Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sandiwara Perang: India vs Pakistan dan Dalang di Balik Layar

Senin, 02 Juni 2025 | 08:33 WIB Last Updated 2025-06-02T01:34:55Z
TintaSiyasi.id  -- Kita sering menganggap konflik India–Pakistan sebagai skenario dari "benturan peradaban". Namun, mari kita jujur: ini drama yang mereka tulis sendiri, atau mereka justru sedang terjebak dalam skenario yang lebih besar? Lalu, siapa yang mendapatkan keuntungan?

Perang adalah Bisnis, Nuklir adalah Kontrol

Setiap gesekan dan konflik yang terjadi di perbatasan adalah iklan gratis bagi raksasa senjata global. Triliunan anggaran, yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat, justru mengalir ke pundi-pundi negara luar. Saat ini kita sedang berada dalam sistem ekonomi konflik, di mana ketegangan dipelihara agar bisnis bisa terus berputar.

Yang paling mengerikan adalah, apabila kedua negara konflik memiliki hulu ledak nuklir. Bencana global bisa terjadi. Namun, ironisnya isu ini bisa dijadikan alat kontrol. Sebenarnya kekuatan besar dunia juga tak ingin terjadi perang nuklir global, tapi mereka tidak keberatan jika ketegangan itu tetap ada, cukup untuk memicu pembelian senjata.

Ini adalah pedal gas, rem, sekaligus kopling bagi investasi perdagangan militer. Yang penting roda bisnis terus berjalan meskipun harus menelan korban. Retorika ekstremis seperti Randy Fine yang menyerukan pemusnahan Gaza dengan senjata nuklir mencerminkan pola pikir dehumanisasi yang menormalisasi kekejaman.

Dalang di Balik Provokasi

Dugaan peran Israel juga mengemuka. Dengan India–Pakistan sibuk berseteru, perhatian dan sumber daya Pakistan (negeri Muslim pemilik hulu ledak nuklir) akan terkuras. Hal itu akan menjauhkan fokus mereka dari isu Palestina. Ini bisa jadi strategi geopolitik untuk menjaga fragmentasi kekuatan Muslim. Apalagi bila narasi benturan peradaban dipahami sebagai bangkitkan kekuatan Islam global, yaitu tegaknya kekhilafahan Islam.

Bagaimanapun juga, Amerika dengan NATO-nya tidak bisa mengalahkan China atau Rusia, begitu pun sebaliknya. Namun, mengapa hari ini mereka terus saling memprovokasi? Dan mengapa India juga ikut memprovokasi Pakistan?

Jika kekuatan besar tak bisa saling menghancurkan secara langsung, mereka akan menciptakan proxy atau memanfaatkan konflik negara lain dan menjadikan mereka sebagai proxy. Tanpa pemahaman yang benar terhadap kebangkitan, negeri-negeri Muslim sering kali menjadi proxy bagi kepentingan negara-negara besar.

Provokasi akan menguras sumber daya, menguji kesabaran, namun tanpa memicu perang terbuka secara global. India dan Pakistan, misalnya, diyakini terprovokasi oleh pihak-pihak yang diuntungkan dari perpecahan regional di antara mereka. Namun demikian, bagaimana jika negara-negara proxy justru terpicu sendiri dan meluncurkan rudal nuklir yang otomatis memicu negara lain untuk bertindak serupa?

Saatnya Memilih Nasib Sendiri

Siapa pun yang memiliki senjata nuklir, bahkan negara kecil seperti Pakistan dan India, bisa meluluhlantakkan sebagian besar dunia. Maka, jalan terbaiknya adalah dengan menjauhi konflik atau memicunya. Sudah saatnya India dan Pakistan menulis ulang sejarah mereka sendiri: menolak menjadi pion, serta memutus rantai ekonomi konflik, dan menolak narasi "benturan peradaban" yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja.

Kekuatan sejati adalah keberanian untuk memilih strategi terbaik demi mencapai kemuliaan Islam, bukan menjadi boneka dalam sandiwara perang. Kesuksesan sejati adalah ketika umat ini bisa kembali menerapkan syariat Islam secara formal dalam institusi legal Khilafah Islamiyah di akhir zaman ini. Wallahu a'lam bish-shawwab.
[dsh]

Oleh: Trisyuono D. 
Aktivis Muslim

Opini

×
Berita Terbaru Update