Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Save Raja Ampat dari Kerakusan Kapitalisme

Kamis, 26 Juni 2025 | 10:35 WIB Last Updated 2025-06-26T03:35:24Z
TintaSiyasi.id -- Raja Ampat, kawasan konservasi laut yang dikenal sebagai surga bawah laut dunia, kini menghadapi ancaman serius dari aktivitas pertambangan nikel. Kawasan yang selama ini menjadi ikon ekowisata Indonesia itu dikhawatirkan mengalami kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya mineral, menyusul terbitnya izin tambang di wilayah tersebut.

Pakar ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Prof Dr Rossanto Dwi Handoyo Ph D, mengatakan bahwa aktivitas pertambangan memang mendorong ekonomi lokal, seperti menambah pendapatan daerah hingga Rp2 triliun per tahun dan penyerapan tenaga kerja lokal sekitar 5.000 orang, tetapi jika dilakukan tanpa pengelolaan lingkungan yang baik, dampaknya akan serius berupa kerusakan lingkungan.

Kerusakan lingkungan dapat menurunkan populasi ikan pelagis dan biota laut lain yang selama ini menjadi tumpuan hidup nelayan lokal. Jika terus berlangsung, degradasi ini akan berdampak pada sektor perikanan, pariwisata, bahkan ekonomi jangka panjang masyarakat sekitar. Jika lingkungan rusak, maka wisatawan hilang, nelayan kehilangan mata pencaharian, dan generasi mendatang hanya mewarisi kerugian.(kumparan.com, 24/6/2025)

Menanggapi tentang pengelolaan tambang Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna mengatakan sebelum bicara dampak, ada dua perkara penting yang harus diselesaikan.

Pertama, konsep hiyazah al-tsarwah (penguasaan atas kekayaan). Hal tersebut terkait dengan konsep kepemilikan yang saat ini tidak ada konsep yang jelas mana tambang yang merupakan milik umat/rakyat yang haram diprivatisasi dan mana yang boleh dimiliki individu.

Kedua, konsep penjagaan lingkungan. Islam memberikan perhatian yang serius bahwa haram merusak alam atau tatanan ekologi yang menjadi tempat hidup makhluk hidup di dunia. Dalam Islam ada aturan tata kelola tambang dan politik ekonomi migas sebagaimana hadis Nabi.

Ormas Islam harus menjelaskan bagaimana konsep tata kelola barang tambang dan minyak (gas) dalam Islam. Jangan malah ikut menikmati bancakan dan bagi-bagi kue para oligarki. Tambang yang depositnya melimpah (banyak) itu milik umat. Bukan milik dan untuk kemakmuran korporasi. (TintaSiyasi.id, 15/06/2025).

Begitulah, tambang nikel sejatinya adalah milik umat, bukan komoditas yang bisa diperdagangkan secara bebas oleh individu, ormas, swasta maupun asing. Namun sistem demokrasi sekuler yang sedang diterapkan di negeri ini justru membuka lebar-lebar jalan bagi kepentingan oligarki demi merampok hak rakyat. 

Negara tidak lagi menjadi pelindung, tapi berubah menjadi pelayan korporasi. Oleh karena itu, diperlukan perubahan mendasar, bukan hanya kebijakan, tetapi juga sistem yang menjadi fondasinya.

Jadi, akar masalahnya  adalah penerapan sistem kehidupan yang salah, yaitu sistem sekuler kapitalisme. Sistem tersebut menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan alam. Siapapun yang mempunyai modal besar, maka ia diperbolehkan untuk mengeksploitasi sumber daya alam semaunya sendiri. 

Dalam sistem sekuler kapitalisme, persoalan produksi merupakan fokus pembangunan, bahkan ukuran keberhasilan pembangunan dinilai dengan tingkat produksi. Sehingga sektor produksi akan terus digenjot untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Adapun efek samping dari produksi, seperti pencemaran lingkungan atau kerusakan alam seringkali diabaikan. Buktinya, analisis dampak lingkungan atau amdal, juga terkesan menjadi kebijakan setengah hati yang kurang diseriusi pemerintah.

Sangat jelas, kerusakan lingkungan yang terjadi hari ini adalah karena kerakusan para pemilik modal ditambah  abainya penguasa dalam menjalankan tugasnya mengayomi dan melindungi rakyatnya, termasuk berkaitan dengan masalah lingkungan.

Islam Menjaga Kelestarian Lingkungan

Islam sebagai sistem yang paripurna selalu memiliki solusi atas berbagai permasalahan, termasuk masalah kerusakan lingkungan. 

Secara tegas Islam menekankan bahwa Sumber Daya Alam (SDA) merupakan kepemilikan umum sehingga negara wajib untuk mengelolanya dan hasilnya dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat dan diharamkan bagi swasta untuk mengelolanya.

Menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani. (2004). Al-Nizam al-Iqtisadi fi al-Islam. Beirut: Dar al-Ummah, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasilnya harus diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk bahan yang murah berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat atau warga negara semisal pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum.

Dalam Islam kepemilikan dibagi berdasarkan tiga bentuk,

 Pertama, kepemilikan individu. 

Kedua, kepemilikan umum.

Ketiga, kepemilikan negara.

Dari ketiga bentuk kepemilikan tersebut, bahan galian tambang adalah merupakan hak kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu/korporasi.

Dengan ketegasan batasan kepemilikan seperti ini tidak ada ruang sedikitpun bagi para oligarki politik dan kaum pemilik modal untuk merampas hak masyarakat umum atas tambang sumberdaya alam. Sehingga bahaya kesenjangan antara kaum kaya dan miskin dapat dicegah. Pasalnya, kaum elite bersama para oligarki bisa merampas hak-hak rakyat, termasuk hak-hak orang miskin, atas kepemilikan sumber-sumber tambang.  Belum lagi rentetan kasus tindak pidana korupsi, konflik sosial dan kerusakan lingkungan melibatkan perusahaan ekstraktif.

Namun, pengaturan pembagian hak kepemilikan secara adil  seperti ini mustahil diterapkan dalam sistem rusak demokrasi yang sudah dikuasai para oligarki politik dan kapitalis. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain selain jalan Islam yang diturunkan oleh Allah Ta'ala.

Khilafah juga akan memperhatikan dan mencegah  lingkungan dari kerusakan, seperti pertama,_menerapkan teknologi ramah lingkungan. Perusahaan tambang harus mengadopsi teknologi yang meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Misalnya, penggunaan sistem filterisasi untuk mengelola limbah tambang sebelum dibuang ke sungai atau laut dapat membantu mengurangi pencemaran .

Kedua, rehabilitasi dan konservasi ekosistem. Khilafah akan melakukan reboisasi di lahan bekas tambang dan transplantasi terumbu karang di area yang terdampak dapat membantu pemulihan ekosistem laut. Program konservasi seperti perlindungan tukik penyu juga penting untuk menjaga keanekaragaman hayati.

Ketiga, pemberdayaan masyarakat lokal. Melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan tambang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Memberikan pelatihan keterampilan, membuka lapangan pekerjaan, dan mendukung usaha lokal dapat menciptakan ekonomi hijau yang berkelanjutan .

Keempat, kepatuhan terhadap regulasi dan pengawasan ketat. Perusahaan tambang harus mematuhi regulasi yang ada, seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Selain itu, pengawasan dari pemerintah dan lembaga independen sangat penting untuk memastikan bahwa operasional tambang tidak merusak lingkungan.

Namun, semua ini tidak dapat ditempuh kecuali dengan langkah-langkah sistematis untuk mengembalikan kembali institusi politik Islam, yaitu Daulah Khilafah.

Institusi inilah  yang menerapkan politik ekonomi Islam untuk langsung mengatur kepemilikan umum masyarakat dan menerapkan kebaikan-kebaikan lainnya dalam sistem Islam yang lengkap.


Oleh: Nabila Zidane 
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update