Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tambang Nikel Raja Ampat, Bukti Privatisasi SDM

Sabtu, 21 Juni 2025 | 22:03 WIB Last Updated 2025-06-21T15:03:59Z
TintaSiyasi.id --  Menanggapi masalah tambang nikel di Raja Ampat, Papua, ternyata pertambangan ini sudah ada sejak tahun 1972. Pengelolaan bumi Papua sudah dikuasai oleh swasta sejak lama. Beberapa perusahaan memiliki tambang, salah satunya PT GAG Nikel yang sudah beroperasi sejak lama. PT GAG Nikel, yang ternyata sahamnya dikuasai PT Antam Tbk, menjadi satu-satunya dari lima perusahaan tambang yang badan operasionalnya tidak dicabut.

“PT GAG Nikel itu sejarahnya dari tahun 1972 eksplorasi. Kemudian, penandatanganan Kontrak Karyanya itu tahun 1998,” kata Bahlil dalam konferensi pers terkait pencabutan empat IUP Raja Ampat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 10 Juni 2025. Izin tersebut tepatnya terbit pada 19 Februari 1998 (dilansir dari tempo.co).

Bahlil juga mengatakan bahwa PT GAG Nikel telah melakukan penambangan sesuai prosedur AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Pemberhentian operasional PT GAG Nikel pada 5 Juni 2025 oleh pemerintah dilakukan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan pertambangan.

Sedangkan empat perusahaan pertambangan lainnya yang dicabut izin operasionalnya oleh pemerintah dengan alasan melindungi biota laut dan konservasi di kawasan antara lain: PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham.

Faktanya, perizinan operasional perusahaan pertambangan ini tidak jauh dari korporasi yang menjual SDA masyarakat dengan sewenang-wenang. Terbukti, salah satu perusahaan tambang dari empat yang dicabut, terdapat rekam jejak keterkaitan Bahlil dalam persetujuan izin operasional perusahaan. Sebagaimana terdapat dalam laporan utama Majalah Tempo edisi 15 Juni 2025 berjudul "Para Perusak Raja Ampat".

Dampak yang dihasilkan oleh operasional tambang nikel di Raja Ampat tidak hanya pada kerusakan alam. Namun, banyak dampak yang dihasilkan oleh proyek tambang ini. Mulai dari dampak sosial yang membuat masyarakat lokal kehilangan mata pencaharian, rusaknya ekosistem, dan ancaman pencemaran laut.

Masyarakat setempat jelas dengan tegas menolak pertambangan ini. Hingga kasus ini muncul di tengah khalayak umum dan menjadi pembahasan. Masyarakat setempat menuntut penutupan permanen perusahaan tambang yang beroperasi. Mereka mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial.

Sikap pemerintah yang hanya menutup sementara aktivitas pertambangan membuat masyarakat kecewa. Nyatanya, pemerintah tidak tegas dalam mengambil kebijakan demi masyarakat Indonesia. Fakta ini menunjukkan banyaknya privatisasi oleh negara dalam SDA yang seharusnya menjadi hak masyarakat Indonesia.

Tambang dalam Sistem Islam

Berbeda dengan pemerintah saat ini yang menggunakan kuasa untuk mengelola harta masyarakat sesuai kepentingan mereka dengan dalih pemberdayaan sumber daya alam, Islam memiliki batasan yang jelas tentang kepemilikan—dari harta negara, harta milik umum, hingga harta milik individu. Eksploitasi dalam harta milik umum untuk kepentingan individu tidak akan terjadi.

Tambang merupakan salah satu harta kepemilikan umum yang tidak boleh diprivatisasi oleh sekelompok orang atau individu. Seperti tambang yang termasuk milik umum, antara lain air, api, dan tanah. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah Saw.:

 المسلمون شُرَكَاءُ في ثلَاثٍ: فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Meski demikian, negara tetap memiliki wewenang dalam mengatur kepemilikan umum yang tidak dapat digunakan dalam bentuk bahan mentah sebagai regulator agar manfaat yang didapatkan merata terbagi di masyarakat. Semisal penyediaan air mineral kemasan, maka masyarakat hanya membayar biaya produksinya, bukan membayar air itu sendiri.

Karena hakikatnya, negara dalam sistem Islam adalah pelayan masyarakat, bukan sebagai kelas atas yang dapat menggunakan kekuasaan untuk melakukan kesewenang-wenangan dalam mengelola negara. Dan kedaulatan dalam Islam bukan ditentukan oleh nafsu manusia yang tanpa batas, melainkan kedaulatan dipegang mutlak oleh syara’. Sehingga, pemerintah tetap harus tunduk di bawah rambu-rambu syara’.

Wallahu a'lam

Oleh: Hilwa Imadiar
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update