TintaSiyasi.id -- Latar Belakang
Sepanjang tahun 2022 beberapa tahun lalu, dunia sempat dikejutkan dengan adanya invasi Negara Rusia menyerang negara tetangganya Ukraina. Dunia sempat khawatir, perang Rusia Vs. Ukraina memunculkan opini perang dunia ke-3. Bagaimana tidak, hampir seluruh persenjataan berat Rusia seperti rudal balistik, pasukan darat, udara dan laut dengan persenjataan canggih dipertontonkan kepada dunia menyerang Ukraina. Begitu juga Ukraina, meski negaranya tidak sebesar Rusia tapi nyali yang tinggi dalam meladeni pertempuran tersebut. Hampir seluruh persenjataan Ukraina pun dikeluarkan semua termasuk warisan persenjataan eks Uni Soviet.
Meski saat ini kondisi terakhir masih terjadi saling serang antara Rusia dan Ukraina, dan bersifat sporadis. Namun kedua negara masih dalam status berperang. Sebelumnya baik Rusia maupun Ukraina, berada dalam satu negara bernama Uni Soviet. Namun begitu Uni Soviet bubar atau hancur, setelah melakukan perang dingin dengan Amerika Serikat (AS) di awal tahun 1990-an. Akhirnya negara-negara yang tergabung dalam eks Uni Soviet memerdekakan diri, termasuk Ukraina yang merdeka tanggal 24 Agustus 1991.
Berkembangnya keingianan Ukraina yang ingin masuk menjadi anggota Nato, ternyata sangat mengkhawatirkan bagi Rusia. Di mana saat ini kedekatan Ukraina berhubugan dengan Negara Eropa Barat yang tergabung dalam NATO yang dipimpin AS. Rusia merasa keamanan negaranya terancam, dikarenakan negara-negara Eropa Timur yang dulu tergabung dalam pertahanan Fakta Warsawa di bawah komando Uni Soviet, sebagiannya kini bergabung dengan NATO. Ukraina kemudian menginginkan bergabung dengan Fakta Pertahanan NATO. Sehingga memicu ketegangan dengan Rusia. Bahkan Rusia akhirnya melakukan invasi/penyerangan pada tanggal 21 Februari 2022 lalu. Sebelumnya Rusia, sudah menurunkan pasukan ke Ukraina sejak bulan Nopermber 2021.
Dalam invasi ini, Rusia mengancam kepada Ukraina agar tidak bergabung denga NATO. Tapi ancaman itu tidak digubris, bahkan siap menghadapi serangan Rusia. Tentu saja AS dan Negara Eropa Barat seperti Inggris. Perancis, Jerman, dll yang tergabung dalam NATO, tidak membiarkan Ukraina jatuh ketangan Rusia. Maka lewat NATO, diam diam seluruh persenjataan canggih milik AS dan NATO dikirim ke Ukraina agar mampu menahan serangan Rusia. Meski demikian Putin Presiden Rusia akan mengancam Negara yang tergabung dalam NATO. Tidak kalah seru ternyata negara Tiongkok dan Korea Utara menyatakan dukungan terhadap Rusia. Bahkan kedua negara tersebut, akan mendukung penuh dengan persenjataan dan pasukan. Dari dukungan Tiongkok dan Korea Utara, maka munculah kekhawatiran apabila menjadi perang besar dan terbuka yang melibatkan negara-negara besar tersebut, muncul kekhawatiran kan terjadinya Perang Dunia ke-3 atau dikhawatirkan munculnya Perang Nuklir.
Konstelasi Negara Adidaya Dalam Pertarungan Internasional
Merujuk pada buku mafahim siyasi, yang dimaksud dengan konstelasi Internasional yaitu (al-mauqif al-duali) berbeda dengan memahami politik seiap negara. Sebab memahami politik setiap negara yang berpengaruh itu berkaitan dengan pemahaman tentang fikrah dan thariqah yang menjadi asas politik negara itu.
Amerika Serikat sebagai kekuatan negara adidaya saat ini, tentunya akan merasa selalu ikut campur dalam semua permasalahan dunia. Bahkan Amerika Serikat sejak keruntuhan Uni Soviet, tidak ada yang menandingi pengaruhnya dalam konstelasi dunia Internasional, termasuk ikut campur dalam masalah Rusia dan Ukraina. Amerika Serikat lewat Nato, berupaya membantu Ukraina dengan persenjataan beratnya agar mampu menandingi kekuatan persenjataan Rusia. Maka tidah heran, sampai saat ini Rusia belum berhasil menguasai Ukraina. Serangan-serangan meski sudah menggunakan persenjataan berat seperti rudal balistik dan jet tempurnya berhasil dipatahkan oleh Ukraina.
Peperangan Rusia dan Ukraina seiring waktu berjalam hingga saat ini hanya menghasilkan serangan yang sifatnya sporadis. Dan ini menggambarkan bahwa Rusia, tidak setangguh ketika masih menjadi negara Uni Soviet. Tapi Rusia saat ini, meski persenjataan berat termasuk persenjataan nuklir dimilikinya masih disegani negara lain. Tapi tingkat pengaruh internasionalnya, sudah kalah jauh dari Amerika Serikat.
Dalam kunjungan baru-baru ini, Donald Trump ke negara – negara Arab termasuk Arab Saudi, disambut bagaikan Raja Besar yang meriah oleh para raja-raja Arab yang menjadi anteknya. Sebagai jaminan perlindungan kepada mereka, Amerika Serikat berhasil membawa pulang ribuan triliun dari mereka.
Konstelasi dunia sampai saat ini masih dipengaruhi oleh Amerika Serikat, termasuk melindungi Israel dari kecaman dunia internasional. Saat dunia mengutuk kebrutalan dan kebiadaban Israel, dalam melakukan serangan genosida yang sangat biadab. Amerika Serikat lah yang tampil mendukung Israel, dalam melakukan terhadap Hamas dan Palestina. Bahkan Donald Trump menginginkan agar penduduk Gaza di pindahkan dari Palestina. Kemudian Palestina akan dijadikan kota wisata dunia.
Begitu pun halnya dengan Ukraina, tanpa campur tangan Amerika Serikat dan Nato lewat persenjataan miiternya. Mungkin Ukraina sudah diambil alih Rusia, yang secara persenjataan jauh lebih kuat.
Persaingan Negara Adidaya
Menyikapi dan menelaah terjadi Invasi Rusia kepada Ukraina, dan terlibatnya AS dan Eropa Barat yang tergabung dalam Fakta Pertahanan NATO, seperti Inggris, Perancis, jerman, dll. Maka kita coba menganalisa apa saja yang akan terjadi dalam konstelasi Internasional dan adanya persaingan negara adidaya.
Adapun masalah kemitraan internasional yang disebutkan di dalam pertanyaan, itu berarti, menurut Amerika, bahwa negara-negara besar melayani kepentingan Amerika dengan imbalan persetujuan Amerika untuk memberikan sesuatu yang diputuskan Amerika dari rampasan internasional. Misalnya, Rusia setuju untuk melayani kepentingan Amerika di Suriah, sehingga terjadi intervensi militer Rusia pada tahun 2015. Rusia pun muncul sebagai negara besar dan reputasi “veto” Rusia di Dewan Keamanan menjadi dikenal. Dan ini merupakan rampasan internasional yang tidak kecil.
Kemudian Amerika ingin mengalihkan pelayanan-pelayanan Rusia kepada Amerika ke telaga Cina melawan Korea Utara dan melawan Cina, tetapi Rusia menolak. Dan ketika Amerika yakin dengan penolakan Rusia, Amerika mulai mengerdilkan peran Rusia yang tampak dominan di Suriah dan menyulitkan Rusia dalam banyak masalah seperti perang Azerbaijan dan Armenia dan banyak perkara lainnya. Ini adalah pemikiran Amerika.
Washington tidak berpikir untuk berbagi pengaruh dengan siapa pun. Melainkan, Amerika berpikir untuk melibatkan negara-negara yang disebut negara besar bersamanya untuk membantunya mencapai kepentingan-kepentingan Amerika di seluruh dunia dengan imbalan beberapa rampasan internasional yang Amerika setuju untuk memberikannya ke negara ini atau itu.
Inilah pemikiran Amerika dengan Cina, dengan Rusia dan dengan negara-negara Eropa. Di antara hal itu, hari ini Amerika memperluas peran Jerman di Eropa Timur dalam menghadapi Rusia. Tetapi semua itu di bawah pengawasan dan perencanaan kepemimpinan Amerika. Seandainya Jerman memutuskan keluar dari kepemimpinan Amerika dan dari perencanaan Amerika, dan bekerja sendiri maka Amerika akan mulai menyulitkan Jerman. Ini adalah logika yang mendominasi pemikiran orang-orang Amerika.
Adapun ucapan yang ada di pertanyaan, “kenapa Amerika Serikat tidak menjatuhkan sanksi-sanksi terhadap India ketika India setuju mengimpor minyak dari Rusia?”
Jawabnya Amerika tidak menjatuhkan sanksi terhadap India karena hal itu mengancam nasib agen-agennya di India dengan kepemimpinan Modi dan partainya Bharatiya Janata. Maka Amerika tidak menentang pembelian India atas minyak dan gas dari Rusia karena Amerika tidak mampu menyediakan alternatif untuk India. Jika India menghentikan pembeliannya untuk sumber-sumber energi dari Rusia sebagaimana yang terjadi di Jerman maka harga-harga akan berlipat ganda di India, dan ini satu hal yang tidak dapat ditanggung oleh orang-orang di India. Dan berikutnya hal itu akan mempengaruhi pemerintahan Modi yang pro Amerika dan berikutnya menjatuhkannya. Dan itu merupakan kesempatan yang ditunggu oleh agen-agen Inggris di partai Kongres India yang masih tetap kuat di India. Bahkan Amerika mengizinkan India melanjutkan pembelian senjata dari Rusia sebagaimana yang biasa sejak masa Partai Kongres yang memerintah India pada mayoritas jangka waktu sejak berdirinya India tahun 1947 sampai tahun 1998. Lalu datang partai Bharatiya Janata untuk pertama kalinya dan memerintah India sampai tahun 2004. Dan berikutnya Partai Kongres kembali memerintah India sampai tahun 2014. Setelah itu, Partai Bharatiya Janata kembali ke pemerintahan sampai hari ini. Dan keberhasilannya di atas konsesi yang diberikan oleh penguasa boneka Pakistan, yang diperintahkan oleh Amerika, terutama di Kashmir, yang memperkuat popularitas partai Bharatiya Janata ini. Karena itu ketika India membeli rudal S-400 dari Rusia, Amerika tidak menjatuhkan sanksi seperti yang dijatuhkan terhadap Turki. Bahkan Amerika membebaskan India dari sanksi dalam kerangka Undang-Undang Kontra Musuh Amerika (Combating America's Enemies Act), yang dikenal dengan akronimnya “CATSA”, di mana Dewan Perwakilan Rakyat AS menyetujui pengecualian sebagai bagian dari persetujuannya terhadap anggaran Kementerian Pertahanan Amerika untuk tahun 2023 pada 14/7/2022, dengan klaim bahwa “pembebasan dari sanksi akan memperkuat hubungan pertahanan antara Amerika Serikat dan India” (Anadolu, 16/7/2022).
Hal itu dianggap sebagai standar ganda yang mencolok karena sanksi dijatuhkan terhadap Turki untuk tujuan ini dalam kerangka undang-undang ini, sementara sanksi yang sama tidak dijatuhkan terhadap India. Hal itu menunjukkan bahwa Amerika takut kehilangan pengaruhnya di India dengan jatuhnya agen-agennya di Partai Bharatiya Janata jika semisal sanksi tersebut dijatuhkan terhadap India dan India dilarang membeli sumber daya energi dari Rusia. Sementara hal itu tidak berpengaruh terhadap Erdogan dan pemerintahannya, yang beredar di orbit Amerika, bahkan justru meningkatkan popularitas Erdogan dan menutupi hubungannya dengan Amerika.
Bagaimana dengan Negeri Muslim?
Negara-negara Muslim, di mana penduduknya mayoritas beragama Islam dewasa ini dalam persaingan konstelasi Internasional, hampir dibilang tidak ada lagi peran yang dapat mempengaruhi keputusan keputusan internasional. Karena hakekat negara muslim saat ini hanyalah negara-negara pengekor dimana penguasa adalah merupakan antek atau kaki tangan dari negara besar seperti AS, Inggris, Perancis, Rusia dan juga China. Sehingga tidak memliki peran sebagai Negara kuat, seperti ketika masih ada negara Khilafah Islamiyah di masa lalu.
Kehidupan kaum Muslim saat ini, di berbagai negara di mana hidup menjadi minoritas, tentunya tidak sebanding dengan kehidupan non-Muslim yang pernah hidup ketika Daulah Khilafah Islam pernah tegak terlindungi seluruhnya. Tetapi, sangat berbeda bagi kaum muslim yang hidup sebagai minoritas di negara-negara Barat atau pun Timur.
Dari kondisi di atas, maka tidak ada yang lebih layak solusi permasalahan yang dihadapi negeri-negeri Muslim agar menjadi penentu keputusan keputusan yang bersifat internasional, kecuali dengan Khilafah Islam. Yakni tegaknya syariah dan khilafah, yang akan kembali menegakan keadilan di muka bumi ini. Karena sistem pemerintahan Islam, Khilafah Islamiyah telah terbukti selama hampir 13 abad yang lalu dan hamper 2/3 dunia di bawah keaguangan Islam dengan penuh keadilan dan kesejahteraan. []
Oleh: Kasid Taryo
Pemerhati Masalah Politik Internasional
Referensi:
Media Umat
Buletin Kaffah
Mafahim Siyasi
Tanya Jawab Amir Hizb – dan Alwaie