para sahabat secara intensif dalam halaqah-halaqah tarbiyah, membentuk blok politik ideologis yang kokoh, menyampaikan dakwah secara terbuka, menentang sistem kufur, hingga akhirnya menerima pertolongan (nusrah) dari ahlul quwwah di Madinah. Inilah thariqah yang shahih, bukan jalur parlemen demokrasi yang sarat kompromi atau aksi jalanan tanpa visi Islam ideologis.
Para pengemban dakwah harus senantiasa istiqamah, tidak tergoda dengan rayuan dunia, jabatan, atau pengakuan publik. Mereka juga wajib waspada terhadap dua bahaya besar yang dapat membelokkan arah dakwah, yakni bahaya kelas (al-khathar al-thabaqi).
Ini muncul saat pengemban dakwah terjebak dalam kepentingan kelompok sosial tertentu: elite, pejabat, atau pengusaha. Dakwah menjadi terkooptasi dan tidak lagi independen membawa misi perubahan Islam.
Lalu bahaya ideologis (al-khathar al-fikri)
Ini terjadi ketika dakwah bercampur dengan ideologi asing seperti sekularisme, nasionalisme, pluralisme, atau liberalisme. Bahaya ini lebih halus namun sangat mematikan karena mengikis kemurnian dakwah.
Jika dua bahaya ini tidak diwaspadai, maka umat akan tersesat dari jalan kemenangan, dan perjuangan hanya akan berujung pada kekecewaan dan kehancuran.
Kemenangan umat Islam tidak cukup hanya dengan gencatan senjata, bantuan kemanusiaan, atau sanksi internasional. Kemenangan sejati adalah tegaknya Islam sebagai sistem hidup dan kekuasaan, yakni dengan tegaknya Khilafah 'ala minhaj an-nubuwwah, dan terusirnya penjajah Yahudi dari seluruh tanah Palestina.
Keyakinan terhadap janji Allah ini harus mengakar kuat dalam hati setiap pengemban dakwah. Jangan ragu dan jangan mundur. Thariqah yang dibawa Rasulullah adalah satu-satunya jalan menuju kemenangan. Bukan dengan sistem kapitalisme, bukan melalui parlemen demokrasi, dan bukan pula dengan kompromi politik.
Bangkitlah wahai umat Muhammad! Kenali Islam sebagai solusi total! Wujudkan khilafah sebagai penerapan nyata dari Al-Qur’an yang mulia. Jangan hanya marah saat melihat pembantaian di Gaza, tapi bangkitlah dengan kesadaran untuk memperjuangkan sistem Islam!
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Yusniah Tampubolon
Aktivis Muslimah