TintaSiyasi.id -- Menanggapi pengelolaan tambang yang diserahkan kepada swasta dapat mensejahterakan rakyat, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky, mengatakan, itu keliru.
"Untuk mencapai kesejahteraan kalau diserahkan (tambang) kepada swasta kita udah keliru dalam meletakkan posisi hak dan kewajiban," jelasnya di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (19/6/2025). Labelisasi Wahabi Lingkungan, What?
Ia menjelaskan, jika tambang dikelola dengan tujuan mensejahterakan rakyat tentu tidak diberikan kepada swasta. Swasta tujuan utamanya bukan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi untuk mencari keuntungan. Dalam bisnis enggak ada perusahaan yang mau kerja tidak ingin mencari untung, tetapi bekerja untuk mensejahterakan orang lain sementara dia menderita itu enggak ada.
Ia menekankan, jika menginginkan rakyat sejahtera karena pengelolaan tambang yang baik, maka pengelolaannya jangan kepada swasta, harus kepada negara, karena negara dan swasta sangat berbeda perspektif kerjanya.
"Kalau negara itu tujuannya untuk melindungi, mencerdaskan, mensejahterakan. Nah itu sebenarnya cocok tambang bisa digunakan untuk melindungi mensejahterakan dan mencerdaskan. Tetapi kalau diserahkan kepada swasta, swasta itu fungsi utamanya bukan untuk mensejahterakan orang lain tetapi untuk mencari keuntungan demi kesejahteraan mereka," jelasnya.
Di sini letak krusialnya, ia menjelaskan, kalau tambang diswastanisasi atau dengan istilah birokrasi pemerintahan mengambil peran sedikit dan semua diserahkan kepada swasta, tentu tambang ketika diserahkan kepada swasta, akan menambang semaksimal mungkin untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanannya seminimal mungkin, bahkan tanpa memikirkan lingkungan, di sini cara pandang yang mungkin berbeda ketika swasta mengelola tambang dengan negara mengelola tambang.
"Dalam sistem kapitalis justru memberikan ruang yang besar kepada pengusaha maupun para pebisnis tambang untuk bisa leluasa mengelola tambang, bahkan mereka bisa membuat aturan, hukum yang dalam sistem demokrasi itu memang bisa diatur, diubah, dan dibuat," jelasnya.
Jadi, ia menjelaskan kalau sudah berkuasa kemudian berbisnis, maka bisnis didukung oleh kekuasaan, maka yang terjadi adalah kerusakan atau bahkan ketamakan, karena orang berbisnis kalau diberikan satu pulau dia ingin pulau yang berikutnya, diberikan satu gunung dia ingin gunung yang kedua, dikasih satu area tambang dia akan ingin area tambang yang berikutnya, inilah watak kaum kapitalis yang liberal.
"Kalau kita bilang kapitalis liberal mungkin lebih tepat karena Kalau dibilang wahabi lingkungan yang mungkin terminologinya itu tidak tepat Karena posisinya memang seperti itu," tegasnya.
Sehingga, berkuasa dalam bisnis dan bisnis sambil berkuasa. Akibatnya yang berbisnis membuat kebijakan dengan kekuasaan yang dimilikinya, maka kebijakan yang dikeluarkan akan menguntungkan bisnis.
"Nah itu yang terjadi hari ini ketika para penguasa dan pengusaha dia bergabung bahkan berkolaborasi, kalau kita bilang KKN disitu posisinya, berkolusi mereka membuat aturan, membuat hukum bahkan melanggarnya atau mengubahnya sehingga mereka bisa berbisnis jauh lebih nyaman karena didukung oleh kekuasaan, dan rakyat yang akan melawan berhadapanlah dengan kekuasaan, dan kekuasaan itu terimplementasi dengan nyata di lapangan adalah aparatnya," terangnya.
"Nah ini yang kita bisa melihat kenapa kadang-kadang di tambang itu akhirnya rakyat harus berhadapan dengan apparat, baik dari awal pembebasan lahan, pengurusan dan seterusnya akhirnya rakyat harus berhadapan dengan aparatnya, sementara para pebisnis ada di belakang meja dan mereka dengan kekuasaannya menggunakan negara bahkan menggunakan aparat untuk melindungi bisnis mereka dan menjaga kepentingan bisnis," pungkasnya.[] Alfia Purwanti