TintaSiyasi.id -- Air merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu. Air juga merupakan sumber kehidupan bagi manusia yang amat berpengaruh bagi kesehatan dan keberlangsungan hidup. Namun sayangnya belum lama ini ditemukan sebuah pabrik air dalam kemasan galon merek LeMinerale yang dipalsukan.
Polisi menangkap seorang tersangka berisnisial SST (41 tahun) yang merupakan pemilik dari Depot Air Wijaya Tirta yang beralamat di Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Pelaku melakukan hal tersebut dengan membeli label merek melalui daring dan mengisi galon bekas dengan air tanah seadanya tanpa pengolahan yang sesuai. Setelah diselidiki, ternyata air galon yang dipalsukan mengandung bakteri Coliform dan Pseudomonas aeuginosa yang dapat membahayakan kesehatan.
Dalam sehari mereka bisa menghasilkan 50 galon air LeMinerale palsu dan didistribusikan ke beberapa warung yang ada di sekitar Kabupaten Bekasi. Menurut penuturan tersangka, pemalsuan ini sudah berlangsung selama 2 tahun dengan meraup keuntungan sebanyak 70 juta rupiah. Saat ini tersangka ditahan dipenjara dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara atau denda 4 milliar. (Tempo.co, 24/05/2025)
Ternyata Depot Air Wijaya Tirta yang sudah beroperasi selama itu tidak memiliki izin operasional yang semestinya. Termasuk kedalam pelanggaran izin usaha. Polres Metro Bekasi mengatakan bahwa pelaku menggunakan berbagai galon bekas bermerek dan tutupnya yang terlihat tidak bersegel serta berbeda dari aslinya. Sehingga bisa dibedakan mana yang asli atau palsu. (Tempo.co, 31/05/2025)
Sudahlah pernah mengalami krisis air bersih, kini warga Bekasi dihadapkan dengan penipuan air galon kemasan yang biasa digunakan untuk mereka minum. Padahal, masyarakat perlu mengeluarkan biaya untuk memperoleh air sebagai kebutuhan pokok mereka.
Parahnya lagi, Indonesia dicap sebagai negara ketiga setelah Timor Leste dan Laos dengan sanitasi air minum terendah ketiga di ASEAN. Menurut data Environmental Performance Index 2022, kualitas sanitasi dan air minum Indonesia hanya mengumpulkan skor 28,5. Untuk kawasan ASEAN, angka ini hanya lebih baik dibandingkan Timor Leste dengan skor 26 dan Laos dengan skor 26,6. Meskipun Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak sumber airnya, namun ternyata hal ini tak berpengaruh bagi daerah perkotaan yang memiliki indeks kualitas air minumnya tidak layak.
Seperti yang dikatakan Deputi Bidang kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Beliau menjelaskan daerah perkotaan yang padat penduduknya memiliki tantangan tersendiri. Karena jarak antara septic tank dan sumber air minimal berjarak 10 meter. Jika kurang dari itu sumber air tanah akan terjangkiti bakteri. (katadata.co.id, 13/3/2025)
Serangkaian kasus di atas menjadi teguran bagi pemerintah dalam pengawasan kebutuhan pokok masyarakat. Masyarakat harus mengeluarkan uang untuk minum dan kebutuhan mereka setiap hari, tetapi juga harus mengalami penipuan. Padahal pemenuhan dan pengawasan kebutuhan pokok adalah tugas pemerintah. Abainya pemerintah dalam pengawasan tentunya berakibat fatal dan sangat merugikan masyarakat.
Pengawasan atas izin usaha dan pendataan usaha rakyat pun harusnya mendapat perhatian lebih. Agar tidak terjadi lagi kecurangan yang dilakukan oknum pengusaha. Selain itu, yang harus dilakukan pemerintah atas kasus air minum yang tidak layak adalah pengawasan ketat terhadap kesehatan masyarakat serta standar dalam pengawasan makanan dan minuman pun perlu lebih ditingkatkan kembali.
Air yang menjadi sumber kehidupan dan kebutuhan pokok masyarakat sepatutnya dikelola dengan baik oleh negara. Sebagai negara dengan kepulauan, dengan airnya yang berlimpah, Indonesia disebut juga sebagai negara dengan tingkat curah hujan tertinggi di dunia. Sebab Indonesia terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Juga memiliki hutan hujan yang luas. Hal ini tentunya harusnya membuat Indonesia mampu memiliki sumber air yang memadai dan layak untuk dikonsumsi.
Lalu faktor apakah yang menyebabkan Indonesian dicap sebagai negara dengan sanitasi air minum terendah ketiga di ASEAN?
Pertama. Pencemaran DAS (daerah aliran sungai). Hal ini adalah dampak dari buruknya tata kelola lingkungan, industrialisasi dan perilaku buruk masyarakat. Tak jarang diperkotaan ditemukan sungai-sungai yang tercemar. Baik karena limbah pabrik maupun karena sampah. Sedangkan air sungai dan air tanah adalah sumber air yang sering dimanfaatkan masyarakat.
Kedua. Alih fungsi lahan. Hal ini juga membuat daerah resapan air menjadi rusak. Yang harusnya tanah menjadi resapan terbaik namun karena padatnya permukiman atau semula rawa menjadi permukiman atau lingkungan industri menjadikan air tidak dapat meresap dengan baik.
Ketiga. Pengelolaan yang salah. Tata kelola permukiman yang salah menjadikan sumber air tanah terlalu dekat dengan septic tank sehingga air tanah yang dipakai akan tercemar bakteri. Selain itu, pengelolaan air yang dilakukan swasta menjadi berdampak buruk bagi rakyat. Karena air yang sumbernya melimpah ini jika dikelola swasta hanya akan menguntungkan sebagian kecil rakyat saja. Air seharusnya dikelola oleh negara bukan swasta.
Islam Mengatur Soal Pengelolaan Air sebagai Sumber Daya Alam
Dalam Islam, pemerintah wajib memastikan ketersediaan dan distribusi air bersih secara merata. Pengelolaan air sebagai sumber daya alam yang terus mengalir harus dikelola dengan baik oleh pemerintah. Air yang digunakan untuk kebutuhan dasar seperti minum, memasak, makan, mencuci, mandi dll., amat perlu diperhatikan kesediaannya oleh pemerintah. Sehingga rakyat tak perlu khawatir akan hal tersebut.
Air adalah harta kepemilikan umum, sehingga pengelolaan air oleh individu atau swasta dilarang dalam Islam. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, yang mengatakan : “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim, sebab hal itu akan merugikan mereka."
Maksudnya, sumber daya yang melimpah pengelolaannya diberikan kepada negara, agar manfaatnya dapat merata dan tersalurkan dengan baik. Namun yang terjadi pada negara dengan menganut sistem kapitalis sekuler saat ini, membuat pihak swasta atau siapa saja bisa mengelola barang tambang yang keuntungannya hanya dirasakan oleh sebagian orang. Tak jarang masyarakat hanya mendapati kerugian.
Dalam pengelolaan sumber daya alam, khilafah bisa bekerjasama dengan swasta atau masyarakat dalam hal kontrak ijarah atau sewa jasa. Masyarakat dapat dilibatkan sebagai buruh yang tidak memiliki wewenang untuk menguasai.
Pengelolaan sumber daya yang dilakukan pemerintah dalam sistem Islam tentunya akan memberikan maslahat bagi masyarakat.
Pengawasan yang dilakukan bertujuan agar tidak terjadinya mudhorot dalam pemanfaatannya dan terhindar dari kecurangan yang dilakukan individu. Jika terjadi kecurangan, tentunya hukum Islam mampu mengurai masalah ke akarnya. Dalam sistem Islam terdapat Qadhi hisbah yang bertugas keliling melakukan pengawasan dan penindakan langsung di tempat secara proaktif (jemput bola), menyelesaikan kasus dengan cepat tanpa duduk di ruang sidang dan selalu didampingi Syurthoh (aparat). Dengan hukuman yang tegas dan cepat diharapkan tak ada kasus serupa yang terjadi kemudian.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ayu Ummu Zahwa
Aktivis Muslimah