Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Nama Baik Akan Abadi: Jalan Menuju Kehidupan yang Bermakna

Rabu, 25 Juni 2025 | 09:46 WIB Last Updated 2025-06-25T02:46:54Z

TintaSiyasi.id -- "Banyak orang yang telah meninggal, tapi nama baik mereka tetap kekal. Dan banyak orang yang masih hidup, tapi seakan mereka orang mati yang tak berguna."
— Imam Syafi'i

Mukadimah: Hidup Bukan Sekadar Bernapas

Hidup bukanlah sekadar tentang detak jantung atau tarikan napas. Ada kehidupan yang lebih agung daripada sekadar eksistensi biologis: yaitu kehidupan maknawi—hidup yang meninggalkan jejak, yang harum dikenang bahkan setelah jasad tak lagi menapak bumi.

Imam Syafi’i, salah satu imam besar yang namanya harum sepanjang zaman, memberikan peringatan sekaligus motivasi yang begitu dalam: ada orang yang wafat, namun namanya hidup abadi karena kebaikan, ilmu, dan warisan amalnya. Sebaliknya, ada pula yang masih hidup, namun tidak memberikan manfaat apa pun; mereka hidup dalam diam, tanpa cahaya, tanpa kontribusi—seolah mati dalam hidupnya.

Menjadi Sosok yang Layak Dikenang

Nama baik tidak dibentuk dalam sehari. Ia lahir dari keistiqamahan dalam amal, kejujuran dalam laku, ketulusan dalam memberi, serta kesabaran dalam menghadapi luka dan ujian. Orang-orang yang namanya harum, bukanlah mereka yang mengejar popularitas, melainkan yang mengejar ridha Tuhan dan kebermanfaatan bagi sesama.

Bayangkan para ulama, guru, pejuang, dan tokoh kebaikan—mereka telah wafat, tetapi ucapan dan amal mereka tetap hidup. Mereka menanam kebaikan, dan kini memanen keabadian. Mereka tidak hanya hadir dalam buku sejarah, tetapi dalam hati manusia.

Apa Warisanmu untuk Dunia?

Setiap insan akan meninggalkan dunia, tetapi tidak semua akan meninggalkan warisan makna. Sebagian hanya meninggalkan tumpukan harta, sementara yang lain meninggalkan teladan dan inspirasi. Yang satu terlupa dalam hitungan hari, yang lainnya dikenang sepanjang masa.

Maka tanyakan pada dirimu:

Apa yang akan dikenang orang setelah aku tiada?

Apakah aku telah memberi manfaat, walau hanya satu kata baik, satu senyuman ikhlas, atau satu uluran tangan yang menenangkan?

Kematian yang Membangunkan, Kehidupan yang Membangunkan

Paradoks yang disampaikan Imam Syafi’i menyentak kita: ada yang mati tapi menghidupkan, ada yang hidup tapi mematikan. Kehidupan sejati adalah yang menggerakkan, menyinari, dan menyuburkan. Maka jangan biarkan dirimu menjadi mayat hidup—berjalan tanpa tujuan, sibuk tanpa makna, hadir tapi tak terasa.

Wujudkan kehidupan yang bermanfaat dengan:

1. Membangun karakter mulia – adab yang luhur lebih utama daripada hanya cerdas.

2. Menebar manfaat – gunakan apa yang kau punya untuk meringankan beban sesama.

3. Menjaga integritas dan kejujuran – itulah fondasi dari nama baik.

4. Mendidik diri dan orang lain – karena ilmu adalah warisan abadi.

5. Meningkatkan kualitas ibadah dan ketaatan – karena hubungan dengan Allah-lah yang menguatkan nama baik di dunia dan akhirat.

Kesimpulan: Pilih Menjadi Cahaya

Tidak ada manusia yang sempurna, tapi setiap manusia diberi peluang untuk bermakna. Maka pilihlah untuk menjadi cahaya. Jika tidak bisa seperti matahari yang menyinari dunia, jadilah lilin kecil yang setidaknya menerangi sekelilingnya.

Jangan tunggu mati untuk dikenang. Jadikan hidupmu sebagai ladang pahala, tempat tumbuhnya amal, dan ruang lahirnya kebajikan. Karena pada akhirnya, bukan umur panjang yang membuat kita abadi—tetapi nama baik, yang lahir dari amal baik, itulah yang akan kekal di hati manusia dan dalam pandangan Tuhan.

"Hidup mulia adalah ketika engkau tak hanya hidup di dunia, tetapi juga hidup di hati manusia, dan hidup dalam ridha Allah."

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update