Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Emisi Metana dari TPA Adalah Bom Waktu

Sabtu, 19 Juli 2025 | 16:20 WIB Last Updated 2025-07-19T09:20:15Z

TintaSiyasi.id -- Analis Senior Pusat Kajian dan Analisa Data Fajar Kurniawan, mengatakan emisi metana dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) bisa menjadi bom waktu.

"Emisi metana dari TPA seperti Bantargebang adalah bom waktu yang harus segera ditangani," ungkapnya di akun TikTok fajar.pkad, Jumat (18 Juli 2025).

Ia mengutip, laporan dari Dietplastik Indonesia mengungkapkan bahwa TPST Bantargebang menghasilkan sekitar 123.000 ton emisi metana sepanjang 2024. "Angka ini diperoleh melalui metode perhitungan ilmiah IPCC tier 2 dan pengukuran langsung menggunakan alat Closed Flux Chamber (CFC)," terangnya. 

"Metana adalah gas rumah kaca yang memiliki efek pemanasan global 25 kali lebih kuat dibandingkan karbon dioksida dalam jangka waktu 100 tahun. Secara global tempat pemrosesan akhir (TPA) menyumbang hingga 18 persen dari total emisi metana yang dihasilkan oleh aktivitas manusia," ungkapnya.

Ia memberikan perbandingan, emisi metana dari TPST Bantargebang setara dengan sekitar 112.000 ton emisi metana yang dihasilkan oleh seluruh operasi Exxonmobil pada tahun 2024. "Ini menunjukkan betapa signifikan kontribusi satu TPA terhadap emisi metana secara global," tambahnya.

"Masalahnya dari sekitar 500 TPA di Indonesia 300 diantaranya masih menggunakan metode penimbunan terbuka (open dumping) yang dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan," jelasnya.

Ia mengatakan, Kementrian Lingkungan Hidup telah menutup TPA Cahaya Kencana di Banjar karena menggunakan metode ini dan meminta pemerintah daerah untuk merancang perbaikan pengelolaan sampahnya.

Namun, ia menegaskan, diantara sengkarut permasalahan tersebut ada secercah harapan PLN bekerja sama dengan Sumitomo mengembangkan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di TPPAS Legok Nangka, Jawa Barat, yang mampu mereduksi emisi gas metana dan menghasilkan energi listrik hingga 50 Megawatt.

"Proyek ini juga berpotensi menghasilkan nilai ekonomi karbon melalui kredit karbon. Pengelolaan sampah yang buruk bukan soal bau atau estetika tetapi juga berdampak besar pada perubahan iklim," ujarnya. 

"Kita perlu mendorong pemerintah dan masyarakat untuk beralih ke metode pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan seperti PLTSa dan pengurangan sampah organik," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update