TintaSiyasi.id -- Awal bulan Juni 2025 ini kita digegerkan dengan temuan dari Greenpeach Indonesia yaitu kerusakan parah di Taman Laut Raja Ampat yang terletak di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Tempat wisata ini dijuluki surga bagi para penyelam yang menikmati pemandangan indah bawah laut karena terdapat 1352 spesis ikan, rumah bagi 540 jenis karang serta 700 jenis moluska (hewan lunak).
Yang paling menakjubkan pemandangan indah pulau Batang Pele dan pulau Nimut Paynimo yang menjadi ikon Raja Ampat dalam gambar uang kertas seratus ribuan, juga air laut sebening kristal sehingga penyelam pemula pun bisa menikmati keindahannya. Inilah salah satu tempat wisata bawah laut terbaik di dunia sehingga wisata asing menjuluki raja ampat sebagai “the last paradise on earth” (surga terakhir di bumi).
Laporan Surga Terakhir
Dalam laporan berjudul Surga Terakhir, Greenpeace Indonesia bertempat di Hotel Akmal Jakarta pada Kamis 12 Juni 2025, ketua Team Kampanye Hutan Arie Rompas membeberkan masih ada 5 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di pulau Raja Ampat yang berpotensi merusak destinasi wisata bawah laut Raja Ampat. IUP aktif milik PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, PT GAG Nikel dan PT Nurham.
Setelah kampanye Greenpeace dengan tagar #SaveRajaAmpat mendapat respon luas di masyarakat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mencabut 4 IUP, menyisakan satu IUP yang masih beroperasi yaitu PT. GAG Nikel, anak usaha PT. Aneka Tambang (PT. Antam) milik pemerintah.
Kerusakan Raja Ampat
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil, melarang akfitas penambangan di pulau dengan luas kurang atau sama dengan 2.000 kilometer persegi. Dari undang-undang itu PT. GAG Nikel jelas melanggarnya, sekalipun luas pulau Gag hanya 60 kilometer persegi, maka IUP juga harus dicabut agar tidak terjadi diskriminatif.
Kerusakan akibat tambang nikel antara lain: deforestasi, pencemaran lingkungan, rusaknya ekosistem sekitar dan lain-lain. Greenpeace melaporkan penambangan nikel di Raja Ampat terjadi deforestasi, yakni pembabatan hutan dengan luas 500 hektar beserta vegetasi alami khas, pencemaran laut akibat jebolnya kolam pengendapan tambang, rusaknya pesisir karena sedimentasi bekas galian tambang dan lain-lain.
Itulah akibat ulah tangan-tangan pejabat dan pengusaha nakal negeri ini, dengan dalih investasi tambang nikel dengan harapan mendapatkan devisa besar bagi negara, tapi malah merusak kawasan konservasi penting dunia dan kawasan Global Geopark UNESCO (United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization) Raja Ampat. Dalam suatu acara pernah bupati Raja Ampat mengatakan: “izin tambang dipegang pusat, daerah hanya bisa menonton kerusakanya” (www.updatenusantara.com).
Jalan Keluar
Manusia diciptakan Allah untuk menghamba kepada-Nya dan Allah juga berikan bumi untuk dikelola manusia sesuai aturan-Nya agar mendapat kebaikan dan manfaat sehingga bisa tenang beribadah tanpa menyekutukan-Nya (syirik) dengan yang lain.
Allah berfirman : “Dia (Allah) telah menciptakan kalian dari bumi (tanah) dan menjadikan kalian pemakmurnya. Karena itu mohonlah ampunan-Nya, lalu bertobatlah kepada Dia. “Sungguh Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”. (TQS. Hud[11]; 61).
Islam juga telah mengatur pengelolaan sumber daya alam (SDA), termasuk tambang nikel. Tambang yang jumlahnya banyak termasuk milik umum (milkiyah ammah), maka harus dikelola oleh negara dalam sistem ekonomi Islam dan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat untuk kesejahteraan.
Hal itu ditegaskan Rasulullah SAW: “Kaum Muslim berserikat (dalam hal kepemilikan) atas tiga perkara: padang rumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dari hadist tersebut maka tambang nikel, emas, minyak, batubara, uranium dan lain-lain termasuk kategori “api” milik umum. Permasalahan tambang di Raja Ampat tak ubahnya seperti gunung es, masih banyak pengelolaan tambang bermasalah lainya di seluruh Indonesia, seperti kasus tambang nikel PT Vale Indonesia di Sulawesi Selatan, PT Freeport Indonesia di Papua dan lain-lain.
Di samping pemegang otoritas pertambangan yang nakal dan tidak amanah, juga disebabkan diterapkanya sistem ekonomi kapitalis yang jauh dari adil. Oleh karena itu agar kerusakan lingkungan secara massif tidak terulang lagi, terhindar dari konflik dan menjadikan sumber daya alam (SDA) mensejahterakan rakyat maka harus ada kemauan bersama (good will) seluruh warga menerapkan ekonomi Islam melalui institusi negara warisan Rasulullah SAW, khilafah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Imam Wahyono
Kurir Ideologis