Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Cukupkah Menerima Demokrasi untuk Perubahan? UIY: Tidak Cukup bahkan Keliru!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 12:07 WIB Last Updated 2025-06-28T05:07:56Z

TintaSiyasi.id -- Cendekiwan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto menilai tidak cukup dan keliru jika sepenuhnya menerima demokrasi sebagai langkah menuju perubahan umat Islam. 

"Kita tegas menjawab tidak cukup bahkan keliru jika sepenuhnya kita  mengandalkannya. Mengapa? Karena demokrasi ini hari dibuat bukan untuk mengokohkan umat justru sebaliknya," tuturnya dalam Dialog Muharram: Hijrah, Merajut Ukhuwah, Merangkai Peradaban Islam Kaffah, Sabtu (28-6-2025) di YouTube One Ummah TV.

Ia memandang kurang demokrasi apa FIS di Aljazair serta Ikhwanul Muslimin dengan tokoh utamanya Muhammad Mursi. Demokrasi bukanlah solusi perubahan, melainkan salah satu cara melanggengkan dominasi negara-negara besar. 

"Mereka membiarkan kita mengikuti itu, tapi dengan cara itu kita menang mereka akan hentikan, justru demokrasi sering dijadikan sebagai alat intervensi," ungkapnya.

Adapun, ia melihat bahwasanya demokrasi juga sering digunakan sebagai cara untuk membatasi ruang Islam. "Boleh Islam ada tapi Islam yang tipis-tipis saja, Islam yang kalau hijau itu hijau yang agak kekuning-kuningan bahkan kemerah-merahan tapi kalau hijau pekat atau pekat sekali dia akan dihentikan," terangnya. 

"Islam dipaksa sekadar sistem nilai moral pribadi bukan sebagai sistem hidup, itu mau mereka," tambahnya. 

Lebih lanjut, Ketua Yayasan Hamfara ini menjelaskan demokrasi juga sebagai alat untuk menjauhkan umat dari sumber kekuatannya. Hal ini lantaran demokrasi mempromosikan nasionalisme padahal Islam mengajarkan ukhuwah islamiyah global. 

"Islam tidak menolak keterlibatan politik, jelas politik kekuasaan itu sesuatu mutlak harus ada digambarkan dengan sangat bagus oleh Imam Al-Gazali, agama dan kekuasaan seperi saudara kembar dua sisi dari keping mata uang, tidak bisa dipisahkan," jelasnya.

"Agama itu pondasi dan kekuasaan penjaga. Dua-duanya diperlukan, agama memerlukan pondasi, apa yang tidak ada pondasi akan hancur dan apa yang tidak ada penjaga dia akan hilang seperti ini hari Islam tanpa penjaga," lanjutnya. 

UIY menerangkan jika Imam Al-Waladi merumuskan kekuasaan itu menjaga agama dan mengatur dunia dengan agama. Menjaga agama bukan artinya agama dikurung tetapi agama digunakan untuk mengatur kehidupan dunia. 

"Jadi jelas bahwa kita harus terlibat dalam kegiatan politik untuk perubahan, politik untuk tegaknya risalah ini dan Islam memiliki kerangka politik sendiri, istilah-istilah sendiri, ada khilafah, syura, baiat ada macam-macam sesuatu sebenarnya telah lama kita pahami dan kemudian kita sisihkan dengan kesadaran sendiri," terangnya. 

Alhasil, ia mengisahkan pernah ada topik atau materi khilafah di dalam buku fiqih madrasah Aliyah jilid 12 dan materi itu sudah bertahun-tahun ada di dalam buku tersebut sebagai pelajaran resmi. 

"Tapi dengan kesadaran sendiri buku luar biasa itu digusur tidak lagi diajarkan, karena dianggap ini adalah ajaran atau pikiran radikal. Mereka yang menerbitkan, mereka yang mengatakan sendiri, mereka yang menutup sendiri," tandasnya. [] Taufan

Opini

×
Berita Terbaru Update