Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Waspada! Anak Jadi Sasaran Judol

Senin, 02 Juni 2025 | 08:24 WIB Last Updated 2025-06-02T01:36:59Z
TintaSiyasi.id -- Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan bahwa transaksi judi online atau judol telah dilakukan oleh anak-anak berusia sejak 10 tahun di Indonesia. Ini terungkap dalam laporan Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko).

Promensisko bertujuan memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.(cnbcindonesia.com, 11/05/2025).

Kemajuan teknologi terbukti membawa banyak dampak negatif, terutama bagi anak-anak yang masih belum dewasa dan belum mampu menggunakan teknologi secara bertanggung jawab.  Maka fenomena judi online yang menyasar anak-anak tentu bukanlah sebuah kebetulan.

Sebagai generasi yang inginnya serba instan, judi online menjadi jalan pintas bagi anak-anak yang ingin cepat dapat uang. Apalagi jika sifat hedonistik sudah melekat pada diri mereka. Kehidupan ekonomi yang terus mengimpit akibat penerapan sistem kapitalisme juga menjadi media yang menyuburkan keinginan instan ini. Industri ini memanfaatkan celah psikologis dan visual untuk menarik anak-anak yang akhirnya dengan mudah bisa terpikat dengan keuntungan instan. 

Karakter dasar kapitalisme adalah rusak dan merusak. Daya rusak kapitalisme sekuler bersifat massal, bukan saja membunuh generasi dalam arti fisik, tetapi juga membunuh masa depan generasi, memberikan harapan kosong yang bersandar semata pada keberuntungan. Sistem ini telah merusak struktur bentukan manusia dan menghancurkan struktur sosial masyarakat.

Beragam upaya dilakukan pemerintah untuk mengatasi judi online. Upaya ini melibatkan langkah penegakan hukum seperti pemblokiran situs, penegakkan sanksi bagi para pemilik, pengelola maupun pengguna situsnya juga termasuk pembentukan Satgas khusus. Selain itu peningkatan literasi keuangan dan digital, serta kolaborasi berbagai pihak, termasuk pemerintah, penyedia platform, dan masyarakat juga dilakukan. Namun sayangnya upaya ini seakan tidak serius dan tidak sistematis. Pemutusan akses melalui pemblokiran situs dilakukan setengah hati dan tebang pilih. Nyatanya saat ini banyak situs tetap aktif. 

Pelakunya memang ditangkap tapi bandarnya tetap bebas berkeliaran seperti yang terjadi pada kasus Seven Heaven di Medan. Lebih miris lagi belasan pegawai Komdigi yang diberi wewenang mengawasi dan memblokir situs-situs judi online, justru malah menyalahgunakannya. Ini membuktikan bahwa demokrasi kapitalisme tidak memiliki solusi hakiki dalam menyelamatkan generasi muda dari kriminalitas diantaranya judi online ini. 

Perlu semua elemen untuk bisa bekerja sama dan turut andil dalam upaya pemberantasan judol ini. Termasuk orang tua, terutama Ibu dalam mengawasi aktivitas anak-anaknya dalam bermain gadget agar jangan sampai salah kaprah. Keluarga muslim yang kuat dan kental nilai ruhiyahnya akan melahirkan anak-anak yang kuat secara akidah dan tidak mudah bermaksiat. Namun ini akan sulit jika orang tua sendiri terbebani ekonomi seperti saat ini. Mereka fokus pada urusan memenuhi isi perut hingga tak sempat mendidik anak. Mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit bahkan mungkin mereka tidak diberi pilihan.

Negara dalam sistem Islam yaitu Khilafah akan menerapkan kebijakan secara preventif dan kuratif dalam mengatasi perjudian. Mekanismenya sebagai berikut.

Pertama, melalui sistem pendidikan Islam dilakukan pembinaan dan penanaman akidah Islam kepada seluruh elemen masyarakat. Negara menyebarluaskan pemahaman keharaman judi beserta kerugiannya melalui dakwah secara massif dengan memanfaatkan media massa dan media sosial agar masyarakat meninggalkan aktivitas judi. 

Kedua, memberdayakan pakar informasi dan teknologi untuk memutus seluruh jaringan judol termasuk memberi upah yang sepadan agar mereka bekerja secara optimal. 

Ketiga, bisa mengaktivasi polisi digital yang bertugas mengawasi kegiatan dan lalu lintas masyarakat di dunia siber sehingga dapat mencegah masyarakat mengakses situs judi. 

Keempat, menindak tegas para bandar serta pelaku judi dengan hukuman berat yang berefek jera. Sanksi yang diberikan berupa sanksi takzir, sesuai kebijakan qadhi dalam memutuskan perkara tersebut menurut kadar kejahatannya. 

Kelima, menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat agar terwujud kesejahteraan. Negara membuka lapangan kerja seluas-luasnya serta memberi bantuan modal kerja bagi pencari nafkah. Bisa berupa pemberian modal usaha atau pemberian tanah mati agar dikelola masyarakat sebagai sumber mata pencaharian. Dengan begitu, masyarakat akan tersibukan mencari harta halal ketimbang memilih jalan instan yang diharamkan. Wallahu’alam


Oleh: Lia Julianti 
Aktivis Muslimah Tamansari Bogor

Opini

×
Berita Terbaru Update