Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Direktur IJM: Masalahnya, bukan Tom Lembong tetapi Sistem Hukum

Selasa, 22 Juli 2025 | 18:40 WIB Last Updated 2025-07-22T11:40:18Z

TintaSiyasi.id -- Menanggapi kasus hukum yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) yang dinilai publik sebagai bentuk ketidakadilan hukum, Direktur Indonesia Justice Monitor Wisnuwardana mengatakan, masalahnya bukan Tom Lembong tetapi sistem hukum.

"Jadi masalahnya bukan Tom Lembong, tetapi sistem hukum. Tafsir konstitusi yang arah ekonomi kita sendiri yang memang dalam konteks prakteknya sudah kapitalisme, rakyat dapat sisa elit dan korporasi yang panen besar," ungkapnya di akun TikTok agung.wisnuwardana, Senin (21/7/ 2025).

Agung mengatakan, jika ingin serius mau mendapatkan keadilan, maka harusnya ditanyakan ulang, apakah pasal 33 UU 1945 masih menjadi pelindung rakyat atau sekadar dipermainkan untuk mencari celah payung hukum akumulasi modal para kapitalis.

”Ini masalahnya tafsir pasal 33 longgar, akibatnya perusahaan bisa ambil peran di sektor vital atas nama untuk rakyat. Padahal konstitusi harus menjadi benteng, bukan celah, tetapi sekarang jadi dalih legal untuk neoliberalisme,” imbuhnya.

Jika ingin jujur, kata Agung, sistem yang diterapkan hari ini memang sudah lama membuka karpet merah buat para kapitalis. Negara cuma menjadi fasilitator bukan pengendali UU 1945, pasal 33 yang mengatakan “ bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat’’. 

“Tetapi dalam prakteknya, diserahkan kepada swasta dan asing. Mahkamah Konstitusi pernah menafsirkan pasal 33 UU 1945 poinnya tidak pernah secara tegas melarang dalam tafsirnya swastanisasi sumber daya alam asal demi kemakmuran rakyat,” cetusnya. 
 
Haram

Agung menegaskan, dalam pandangan Islam kapitalisme hukumnya haram karena bertentangan dengan hukum Islam. Kalau dalam pandangan Islam sumber daya alam yang melimpah dan menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik umum, milik rakyat secara keseluruhan, haram hukumnya dimiliki negara maupun individu. 

“Oleh karena itu negara haram hukumnya menyerahkan konsesi sumber daya alam kepada swasta. Negara berposisi sebagai pengelola untuk mengoptimalkan dari sumber daya alam dan dikembalikan lagi hasilnya untuk kemaslahatan rakyat sebagai pemilik sumber daya alam,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Agung, politik ekonomi Islam harus memastikan bahwa rakyat individu per individu harus mendapatkan jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok secara baik, pangan, sandangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.

“Semua kebijakan ini berlaku untuk Muslim dan non muslim dan hukum Islam ini yang diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir,” tandasnya.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update