Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sistem Ekonomi Kapitalisme, Akar Masalah Kemiskinan

Kamis, 26 Juni 2025 | 07:01 WIB Last Updated 2025-06-26T00:02:08Z
TintaSiyasi.id -- Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim mengatakan sistem ekonomi kapitalisme akar masalah kemiskinan. "Akar masalah kemiskinan kalau kita lihat ya tidak lain adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme," ungkapnya di kanal YouTube Mercusuar Ummat, Jumat (21/3/2025) Bedah Khilafah - Cara Khilafah Mengatasi Kemiskinan.

Ia mengungkapkan empat poin indikator penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Pertama, sistem ekonomi kapitalisme berbasis swasta dan asing dengan prinsip liberalisasi dan swastanisasi.

Ekonomi berbasis swasta dan asing ini kata Arim, melahirkan angka kemiskinan dan kesenjangan yang cukup tinggi. Dampak dari ekonomi berbasis swasta dan asing itu adalah swasta monopoli dan menguasai sumber daya alam.

"Kita lihat asing itu menguasai hampir seluruh sektor-sektor ekonomi kita. Mulai dari perbankan itu dikuasai 50 persen-nya, pertambangan, migas 70 persen dikuasai oleh swasta, 75 persen batu bara, tembaga dan emas itu 85 persen, dan yang bercokol adalah perusahaan-perusahaan asing Amerika Inggris dan Belanda ada Chevron, Freeport dan perusahaan-perusahaan yang lainnya," tambahnya. 

Kemudian, dibidang telekomunikasi, perkebunan, dikuasai asing, rakyat hanya menjadi korban. Dalam beberapa tahun yang lalu ketika masyarakat menghadapi kesulitan minyak goreng, padahal Indonesia itu penghasil minyak terbesar di dunia sawit, tetapi masyarakat kesulitan. Data menunjukkan dampak dari swastanisasi dan liberalisasi itu 25 perusahaan raksasa menguasai 50 persen lahan sawit. Sementara di sektor pemasarannya KPPU menemukan 4 produsen besar itu menguasai 46,5 persen pasar minyak goreng nasional. Sehingga wajar kalau mereka (perusahaan) akhirnya begitu mudahnya mengendalikan harga dan memainkan harga untuk kepentingan mereka, ini termasuk sektor-sektor yang lain.

Kedua, privatisasi sektor publik. Layanan dasar seperti listrik, air, kesehatan, dan pendidikan makin mahal karena dikuasai oleh swasta.

"Contoh PLN, itu namanya perusahaan listrik negara tetapi kenyataannya PLN hanya menyalurkan listik dari pembangkit-pembangkit yang dikuasai oleh oligarki, oleh swasta. Jadi PLN hanya jadi penyalir. Karena oligarki atau konglomerasi pembangkit listrik ini sudah mencengkram begitu luar biasa, akhirnya mereka dengan mudah menentukan harga, begitu juga masyarakat harus mahal (bayar)," terangnya.

Bahkan, sering terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Contoh ketika sumber mata air dikuasai oleh perusahaan swasta terutama yang dominan itu Aqua. 

"Aqua menguasai mata air dari Sabang sampai Merauke, tetapi jelas dampaknya kalau menurut laporan ini Aqua diduga menorehkan dosa ke warga sekitar pabrik akibat dominasi, sering terjadi konflik mata air dikuasai oleh mereka dan petani akhirnya kesulitan," jelasnya. 

Kemudian, mahalnya pendidikan dan kesehatan karena diserahkan ke swasta. "Orang miskin dilarang sakit, ada BPJS tetapi prosedurnya dan layaknya sangat buruk, kalaupun ada baiknya itu 1 2 aja, kemudian pendidikan, dengan swastanisasi atau semi swastanisasi walaupun sekarang masih banyak perguruan tinggi negeri yang UKT sangat tinggi sehingga ada orang yang kritis, orang miskin kemudian dilarang sekolah," tambahnya.

Ketiga, pajak yang mencekik rakyat kecil. "Pajak ini menjadi sumber pemiskinan rakyat dan kezaliman dengan tarif yang sangat mencekik," jelasnya. 

"Kalau kita lihat untuk para oligarki, konglomerat, pemerintah berkali-kali memberikan tax amnesti, ada 19 orang super kaya itu mendapat ampunan tidak membayar pajak, yang tentu jumlahnya triliunan harta mereka itu malah diampuni, sementara salah seorang pengusaha UD Pramono Warga Boyolali harus menutup usahanya, dia memilih menutup usahanya karena dianggap nunggak pajak 670 juta, awalnya Kantor Pajak setempat minta 2 miliar, nego-nego turun 670 juta tetapi pengusaha UD Pramono ini lebih menutup dan tidak mau bayar akhirnya uangnya diblokir. Padahal di belakang UD Pramono ada puluhan peternak sapi yang menyetorkan susu ke dia, akhirnya apa yang terjadi peternak susu kelabakan jadi menambah orang miskin baru, makin jelas bahwa pajak bukan untuk kesejahteraan rakyat tetapi pajak hanya mensejahterakan oligarki dan para petugas pajaknya dengan gaji yang tinggi, sementara rakyat terus dibebani bahkan tadi ya yang tidak mau bayar pajak sesuai dengan keinginan mereka rekeningnya kemudian diblokir," paparnya.

Keempat, sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ribawi dan utang negara.

"Selama ini kita selalu disuguhi bahwa subsidi membebani APBN sehingga dikurangi, tahun ini heboh efisiensi anggaran tetapi ternyata efisiensi anggaran itu ditujukan untuk kebutuhan publik, sementara untuk kepentingan pejabat seperti rapat membahas RUU TNI di hotel mewah, sekali lagi sering diisukan bahwa subsidi membebani anggaran bahkan koordinator ekonomi Luhut Panjaitan katanya 2027 subsidi akan dihapuskan, padahal kalau kita lihat yang membebani APBN itu adalah bukan subsidi tapi utang luar negeri berikut bunganya," ungkapnya.

"Di tahun 2025 pemerintah harus membayar bunga utang itu 552 triliun hampir sepertiga lebih hampir 15 persen lebih dari APBN, bandingkan dengan biaya pendidikan, biaya kesehatan itu lebih rendah biaya pendidikan dan kesehatan, digabungkan anggarannya itu tidak lebih tinggi dengan bayar bunga, belum angka utangnya terus bertambah di awal Januari 2025 itu sudah meningkat menjadi 8.909 triliun utang Indonesia," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update