Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Konflik Israel-Iran, HILMI: Posisi Israel Lebih Diuntungkan

Jumat, 20 Juni 2025 | 21:29 WIB Last Updated 2025-06-20T14:29:36Z

Tintasiyasi.ID -- Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) mengatakan bahwa di dalam konflik yang terjadi antara Israel dan Iran, posisi Israel lebih diuntungkan lantaran memiliki beberapa mitra utama di Timur Tengah.

 

"Posisi Israel lebih diuntungkan daripada Iran. Israel telah memiliki beberapa mitra utama di Timur Tengah termasuk Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko," ucapnya dalam Intelektual Opinian yang diterima TintaSiyasi.ID, Senin (16/06/2025).

 

Lanjutnya, dalam konteks lain negara-negara Arab juga lebih memilih berdiri di sisi menghadapi Iran dibanding bersama Iran yang selama ini dianggap ancaman oleh Arab karena mazhab Syiahnya dan kelompok-kelompok proksinya di Timur Tengah.

 

"Keuntungan Israel berikutnya adalah dukungan kuat dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Israel adalah penerima bantuan militer terbesar dari AS sebanyak USD3,8 miliar per tahun, dengan dukungan diplomatik aktif di PBB dan perlindungan dari sanksi internasional," ungkapnya menjelaskan.

 

Alhasil, HILMI menilai jika perang berlanjut, AS dan sekutunya bisa terlibat langsung atau tak langsung membantu Israel. “Hal ini kontras dengan posisi Iran yang kerap terisolasi secara politik dan ekonomi akibat sanksi internasional atas program nuklirnya, dan dikaitkan dengan kelompok-kelompok milisi bersenjata seperti Hizbullah, Hamas, dan Houthi,” bebernya.

 

"Selama ini yang berpotensi menopang Iran hanyalah Rusia atau China yang juga banyak berseberangan dengan AS," ujarnya.

 

Adapun, HILMI meyakini kondisi ekonomi dan politik domestik Iran serta peta aliansi politik regional dan global, akan memaksa Iran membatasi skala perang. “Sebaliknya, dampak perang dua tahun terakhir secara ekonomi, politik, sosial, dan militer membuat Israel berpikir panjang untuk membuka fron perang baru apalagi yang skalanya antar negara,” ujarnya menganalisis.

 

"Dalam konteks internal Iran, ekonomi negara sedang buruk karena Inflasi tinggi, menurunnya nilai tukar rial, ekspor minyak turun, termasuk krisis energi dalam negeri menyebabkan pemadaman listrik harian dan kelangkaan bahan bakar. Situasi ini diperparah oleh krisis pangan dan air yang meluas yang memicu kritik dan protes besar di masyarakat," terangnya.

 

Namun, HILMI melihat di sisi lain Israel juga menghadapi tekanan ekonomi akibat perang Gaza dan konflik penyertanya. “Ekonomi Israel berkontraksi hingga -19 persen pada akhir 2023, dengan konsumsi rumah tangga turun drastis dan sektor konstruksi serta pariwisata nyaris lumpuh.

 

"Mobilisasi 300 hingga 360 ribu reserve menimbulkan kekosongan tenaga kerja. Secara umum, perang Gaza diperkirakan akan merugikan Israel sekitar 255 miliar shekel atau sekitar US$70,3 miliar hingga akhir 2025," bebernya.

 

Terlebih, HILMI menilai sejak Oktober 2023, warga Israel juga mengalami efek psikologis mendalam akibat perang. “Berdasarkan data dari Haifa University 60 persen warga dewasa yang tak langsung terdampak konflik mengalami gejala stres berat atau awal post-traumatic stress disorder (PTSD),” ungkapnya.

 

"Menurut data State Comptroller, sekitar 3 juta orang dewasa (38 persen populasi) menunjukkan depresi, kecemasan, atau PTSD pada level sedang hingga parah dalam 580.000 kasus yang parah. Puluhan ribu tentara IDF terkena stress dan sekitar 100.000 yang terluka," tandasnya.

 

"Data Central Bureau of Statistics menunjukkan bahwa 550.000 warga Israel meninggalkan negara ini dalam 6 bulan pertama perang, 82.700 memutuskan pindah pada 2024, dan hanya 23.800 orang yang kembali. Tekanan politik internal menuntut perang berakhir, adili Netanyahu, dan pembebasan tahanan," pungkasnya.[] Taufan

Opini

×
Berita Terbaru Update