TintaSiyasi.id -- Hari Raya Iduladha, atau yang lebih dikenal sebagai Idul kurban, bukan sekadar seremonial penyembelihan hewan. Ia adalah momentum ruhani yang sangat dalam, yang mengandung nilai-nilai tauhid, pengorbanan, dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Dalam spiritual Islam, Idul Qurban adalah simbol dari tajrid (pelepasan diri dari dunia), tadhiyyah (pengorbanan diri), dan taqarrub (pendekatan diri) kepada Sang Maha Pencipta.
1. Qurban: Simbol Penyerahan Total kepada Allah
Kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS adalah inti dari Idul Qurban. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan menyembelih putranya, beliau tidak ragu, tidak membantah, dan tidak tawar-menawar dengan Allah. Ia berkata:
"Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu."
(QS. As-Saffat: 102)
Dialog ini bukan sekadar percakapan ayah-anak, melainkan sebuah peristiwa spiritual monumental tentang ketaatan mutlak kepada Allah. Nabi Ismail pun membalas dengan ketundukan:
"Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
(QS. As-Saffat: 102)
Dalam konteks tasawuf, peristiwa ini disebut sebagai bentuk fana (lebur) dalam kehendak Allah, yakni ketika ego pribadi, cinta dunia, dan rasa kepemilikan terhadap segala sesuatu luluh demi cinta Ilahi.
2. Qurban sebagai Jalan Tazkiyatun Nafs
Dalam spiritual Islam, qurban adalah sarana untuk menyucikan jiwa. Allah SWT berfirman:
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya."
(QS. Al-Hajj: 37)
Qurban bukan hanya menyembelih hewan, tetapi menyembelih nafsu egoistik: cinta harta, kesombongan, kemalasan, dan kelekatan terhadap dunia. Ia adalah latihan ruhani untuk melepaskan diri dari kungkungan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas.
3. Makna Tauhid dan Taqwa dalam Qurban
Dalam dimensi tauhid, qurban mengajarkan bahwa tidak ada yang lebih penting dalam hidup ini kecuali Allah. Segala bentuk cinta dan pengorbanan harus bermuara kepada-Nya. Orang yang berqurban sejatinya sedang mengikrarkan kembali bahwa Allah adalah tujuan hidupnya, bukan dunia dan segala isinya.
Qurban adalah bentuk manifestasi takwa yang sejati. Ia menunjukkan bahwa seorang hamba rela mengorbankan apa yang dicintainya karena cintanya kepada Allah jauh lebih besar.
4. Qurban: Jalan Taqarrub dan Syukur
Di sisi lain, qurban adalah jalan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. Dengan memberikan sesuatu yang berharga, seseorang merasa lebih dekat dengan Tuhannya. Seperti dalam firman Allah:
"Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berqurbanlah."
(QS. Al-Kautsar: 2)
Berqurban juga merupakan bentuk syukur atas nikmat hidup. Dalam momen ini, kita mengingat bahwa harta, keluarga, dan segala yang kita miliki hanyalah titipan, dan tidak layak dijadikan sumber kelekatan duniawi.
5. Hikmah Sosial dalam Spirit Qurban
Meski fokusnya spiritual, Idul Qurban juga punya dimensi sosial yang mendalam. Daging qurban dibagikan kepada fakir miskin dan saudara yang membutuhkan. Ini mengajarkan nilai ukhuwah, empati, dan keadilan sosial.
Namun dalam pandangan sufistik, berbagi daging hanyalah simbol dari berbagi kasih, kepedulian, dan cinta kepada makhluk Allah. Sebagaimana para wali Allah yang hidupnya senantiasa menjadi pelipur lara bagi umat.
Penutup: Menyembelih Diri, Menghidupkan Ruhani
Idul kurban bukan hanya tentang menyembelih kambing atau sapi, tetapi menyembelih ego, syahwat, dan cinta dunia yang membelenggu hati. Inilah qurban sejati dalam spiritual Islam.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Ghazali:
"Hewan yang disembelih hanyalah simbol. Yang sebenarnya harus disembelih adalah nafsumu."
Semoga Idul Adha ini menjadi momentum tajdid an-niyyah (pembaruan niat) dan tajdid al-iman (pembaruan iman) kita untuk semakin dekat kepada Allah SWT, bukan hanya secara ritual, tapi juga secara hakikat dan makrifat.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)