TintaSiyasi.id -- Langit Gaza Kembali memerah. Bukan karena senja, tetapi karena serangan demi serangan yang merenggut nyawa anak-anak dan orang tua yang tak berdosa. Jumlah korban di Gaza terus meningkat, kini sudah menembus angka 55.400 jiwa. Diperkuat dengan fakta terbaru mengenai konflik Iran dan Israel yang semakin memperjelas satu kenyataan pahit bahwa tidak ada satu pun penguasa Muslim hari ini yang benar-benar serius menolong Gaza. Inilah wajah asli para penguasa sekuler, tunduk pada barat dan bisu terhadap penderitaan umat.
Di tengah penderitaan yang tiada henti, sebagian pemimpin Muslim justru gencar mendorong solusi dua negara sebagai “jalan damai”. Indonesia dan Malaysia sepakat mendorong solusi dua negara dalam mengatasi konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel. "Mengenai Palestina, kita tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Hanya two states solution yang bisa mengakhiri pertikaian tersebut," ujar Prabowo saat menerima kunjungan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, di Istana Kepresidenan Jakarta (27/6/2025). Padahal jelas ini bukan solusi, tapi jebakan ideologis yang dapat membodohi umat. Bagaimana bisa menyebut “perdamaian” jika hal tersebut justru melegalkan keberadaan penjajah dan menyerahkan sebagian tanah umat Islam kepada zionis?
Realitanya, Zionis dan AS tidak akan pernah mengizinkan Palestina merdeka sepenuhnya. Mereka hanya memberi kebebasan semu untuk meredam suara protes internasional, tapi tidak cukup untuk mengembalikan kedaulatan. Sebaliknya, warga Palestina yang tulus dalam perjuangan mereka tidak akan pernah menerima solusi palsu ini. Mereka sadar bahwa tanah itu bukan milik pribadi, melainkan amanah umat. Mereka tidak akan mengkhianati Perjanjian Umariyah dan tidak akan menyia-nyiakan darah para syuhada yang telah gugur membela tanah suci ini. Oleh karena itu, selama penjajahan terus berlangsung, maka pembantaian pun akan terus terjadi. Akan tetapi, perlawanan yang berlandaskan keimanan tidak akan pernah surut.
Saat dunia mengabaikan Palestina dan saat penguasa Muslim bungkam, di sanalah kita harus melihat lebih dalam bahwa bukan hanya Palestina yang sedang dibantai, tetapi juga kesadaran politik umat yang sedang dibunuh secara perlahan. Gaza hari ini merupakan cermin yang memperlihatkan kepada umat Islam betapa lemahnya kita saat tidak memiliki pelindung. Umat Islam tidak boleh terdistraksi oleh narasi two state solution, sebuah skenario usang yang hanya memperpanjang umur penjajahan dan memperluas luka Palestina. Sudah saatnya umat berhenti berharap pada solusi buatan musuh dan kembali pada solusi yang lahir dari akidah Islam, yaitu menegakkan Khilafah Islamiyah yang akan menyatukan negeri-negeri Muslim, menggerakkan kekuatan militer, dan menuntaskan permasalahan Palestina hingga akar.
Ketika khilafah runtuh seabad silam, tidak hanya Palestina yang dijajah, tetapi juga seluruh negeri Muslim kehilangan pelindung dan pemersatu. Oleh karena itu, untuk membebaskan Palestina diperlukan langkah konkret melalui satu-satunya jalan yaitu bergabung dalam perjuangan menegakkan khilafah. Bukan dengan berjalan sendiri, tetapi bersama kelompok dakwah ideologis yang bekerja secara sistematis, berpijak pada pemikiran Islam, dan menjadikan perubahan total sebagai target perjuangannya. Inilah bukti paling nyata bahwa kita tidak tinggal diam. Menegakkan khilafah adalah upaya strategis untuk melindungi umat dari jurang kehinaan sistem sekuler kapitalisme yang hanya melahirkan perpecahan, penjajahan, dan penderitaan.
Permasalahan Palestina bukan hanya soal penjajahan fisik, melainkan cermin nyata kehancuran politik umat akibat runtuhnya khilafah. Selama umat terus berharap pada solusi buatan Barat, darah akan terus mengalir dan kehinaan akan tetap membelenggu. Oleh karena itu, kesadaran untuk kembali kepada Islam sebagai ideologi dan perjuangan menegakkan khilafah adalah satu-satunya jalan keluar yang hakiki. Inilah wujud nyata membela Palestina dan membebaskan seluruh umat dari jeratan sistem sekuler kapitalisme yang menindas. []
Oleh: Mutiara Putri
Aktivis Muslimah