Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Solusi Papua Hanya Islam!

Minggu, 22 Juni 2025 | 12:32 WIB Last Updated 2025-06-22T05:32:51Z

TintaSiyasi.id -- Tagar #SaveRajaAmpat menggema di media sosial seperti Instagram, TikTok dan X. Tagar ini viral dan ramai diperbincangkan oleh netizen Indonesia bukan karena sedang ada fenomena keindahan alam yang memang banyak dan luar biasa indah di Papua, melainkan karna adanya fenomena kerusakan alam yang masif buah dari hasil kegiatan pertambangan nikel. Kegiatan pertambangan yang memberi lebih besar ancaman daripada manfaat terhadap lingkungan dan kehidupan.

Aktivis lingkungan Greenpeace dan warganet kompak menyuarakan rasa pedulinya terhadap situasi dan kondisi kerusakan lingkungan yang menimpa Papua khususnya kawasan Kabupaten Raja Ampat dan sekitarnya. Lebih dari 60.000 orang telah ikut berpartisipasi dalam petisi #SaveRajaAmpat agar pemerintah mencabut perizinan pertambangan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan tambang. Di antaranya adalah PT. Surya Anugrah Pratama, PT. Nurham, PT. Mulya Raymond Perkasa, PT. Kawei Sejahtera Mining dan lain sebagainya.

Kalimat “No Viral No Justice” seakan-akan menjadi slogan dan kunci untuk kemudian pemerintah dan pihak peradilan segera menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di negeri ini agar diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Dan ini juga berlaku pada kasus pengrusakan lingkungan hidup di Raja Ampat ini. Kalau tidak viral maka kasus tidak diproses, setelah viral baru akhirnya IUP usaha tambangnya dicabut.

Dalam kesempatan wawancara beberapa waktu lalu di media Kompas TV, Menteri Energi Dan Sumber Energi Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan menyangkut dengan tambang di Raja Ampat adalah otonomi khusus, perlakuannya khusus sama halnya dengan Provinsi Aceh. Beliau akan melakukan evaluasi dengan memanggil BUMN maupun swasta selaku para pemilik izin usaha pertambangan (IUP).

Mengelola alam bukan sebuah kejahatan dan harus memperhatikan seluruh aspek. Salah satu alasan utama tidak dibenarkan melakukan operasi pertambangan di kawasan Raja Ampat ini karna pertambangan dilakukan di atas pulau-pulau kecil yang terdapat kehidupan. Mulai dari pemukiman warga, flora, dan fauna. Begitu pula perairan di sekirar pulau-pulau kecil tersebut, diisi oleh aneka ragam biota laut.

Jadi tidak ada alasan bagi manusia untuk melakukan eksploitasi alam demi keuntungan sementara. Karena hal itu akan memberi lebih banyak dampak negatif terhadap ekosistemnya dibanding kemaslahatan, yang hanya akan dinikmati oleh kelompok tertentu saja. Ulama-ulama mengatakan bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu. Hadis riwayat Abu Dawud Ahmad mengatakan : 

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Artinya: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.”   
    
Air yang mengalir di lembah, sungai besar, maka pemanfaatan air bagi muslim dan non-muslim itu posisinya sama seperti pemanfaatan matahari dan udara di mana mereka tinggal. Tidak boleh ada seorang pun yang menghalangi orang yang menggunakannya. Hukumnya boleh dalam pemanfaatan ketiganya (air, padang rumput, dan api) serta memilikinya oleh komunitas secara bersama-sama. Sebagai contoh air yang ada di lembah itu bukan milik seseorang.
    
Permasalahan yang muncul dari pertambangan nikel ini begitu kompleks. Hampir seluruh elemen kehidupan dan sistem saling berhadap-hadapan. Alih-alih untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, namun fakta di lapangan selalu bertolak belakang. Tumpang tindih antara gagasan dan kinerja perangkat daerah dan negara. Kesenjangan sosial dan ekonomi dirasa masih jauh dari kata adil dan setara. Lahan-lahan dibuka selebar-lebarnya untuk mengisi kantong oligarki yang padahal ada masyarakat adat di dalamnya yang makin terpinggirkan dan tidak pernah didengar suaranya.
    
Apa yang terjadi di daerah lain di Indonesia, atas sumber daya alamnya seperti contohnya hutan yang ditebang kemudian dibakar lalu ditanami kelapa sawit atau industri-industri yang berpeluang merusak alam demi keuntungan sementara bagi kelompok tertentu sangat membuat kita prihatin dan khawatir hal seperti ini menjadi lebih besar lagi. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman : 

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ ۝٤١

Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-Rum ayat : 41).

Kita harus sadar bahwa hutan adalah paru-paru dunia, penting dan sangat vital untuk kehidupan manusia. Dari itu kalau bukan kita siapa lagi yang mau mengurus hutan-hutan serta kehidupan di dalamnya. Selama ini hanya ada masyarakat adat yang merupakan orang-orang pintar dalam menjaga rahasia alam yang seharusnya di hormati dan didengar aspirasinya karena hanya mereka dapat menerjemahkan bahasa alam. 
    
Sebagai umat islam kita harus bergerak dan berisik untuk menyuarakan yang haq dan bathil. Menyuarakan suara alam. Menyeru kepada penguasa agar ikut andil dalam menjaga seluruh kehidupan di atas muka bumi ini. Kita tidak bisa berharap kepada mereka yang hanya mendengar suara perut mereka sendiri dan kelompok-kelompok yang menjadi sumber masalah lalu tiba-tiba membuat forum penyelamat dunia. Mereka ingin menjadi pahlawan untuk mengatasi masalah yang mereka buat sendiri. []


Oleh: Awan Kurniawan
Aktivis Dakwah Islam Ideologis

Opini

×
Berita Terbaru Update