TintaSiyasi.id -- "Jadilah kamu anak akhirat, jangan menjadi anak dunia karena anak dunia akan celaka, sedangkan anak akhirat akan bahagia dan mulia."
Sayyid Abdul Qadir al-Jailani, Futuhul Ghaib
1. Dunia dan Akhirat: Dua Jalan yang Tidak Sama
Dalam kitab Futuhul Ghaib, Sayyid Abdul Qadir al-Jailani menjelaskan bahwa manusia hidup di antara dua alam, yaitu alam dunia yang sementara dan alam akhirat yang kekal. Beliau menyebut, manusia akan menjadi anak dari apa yang ia cintai, ia tuju, dan ia usahakan.
• Jika seseorang mencintai dunia, mengejar kenikmatannya, dan menjadikan harta, jabatan, serta popularitas sebagai tujuannya, maka ia anak dunia
• Jika seseorang mencintai akhirat, mengutamakan keridaan Allah, mengejar amalan saleh, serta mempersiapkan bekal untuk kehidupan abadi, maka ia anak akhirat
2. Anak Dunia: Hidup Terikat, Mati Merugi
Al-Jailani menggambarkan anak dunia sebagai sosok yang tertipu oleh gemerlap dunia, hingga hatinya terikat pada yang fana Ia memandang dunia sebagai tempat tujuan, bukan tempat singgah. Ia sibuk membangun istana dunia, tetapi lupa menyiapkan rumah di akhirat.
“Hatinya dipenuhi oleh syahwat dan nafsu, amalnya untuk dirinya sendiri, lisannya memuji dunia, dan matanya buta terhadap akhirat.” Futuhul Ghaib.
Mereka ini:
• Berambisi pada dunia, tetapi lalai dari tanggung jawab kepada Allah
• Sibuk menumpuk harta, tetapi pelit bersedekah
• Semangat mengejar karier, tapi malas untuk shalat dan ibadah
Sayyid al-Jailani memperingatkan: anak dunia akan kehilangan segalanya, karena ketika mati, seluruh hartanya ditinggal, dan ia hanya membawa penyesalan.
3. Anak Akhirat: Hidup Mulia, Mati Bahagia
Sebaliknya, anak akhirat adalah mereka yang menjadikan dunia sebagai ladang amal, bukan tempat berpesta. Mereka bekerja, berusaha, bahkan mungkin kaya, tetapi hati mereka selalu terpaut kepada Allah. Dunia hanya di tangan, bukan di hati.
Ciri-ciri anak akhirat menurut al-Jailani:
• Hidupnya sederhana, tapi hatinya kaya
• Setiap usaha duniawi disertai niat untuk Allah
• Tidak tergoda pujian manusia, karena yang dicari hanya ridha Ilahi
"Jadikan dunia di tanganmu, jangan di hatimu. Gunakan dunia sebagai alat menuju Allah, bukan sebagai tujuan yang melalaikan."
Futuhul Ghaib
Anak akhirat adalah mereka yang tahu bahwa:
• Dunia bukan musuh, tapi ujian
• Harta bukan kutukan, tapi amanah
• Jabatan bukan kemuliaan, tapi tanggung jawab yang berat
4. Jalan Tengah: Seimbang Tapi Condong pada Akhirat
Sayyid Abdul Qadir al-Jailani bukan berarti memerintahkan umat untuk meninggalkan dunia sepenuhnya. Beliau justru menyeru agar kita hidup di dunia, tetapi berhati akhirat. Kita tetap bekerja, berumah tangga, bersosialisasi, tetapi semua itu dilakukan dalam bingkai takwa dan kesadaran akan akhirat.
"Carilah dunia dengan tanganmu, tapi jangan sampai hatimu tercemari oleh cinta dunia."
Futuhul Ghaib
Ini adalah jalan para wali Allah, mereka menapaki dunia, tetapi langkah mereka menuju surga. Mereka mengambil dunia seperlunya, dan menyedekahkan sisanya. Mereka tidak bergantung pada makhluk karena hanya Allah tempat mereka berharap.
5. Nasihat Penutup: Pilih Jalanmu Sekarang
Sayyid Abdul Qadir al-Jailani mengakhiri nasihatnya dengan panggilan yang menggugah:
“Wahai manusia, sadarlah! Dunia hanya bayangan yang menipu, sedangkan akhirat adalah hakikat. Jangan tertipu oleh yang sementara dan melalaikan yang abadi.”
Kini saatnya kita bertanya pada diri sendiri:
• Apakah aku lebih mencintai dunia atau akhirat?
• Apakah aku lebih sibuk mengejar materi, atau memperbanyak amal?
• Apakah aku anak dunia yang sibuk, tetapi kosong?
• Atau anak akhirat — yang tenang, karena dekat dengan Allah?
Penutup
Menjadi anak dunia atau anak akhirat bukan soal status sosial atau seberapa banyak harta yang dimiliki. Itu soal hati kepada siapa ia bergantung, kepada apa ia condong. Dunia hanya tempat ujian, dan waktu kita di sini sangat singkat. Maka, mari kita gunakan sisa umur ini untuk menjadi anak akhirat agar saat dunia ditinggal, kita tak menyesal.
"Beruntunglah orang yang hidupnya sederhana, tetapi hatinya bercahaya karena Allah."
Sayyid Abdul Qadir al-Jailani
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo