TintaSiyasi.id -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H., mengatakan lembaga perserikatan bangsa-bangsa menjadi alat legitimasi penjajahan, genosida bahkan tidak dapat menciptakan perdamaian.
"Mempertanyakan kembali dari keberadaan PBB kenapa? Pertama, karena PBB menjadi alat legitimasi penjajahan, perampokan, dan genosida bahkan tidak dapat menciptakan perdamaian," ungkapnya di akun TikTok chandrapurnairawan, Selasa (10/6/2025).
Sebagai contoh, lanjut dia orang Yahudi yang bermigrasi datang ke Palestina lalu merebut tanah Palestina kemudian mendirikan negara diatas tanah Palestina, tetapi PBB mengakui keberadaan negara itu diatas tanah Palestina. Dengan Zionis Israel menjadi anggota PBB, berarti PBB mengakui keberadaan penjajahan itu.
"PBB juga tidak dapat menghentikan genosida. PBB hanya menjadi alat legitimasi bagi negara-negara Barat seperti AS sebagai pemegang hak veto. Ketika terjadi genosida kita lihat diberbagai media PBB tidak dapat menghentikan itu karena Barat dan AS tidak menghendaki adanya PBB melakukan tindakan itu," tegasnya.
Ia mengatakan, semestinya PBB memberikan sanksi kepada AS atau negara-negara Barat lainnya, karena turut mendukung pembantaian, genosida, tetapi lagi-lagi PBB tidak memiliki kekuatan yang berbeda dengan kepentingan.
"PBB hanya memiliki kekuatan ketika yang dihadapi adalah negara-negara berkembang Afrika, Asia, ataupun negeri Timur Tengah yang sejalan dengan kepentingan AS dan kepentingan Barat maka PBB memiliki kekuatan, tetapi ketika berhadapan Barat dan AS PBB seolah-olah tidak memiliki kekuatan apapun untuk menghentikan," cecarnya.
Sementara itu, ditinjau secara sejarah PBB terinspirasi dari the holy alliance aliansi suci di Eropa pada 1815 di Paris perjanjian politik dibuat ketika Napoleon Bonaparte mengalami kekalahan perang waktu itu ditanda tangani oleh tiga negara yaitu Rusia, Austria, Prusia, waktu itu mengenal perjanjian politik untuk menciptakan stabilitas di Eropa.
"Perjanjian politik ini kemudian akhirnya menjadi kebiasaan hukum internasional yang dapat menilai negara mana yang dianggap bertentangan kemudian PBB seolah-olah menjadi polisi dunia dengan kedudukan polisi dunia menilai negara mana yang bertentangan dengan hukum internasional atau pun tidak, padahal negara mana yang bertentangan dengan kepentingan mereka," pungkasnya. [] Alfia Purwanti