TintaSiyasi.id -- "Jauhilah pergaulan yang menjerumuskanmu pada cinta dunia. Carilah sahabat yang mengingatkanmu akan fana-nya dunia dan membimbingmu untuk berzuhud darinya. Karena teman sejati adalah dia yang menuntunmu kepada Allah, bukan yang melalaikanmu dari-Nya."
(Al-Jailani – Fathur Robbani).
Pendahuluan: Dunia yang Memikat, Akhirat yang Menanti
Dunia tidak pernah kehilangan pesonanya. Ia berkilau dengan berbagai gemerlap harta, jabatan, pujian, dan kenikmatan yang memanjakan jiwa, tetapi sebagaimana firman Allah:
"Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kalian..." (QS. Al-Hadid: 20).
Di tengah kehidupan yang serba cepat dan penuh kompetisi, manusia modern, bahkan kaum Muslimin mudah terjebak dalam arus cinta dunia. Namun, Allah tidak menciptakan dunia untuk dijadikan tujuan. Dunia hanyalah kendaraan, bukan tempat tinggal. Ia hanya ladang, bukan istana. Dan siapa pun yang menjadikan dunia sebagai prioritas tertinggi, maka akhiratnya akan tergadai.
Pergaulan: Cermin Jalan Hidup
Imam al-Ghazali pernah berkata, "Janganlah engkau bersahabat kecuali dengan orang yang dapat membantu urusan akhiratmu." Karena dalam hidup ini, lingkungan adalah penentu, pergaulan adalah penuntun. Apa yang kita cintai sering kali berasal dari apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan dari orang-orang di sekitar kita.
Pergaulan dengan pencinta dunia akan membuat hati keras, membuat kita silau oleh pencapaian materi, lupa terhadap kematian, dan malas beribadah. Sebaliknya, pergaulan dengan para pencinta akhirat akan membuat hati tunduk, mendorong kita untuk zuhud, dan menjaga kita dari kelalaian.
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya. Zuhud adalah sikap batin. Dunia di tangan, bukan di hati. Kita tetap bekerja, tetap berkarya, tetapi bukan demi dunia, melainkan demi Allah. Dan untuk bisa sampai ke tahap itu, kita butuh sahabat yang meneguhkan langkah.
Tanda-Tanda Sahabat Dunia vs. Sahabat Akhirat
Sahabat Dunia:
• Mengajak kepada kompetisi duniawi yang berlebihan.
• Mendorong pembicaraan kosong, ghibah, dan pamer harta.
• Menganggap ibadah sebagai beban, bukan kebutuhan.
• Menjadikan popularitas sebagai ukuran keberhasilan.
Sahabat Akhirat:
• Mengingatkan kita pada kematian dan hari hisab
• Menyemangati kita dalam amal saleh
• Memotivasi kita untuk ikhlas dan tawakal
• Menjadi teladan dalam kesederhanaan dan keteguhan iman
Kisah Para Salaf: Pilihan Sahabat Adalah Pilihan Surga
Lihatlah, bagaimana generasi salaf memilih sahabat. Imam Ahmad bin Hanbal menjadikan Yahya bin Ma'in sebagai sahabat karib dalam menuntut ilmu, bukan hanya karena keilmuannya, tetapi karena kezuhudannya.
Umar bin Khattab berkata, “Duduklah bersama orang-orang yang mengingatkan kalian akan Allah, karena duduk bersama mereka adalah keselamatan.”
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dikenal sebagai perawi hadis terbanyak bukan semata karena hafalannya, tetapi juga karena ia melekat dengan Rasulullah ﷺ dan para sahabat yang zuhud.
Sahabat sejati bukan yang datang ketika kita sukses, tetapi yang mengingatkan kita ketika kita sedang jauh dari Allah.
Menjadi Sahabat yang Mengajak ke Surga
Tak cukup hanya mencari sahabat yang shalih. Kita pun harus berusaha menjadi sahabat yang shalih bagi orang lain. Menjadi penyejuk dalam pergaulan, penuntun dalam kebingungan, dan pengingat di saat lalai. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi..." (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika kita tidak bisa menjadi penjual minyak wangi, jangan sampai menjadi pandai besi. Setidaknya, jangan mencemari atmosfer spiritual orang lain. Karena setiap dari kita akan ditanya. Dengan siapa kau bergaul, dan apa yang kau pelajari darinya?
Penutup: Jalan Zuhud, Jalan yang Terang
Zuhud bukan hidup miskin. Zuhud adalah hati yang tidak terikat dunia. Dan langkah awal menuju zuhud adalah memilih teman yang tepat. Teman yang menuntun kita pada qana'ah, mengajarkan sabar dalam kesulitan, dan menanamkan kerinduan akan surga.
Jika engkau ingin mengetahui nilai dirimu di sisi Allah, lihatlah siapa teman dekatmu. Jika mereka mencintai dunia, maka hati-hatilah. Namun, jika mereka mencintai Allah, mencintai Al-Qur’an, mencintai akhirat, maka bersyukurlah. Engkau sedang berjalan di jalan para kekasih-Nya.
"Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. Al-Fajr: 27–30).
Renungan Harian:
"Jangan bangga dengan banyaknya teman, tetapi banggalah jika ada satu sahabat yang mengajakmu mendekat kepada Allah. Karena satu sahabat yang baik bisa menjadi sebab keselamatanmu di dunia dan akhirat."
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT LIrboyo