Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pelajaran Penting di Balik Berlayarnya Kapal Medleen

Selasa, 17 Juni 2025 | 05:07 WIB Last Updated 2025-06-16T22:07:48Z

TintaSiyasi.id -- Gaza, sampai saat ini masih dalam cengkeraman kezaliman penjajah Zionis Yahudi. Genosida masih berlangsung dan terus menambah berat beban penderitaan penduduk Gaza. Sudah tak ada lagi rumah sakit yang beroperasi, sudah tak ada lagi makanan yang bisa dihidangkan, sudah tak ada bantuan yang bisa masuk ke dalam wilayah Gaza.

Seluruh perhatian dunia mengarah kepada Gaza, lautan manusia memenuhi jalan-jalan ibukota, rakyat menyuarakan pembelaan terhadap Gaza, menyuarakan pelanggaran HAM atas penduduk Gaza. Namun tak solusi tak kunjung terwujud, para penguasa hanya mengecam tak bertindak, jangankan penguasa negeri kafir, para penguasa negeri Muslimm pun hanya mengecam tanpa melakukan tindakan berarti.

Dari keprihatinan inilah Kapal Medleen mencoba berlayar dengan tujuan mengantarkan bantuan untuk penduduk Gaza. Kapal Madleen merupakan bagian dari Koalisi Freedom Flotila, yakni sebuah aliansi internasional yang terdiri dari para aktivis dan kelompok yang berdedikasi menentang blokade maritim atas Gaza. Bantuan yang dibawanya meliputi susu bayi, tepung, beras, popok, perlengkapan sanitasi, alat penjernih air, obat-obatan, kruk, dan kaki palsu anak-anak.

Pada 1 Juni 2025, Kapal Madleen yang berlayar dari Pelabuhan San Giovani Li Cuti di Catania, Pulau Sisilia, Italia Selatan. Sekitar 12 orang ikut serta dalam pelayaran tersebut yakni 11 aktivis dan seorang jurnalis. Di antara mereka ada seorang aktivis iklim dari Swedia bernama Greta Thunberg, seorang anggota Parlemen Eropa, Rima Hassan yang berdarah Palestina-Prancis dan jurnalis Al-Jazeera Mubasher dari Perancis, Omar Fajad. Adapula aktivis lainnya yaitu Yasemin Acar asal Jerman, Baptise Andre, Pascal Maurieras, Yanis Mhamdi dan Reva Viard dari Perancis. Thiagi Avila dari Brazil, Suayb Ordu dari Turki, Sergio Toribio dari Spanyol dan Marco Van Rennes dari Belanda.

Sesungguhnya para aktivis tersebut sadar betul, ini adalah misi yang sangat berbahaya, karena sebelumnya Koalisi Freedom Fortila telah mengirim kapal Consiesnce yang sebenarnya dirahasiakan keberangkatannya namun dicegat dan diserang oleh kendaraan udara tak berawak milik militer Israel pada 2 Mei lalu. 

Pihak Israel melalui Menteri Pertahanannya, Israel Katz, sebelumnya telah mengancam Freedom Flotilla, dengan mengumumkan bahwa ia menginstruksikan militer Israel untuk "melakukan apa pun yang diperlukan" guna mencegah Madleen mencapai pantai Gaza.

Begitu juga, juru bicara militer Israel, Effie Defrin, dalam jumpa pers mengatakan, persiapan sedang dilakukan untuk mengambil tindakan terhadap kapal bantuan yang menuju warga Palestina yang dilanda kelaparan di Gaza di bawah pemboman Israel.

Misi Kapal Madleen memang bukan semata mengirimkan bantuan, para aktivis ini tahu betul pihak Israel akan beraksi terhadap pelayaran ini. Betul saja Kapal Madleen dicegat dan diserang di lepas pantai, pencegatan tersebut terjadi di perairan internasional, hal yang diperdebatkan oleh banyak pemerintah yang menganggap blokade Israel ini adalah ilegal. Para aktivis yang berada dalam Kapal Madleen pun “diamankan” oleh pihak militer isreal untuk diinterogasi.

Dengan adanya pencegatan ilegal, penyerangan dan penahanan para aktivis dalam pelayaran ini, memicu amarah masyarakat dunia, khususnya masyarakat Eropa, mereka mengecam tindakan pelanggaran hukum internasional tersebut. Sehingga terjadi unjuk rasa besar-besaran di lima kota besar di Perancis, begitu pun di Swedia, Belanda dan Jerman. Mereka menuntut keadilan atas tindakan blokade ilegal yang dilakukan Israel, dan juga atas kejahatan internasional yang sudah mereka lakukan selama ini.

Tentunya inilah yang diharapkan oleh para aktivis di Kapal Madleen. Mereka tahu pasti, sangatlah kecil kemungkinan bantuan ini bisa sampai ke Gaza. Namun mereka yakin, misi pelayaran ini akan membuka mata dunia atas tindakan ilegal Israel dan berharap pemerintah mereka tidak berdiam diri dan akan membela para aktivis ini. 

Lalu di mana penguasa negeri-negeri Muslim? Para penguasa negeri-negeri Muslim hanya berdiam diri dan tidak mengambil tindakan apa pun. Sungguh miris, ketika 12 orang aktivis berlayar dengan Kapal Madleen mereka sadar betul nyawa bisa menjadi taruhannya, namun atas dasar jiwa kemanusiaan dan perasaan mereka yang muak akan ketidakadilan inilah yang menggerakan mereka untuk berusaha menembus blokade militer Israel.

Bagaimana dengan kita hari ini, sebagai umat Muslim yang seharusnya satu tubuh, malah menelantarkan saudaranya dalan penderitaan yang berlarut-larut. Seharusnya kaum Muslim merasa malu dengan keberanian para aktivis tersebut yang betul-betul tergerak hatinya untuk membantu Gaza. 

Bahkan disinyalir presiden Amerika pada awal Mei lalu berkunjung ke timur tengah dengan dalih perjalanan bisnis. Berusaha melobi para penguasa negara timur tengah untuk membangun kerja sama politik dan ekonomi. Dan lucunya penguasa negara timur tengah ini seolah menggelar karpet merah untuk presiden Amerika yang jelas-jelas mendukung genosida di Gaza.

Begitu pun dengan pernyataan Presiden Indonesia yang mengatakan akan mengakui kedaulatan negara Israel dan membangun hubungan diplomatik dengan negara tersebut, dengan syarat asal Israel memberikan kemerdekaan kepada Palestina. 

Meski seandainya mereka tidak terikat dengan kesatuan akidah, setidaknya di mana rasa kemanusiaan kalian wahai para penguasa? Sungguh hilangnya kesadaran umat saat ini dari kenyataan bahwa umat Muslim seharusnya dipersatukan oleh ikatan akidah, bukan terpisah dalam sekat-sekat wilayah kenegaraan dan membuat umat Muslim menjadi lemah. Ikatan akidah ini harusnya mampu menjadi sebuah pemicu, menjadi landasan untuk membela dan menolong penduduk Gaza yang notabene adalah saudara kita sendiri.

Oleh karena itu Genosida di Gaza dan segala isu di Palestina hanya bisa diselesaikan dengan persatuan umat Muslim dalam naungan Daulah Khilafah. Dengan adanya persatuan, maka umat Muslim akan menjadi kuat, dan dengan adanya khilafah, kaum Muslimim mampu melaksanakan jihad fii sabilillah dengan mengirimkan kekuatan militernya untuk melawan entitas Yahudi dan menyelesaikan permasalahan di Palestina.

Sudah saatnya umat Muslim bangun dari tidur panjangnya, untuk bersatu-padu mnedakwahkan Islam kaffah dan senantiasa mengusahakan kembalinya Daulah Islam di muka bumi.[]


Dian Salindri
(Anggota KMM Depok)

Opini

×
Berita Terbaru Update