Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Petaka Sesungguhnya Adalah Petaka Akibat Dosa: Sebuah Renungan Ruhani dari Al-Hikam Ibnu 'Athaillah

Minggu, 01 Juni 2025 | 09:52 WIB Last Updated 2025-06-01T02:52:18Z

TintaSiyasi.id -- "Tidak ada musibah yang lebih besar daripada dosa yang membuat hati gelap dan jiwa jauh dari Allah. Maka, waspadalah terhadap petaka yang tak terlihat, yang menghancurkan bukan rumahmu, tetapi hatimu."

Pendahuluan: Mengurai Makna Petaka dalam Pandangan Ruhani

Dalam kehidupan manusia, petaka seringkali diartikan secara sempit sebagai musibah yang bersifat fisik dan materi, seperti kehilangan harta, terkena penyakit, tertimpa bencana alam atau kegagalan dalam cita-cita. Namun, dalam khazanah kebijaksanaan sufistik, khususnya yang dihimpun dalam al-Hikam karya Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, petaka tidak melulu berwujud sesuatu yang tampak di mata.

Justru, petaka yang paling mengerikan adalah petaka yang tak kasat mata, yaitu petaka akibat dosa karena ia menghancurkan hubungan ruhani kita dengan Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Itulah petaka yang sesungguhnya.

Ibnu ‘Athaillah dan Hikmah yang Menggetarkan Jiwa

Ibnu ‘Athaillah dalam salah satu hikmahnya mengatakan: "La musibata a‘zhamu min hijranillah."
"Tidak ada musibah yang lebih besar daripada dijauhkannya engkau dari Allah."

Hikmah ini menjadi pondasi penting bagi kita untuk merenungkan kembali. Benarkah petaka terbesar itu kehilangan jabatan? Benarkah malapetaka terparah adalah ketika bisnis bangkrut? Atau justru ketika kita melakukan dosa, tetapi tidak merasa berdosa, ketika kita berlumuran maksiat, tetapi tetap merasa nyaman dan tenang?

Dosa: Jalan Sunyi Menuju Kehancuran Hati

Dosa bukan sekadar pelanggaran hukum Tuhan. Ia adalah racun yang perlahan-lahan membunuh nurani, menggelapkan cahaya hati, dan menjauhkan seseorang dari kedekatan dengan Allah. Bahkan, dalam beberapa riwayat, Rasulullah ﷺ menyampaikan bahwa dosa yang tidak disesali adalah pertanda kerasnya hati.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:

"Setiap dosa itu adalah pemadam cahaya iman, dan setiap maksiat itu adalah hijab antara hamba dengan Rabb-nya."

Dosa, dalam perspektif ruhani, tidak hanya menjerumuskan kita ke dalam neraka di akhirat kelak, tetapi terlebih dahulu menyiksa kita di dunia melalui, hati yang gersang, jiwa yang gelisah, sulitnya menerima nasihat, tidak lezatnya ibadah, dan kehilangan semangat amal salih.

Musibah Duniawi: Pintu Rahmat Tersembunyi

Menariknya, tidak semua musibah adalah petaka. Bahkan, musibah duniawi kadang justru menjadi wasilah kesadaran dan pintu ketaatan. Sakit bisa membuat kita kembali mengingat Allah. Kegagalan bisa menyadarkan kita akan kelemahan diri. Kehilangan bisa membangkitkan rasa tawakal dan pasrah.

Ibnu ‘Athaillah berkata:
"Boleh jadi engkau mendapatkan manfaat dari musibah yang tidak engkau dapatkan dari ibadah."

Artinya, musibah dunia bisa menjadi nikmat tersembunyi bila ia membawa kita lebih dekat kepada Allah. Namun sebaliknya, dosa adalah musibah hakiki karena ia menjauhkan kita dari-Nya, meskipun kita sehat, kaya, dan sukses di mata manusia.

Mengukur Bahaya Dosa dalam Tiga Aspek

1. Bahaya Spiritual (Ruhaniyah)

Dosa menjauhkan kita dari munajat. Ia membuat air mata kering ketika sujud, menghilangkan kelezatan dalam dzikir, bahkan membuat kita malas membaca Al-Qur'an. Hati yang mati adalah akibat paling fatal dari dosa.

2. Bahaya Sosial

Dosa membawa kehancuran masyarakat. Ketika kejujuran diganti dengan dusta, amanah diganti dengan khianat, dan kasih sayang berubah menjadi kerakusan, maka bencana sosial pun menyebar. Dalam Al-Qur'an, Allah telah menyebutkan:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia..." (QS. Ar-Rum: 41).

3. Bahaya Akhirat

Inilah puncaknya jika dosa tidak segera ditaubati, ia menjadi bara dalam neraka. Yang lebih menakutkan, Allah akan menghalangi pelakunya dari melihat wajah-Nya kelak di surga. Adakah petaka yang lebih mengerikan daripada tidak bisa melihat Allah?

Taubat: Jalan Keluar dari Petaka

Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan diri dari petaka akibat dosa adalah taubat yang tulus. Bukan hanya mengucapkan istighfar secara lisan, tetapi menyesali dengan hati yang hancur dan bertekad tidak mengulanginya.

Allah berfirman:
"Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." (QS. An-Nur: 31).

Dalam taubat terdapat kehidupan baru, seperti seorang bayi yang kembali bersih. Bahkan, Allah bisa mengganti dosa dengan pahala bagi orang yang benar-benar bertaubat. Luar biasa kasih sayang-Nya.

Refleksi: Jangan Sepelekan Dosa Kecil

Dosa kecil yang dilakukan terus-menerus, tanpa rasa takut dan istighfar, bisa berubah menjadi dosa besar di sisi Allah. Dan petaka sesungguhnya adalah ketika kita mulai memaklumi dosa, atau bahkan menikmatinya.

Renungkanlah sabda Rasulullah ﷺ:
"Seorang mukmin melihat dosanya seolah-olah ia berada di bawah gunung yang akan menimpanya. Sedangkan orang fajir melihat dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, lalu ia usir begitu saja."
(HR. Bukhari).

Penutup: Kembali kepada Allah Sebelum Terlambat

Wahai jiwa-jiwa yang mencari kedamaian, jangan anggap ringan dosa, jangan tertipu oleh kenyamanan dunia, jangan sampai Allah murka, lalu mencabut hidayah dari hati kita karena itu adalah petaka sejati. Hidup tanpa iman, mati dalam kelalaian.

Mari kita istighfar bersama.
 اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوبُ إِلَيْكَ
"Ya Allah, kami memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu."

Semoga kita dijauhkan dari petaka ruhani, dari dosa-dosa yang membutakan hati, dan dari kebinasaan yang tak terasa.

Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku gizi spiritual. Dosen pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update