Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jangan Lupakan Palestina

Rabu, 25 Juni 2025 | 12:33 WIB Last Updated 2025-06-25T05:34:07Z
TintaSiyasi.id -- Melaporkan dari Deir el-Balah di Gaza tengah, Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera mengatakan serangan terhadap orang-orang di lokasi bantuan telah menjadi “rutinitas harian”. Jumat, 20 Juni 2025 sekitar pukul 1.00 dini hari zionis mulai menembaki rakyat Palestina. Tembakan semakin keras dari tank, pesawat, dan bom quadcopter.

Setidaknya 92 orang tewas dalam serangan Isra3l di Jalur Gaza saat warga Palestina terus mencari makanan di tengah krisis kelaparan yang sedang berlangsung. Besarnya kerumunan membuat orang-orang tidak dapat melarikan diri dari tembakan Isra3l di dekat Persimpangan Shuhada.

Lebih dari tiga bulan blokade penuh (Isra3l) di perbatasan telah mengubah Gaza menjadi titik kelaparan di mana orang-orang kehabisan semua jenis persediaan kemanusiaan dan sekarang terpaksa pindah ke pusat-pusat yang ditunjuk ini untuk mendapatkan kantong-kantong tepung, botol-botol air dan kotak-kotak makanan yang, menurut para ahli gizi, mengandung nilai gizi rendah. Serangan-serangan tersebut hingga kini masih berlangsung, mengubah semua koridor kemanusiaan menjadi tempat pembantaian.(metrotvnews.com, 20/6/2025)

Bayangan genosida belum hilang dari Gaza. Pembantaian, pengusiran, kelaparan, luka dan mereka yang terbaring sekarat telah menjadi pemandangan setiap hari. Kelaparan di Gaza bukan sekedar tidak ada makanan, tapi lebih mengubah semua koridor kemanusiaan menjadi tempat pembantaian.

Sejak dimulainya blokade bantuan pada 2 Maret 2025 liputan6.com (15/5/2025) memberitakan laporan terbaru dari Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) menemukan bahwa 1,95 juta orang atau 93 persen dari populasi Gaza berisiko mengalami kelaparan akut. 

Penilaian IPC juga menemukan setengah juta orang atau satu dari lima orang menghadapi kelaparan di Gaza. Dikatakan bahwa hampir 71.000 anak di bawah usia lima tahun diperkirakan akan mengalami kekurangan gizi akut selama 11 bulan ke depan hingga April 2026.

Hanya entitas Zionis yang menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perang. Semua bantuan kemanusiaan termasuk makanan, obat-obatan, bahan bakar dan listrik dihentikan oleh Isra3l sejak 2 Maret 2025.

Pasokan bahan bakar terhenti sehingga Rumah Sakit, pompa air dan pabrik desalinasi berhenti beroperasi. 40 persen fasilitas air minum tidak berfungsi serta lebih dari 75 persen misi PBB ditolak masuk ke Gaza. Hal tersebut mengakibatkan fasilitas medis kekurangan obat, ventilator dan perlengkapan yang menyebabkan 400 tenaga kesehatan tewas sejak Oktober 2023.

Blokade ini adalah bentuk kelemahan dan kepengecutan terbesar di dunia. Pasalnya, serangan fisik Zionis yang bertubi-tubi ke Gaza tidak membuat warga Gaza gentar sedikit pun. Tank, senjata, bom, rudal milik Zionis memang membuat warga Gaza berlumuran darah, kehilangan ruang hidup bahkan ditinggalkan oleh orang terkasih. Namun warga Gaza tetap berdiri kokoh dan sabar menjaga tanah suci Palestina. Mereka bersabar dalam penderitaan, mereka ikhlas terhadap qadha yang didapatkan. Mereka terus berjihad hingga titik darah terakhir melawan Zionis, meskipun pemimpin Islam mengabaikan urusan Palestina.

Kekuatan keimanan warga Gaza tidak bisa dikalahkan dengan senjata fisik Zionis. Kini Zionis mencoba menyerang kebutuhan jasmani. Zionis menjadikan kelaparan sebagai senjata. Mereka membolokade bantuan untuk Gaza, mengebom dapur umum, menembaki dan menjatuhkan rudal di tengah-tengah orang yang mengantri makanan dan mengambil bantuan.

Krisis kelaparan yang diciptakan di Zionis telah menunjukkan kelemahan dan betapa pengecutnya mereka menghadapi kaum Muslim. Maka sebenarnya menghadapi orang lemah dan pengecut itu sangat mudah. Bukan dengan mengirim donasi dan bantuan untuk warga Gaza, melainkan mengirim tentara untuk membebaskan Palestina. Karena kekuatan tentara harus dihadapi dengan kekuatan tentara yang sepadan.

Dengan begitu tidak akan ada lagi penjajahan dan tidak akan ada lagi krisis pangan di Gaza sebagaimana Panglima Shalahuddin dengan 25.000 tentaranya yang berasal dari berbagai wilayah Muslim, seperti Mesir, Suriah, Mesopotamia dan wilayah Kurdi termasuk kavaleri atau pasukan berkuda yang sangat efektif di pertempuran terbuka sehingga berhasil
membebaskan Al-Quds dari kekuasaan tentara salib.

Namun, pembelaan itu menjadi berat dilakukan karena penguasa Muslim hari ini menjadi penghianat umat. Mereka justru bekerja sama, memperbaiki hubungan serta tunduk di bawah arahan Amerika Serikat bahkan bernormalisasi hubungan dengan Zionis. Para pengkhianat itu lebih takut kehilangan kekuasaannya dibanding harus memenuhi kewajiban menolong saudara sesama Muslim. Maka sebenarnya tidak ada harapan lagi menyelamatkan Gaza dari kelaparan akibat penjajahan, kecuali dengan jihad fisabilillah.

Kekuatan militer harus dikerahkan untuk membebaskan umat Islam dijajah dan mengusir Zionis dari Palestina sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw yang mengusir Yahudi Bani Qainuqa' dari Madinah karena mereka melanggar perjanjian dan membunuh seorang Muslim.

Al-Qur'an juga telah memerintahkan jihad defensif atas invasi musuh yang ditujukan kepada negeri-negeri Muslim.

فَمَنِ اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ ۖ 

"Oleh sebab itu, siapa yang menyerang kamu, seranglah setimpal dengan serangannya terhadapmu." (QS. Al-Baqarah: 194)

Dalam kitab As-Syakhsiah Al-Islamiyah jilid 2 seorang Mujtahid Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa jihad adalah fardhu 'ain saat kaum Muslim diserang oleh musuh. Jika dikaitkan dengan penjajahan di Palestina, fardhu 'ain ini tidak hanya berlaku untuk warga Gaza. Kewajiban ini tidak hanya mengikat seluruh kaum Muslim di sekitar wilayah Palestina, namun seluruh wilayah kaum Muslim hingga penjajah Zionis dapat dikalahkan.

Dari sinilah kebutuhan satu komando dari seorang khalifah. Kebutuhan ini jelas menuntut persatuan umat Islam di seluruh dunia dalam sebuah institusi politik bernama Daulah Khilafah. Karena hanya khilafah yang mampu menjadi perisai umat Islam yang akan menyelamatkan Muslim yang tertindas dan terjajah bukan saja di Palestina, tapi juga diseluruh dunia.

Akan tetapi, institusi pemersatu umat Islam saat ini tidak ada karena dihancurkan oleh Barat. Oleh karena itu, kondisi ini menuntut umat Islam untuk memperjuangkannya kembali bersama partai ideologis yang mengikuti metode dakwah Rasulullah Saw. InsyaAllah proses ini akan membawa kepada kemenangan dan pembalasan yang setimpal kepada Zionis.

Oleh: Nabila Zidane 
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update