TintaSiyasi.id -- Konflik perbatasan! Itulah kondisi yang mudah untuk mengingat dua negara bertetangga, India dan Pakistan. Keduanya disekat oleh batas wilayah yang dibagi berdasarkan hukum internasional dan tidak boleh diperbaharui. Akan tetapi, baik India maupun Pakistan tidak kunjung merasa aman di wilayah perbatasannya.
Konflik India-Pakistan bulan April lalu sempat memanas. Adapun pemicunya adalah tuduhan India terhadap keterlibatan Pakistan atas aksi terorisme yang terjadi di Pahalgam (Kashsmir, IOK) dan daerah perbatasan yang paling dekat dengan Pakistan (Jammu-Kashmir). Serangan tersebut terjadi pada tanggal 22 April 2025, dan menurut keterangan aparat setempat, korban nyawa mencapai 26 orang, serta puluhan lainnya luka-luka. Pahalgam adalah spot wisata yang selalu menjadi tujuan visitor ketika berwisata ke Kashmir wilayah India (IOK).
Atas tuduhan tersebut, India melancarkan serangan udara ke perbatasan Pakistan di wilayah bagian Kashmir. India mengklaim, bahwa mereka telah melumpuhkan dua pesawat tempur Pakistan. Tentu saja Pakistan sebagai negara nuklir dengan kekuatan persenjataan yang tidak kalah dari India, melakukan serangan balasan hingga melumpuhkan 6 pesawat tempur udara India.
Dan akhirnya, Amerika turun tangan sebagai negosiator untuk India dan Pakistan bersepakat melakukan gencatan senjata. Pakistan juga mengatakan tidak terlibat dalam aksi serangan terorisme yang terjadi di Pahalgam. Pertanyaan sesungguhnya adalah, mengapa India-Pakistan selalu bersitegang? Benarkah konflik baru-baru ini bisa memicu perang nuklir kedua Negara? Lalu siapa yang akan diuntungkan dan dirugikan dari konflik dua negara ini?
Konflik Lama India-Pakistan
India dan Pakistan sudah mengalami konflik puluhan tahun yang dikenal dengan konflik perbatasan, yaitu di wilayah Kashmir. India menguasai 60% wilayah Kashmir, Pakistan 30%, dan sisanya Cina (5%).
Isu Kashmir adalah penyebab tegangnya hubungan India-Pakistan. Sejak India menjadi negara merdeka dari Inggris, yang dianggap menjadi negara pertama menerima kemerdekaan di wilayah Asia Selatan dan menjadi embrio lahirnya negara-negara sekitarnya.
Kashmir bukanlah bagian dari negara India dan Pakistan jika ditelusuri dari kejujuran sejarah. Sebaliknya, negara India maupun Paksitan adalah bagian wilayah Kashmir. Kashmir adalah negeri Muslim yang ditaklukkan oleh Muhammad Qasim pada tahun 94 H (712M). Dan terus meluas hingga di masa kekhalifahan Al-Mu’tasim (833-839M), yang meliputi seluruh anak benua Asia Selatan yang kini menjadi negara India, Pakistan, Bangladesh, termasuk Kashmir yang menjadi wilayah rebutan perbatasan.
Lalu pada tahun 1819, Inggris datang untuk memerangi dan menjajah anak benua India selama 27 tahun. Perlawana Inggris saat itu berhadapan dengan penduduk Muslim mayoritas yang ada di anak benua India. Hingga Inggris mendapatkan tawaran bantuan dari kalangan Hindu, Syikh, dan Buddha untuk memerangi umat Islam yang ada di sana.
Hasilnya, Inggris mampu menguasainya dan semakin memperluas wilayah jajahannya. Anak benua India kemudian dibagi menjadi tiga. Bagian pertama langusng di bawah kendali Inggris (55% wilayah anak benua India yang penduduknya mayoritas Muslim), kedua diperintah oleh warga lokal (Hindu dan Muslim), dan yang ketiga adalah Kashmir, yang disewakan kepada Hindustan selama 100 tahun berdasarkan perjanjian Amritsar (1846-1946). Artinya, Kashmir yang merupakan tanah kaum Muslim diserahkan penjajah Inggris untuk diperintah oleh negara mayoritas Hindu (India).
Luas wilayah Kashmir dulunya mencapai 217.935 km2, yang mencakup wilayah Pakistan, India, China dan Afganistan. Dan penduduknya terdiri dari 85% Muslim. Sisanya 15% berupa Hindu, Syeikh, dan Budhha. Kashmir sendiri adalah nama pemberian kaum Muslim yang berarti atas dunia, atau surge Allah di muka bumi. Sebab potensi alam Kashmir yang luar biasa, dengan sungai-sungai yang membentang indah, kaki gunung Himalayah, dan tanah yang subur. Intan (yaqult) menjadi komoditi andalan Kashmir yang menjadikan India sangat berhasrat untuk menguasainya.
Pada tahun 1947, Inggris membagi dua negara anak benu India, yaitu Pakistan dan negara India. Dan tahun 1948, PBB mengeluarkan resolusi pertama untuk menyelesaikan persoalan Kashmir yang sebelumnya disewakan Inggris kepada India. Sayangnya, India tidak berkenan menarik mundur pasukan militernya tahun 1949, dan justru mengibarkan bendera nasionalisme India di wilayah Kashmir. India mengklaim bahwa Kashmir adalah bagian wilayah kekuasaannya, meskipun mengabaikan penduduk Kashmir yang mayoritas Muslim dan tidak ingin bergabung dengan negara India.
PBB sekali lagi mengeluarkan solusi gencatan senjata di Kashmir pada tahun 1957 dan meminta India-Pakistan menahan diri. India juga diminta menarik pasukannya dari Kashmir dan menghargai keputusan warga Kashmir.
Namun sekali lagi, India menolak keinginan PBB. Sepertinya saat itupun, PBB tidak punya kekuatan untuk memaksa India meninggalkan Kashmir. Fakta ini menunjukkan bahwa sejak puluhan tahun silam pun, PBB sebenarnya tidak mampu menjadi solusi bagi negara-negara manapun yang berkonflik. Terlebih jika menyangkut urusan kasus kaum Muslim seperti di Kahsmir, Rohingnya, Uyhghur, Afganistan, Irak, hingga Palestina. Justru PBB bungkam dan membisu.
Akibat kekesalan India yang terus dipaksa menarik mundur pasukannya, pada tahun 1965, negara India mengirimkan intelnya ke Spanyol untuk belajar cara menghabisi dan membantai umat Islam di sana. Juga ke Rusia untuk menyaksikan cara Moskow melenyapkan umat Islam. Tidak ketinggalan ke Palestina, untuk melengkapi pelajarannya tentang cara membantai dan menduduki tanah Palestina oleh Isr4el.
Selanjutnya, tragedi pembantaian umat Islam di Kashmir dan India terjadi tahun 1990-1998. Kaum Muslim dibunuh, disika, diperkosa, serta dibakar hidup-hidup. Tidak cukup dengan cara fisik, India juga memaksa umat Islam menikah dengan warga Hindu serta menutup akses untuk belajar Islam termasuk menjauhkan Al-Qur’an dan bahasa Arab, menyebarkan alkohol, dan pelarangan pakaian Muslimah. Tidak berbeda bukan dari cara Isr4el menjajah Palestina? Karena faktanya, India memang banyak belajar dari Zionis.
Hingga kini, kehidupan Muslim di Kashmir wilayah pendudukan India tidak mendapatkan kemerdekaan hakiki. Keinginan mereka untuk memiliki pemerintahan sendiri masih tetap menghujam dalam jiwa-jiwa Muslim Kashmir. India telah salah menilai umat Islam di sana yang selama puluhan tahun diharapkan akan melupakan agamanya bahkan setelah diibantai dan menewaskan ratusan ribu nyawa.
India juga mengambil langkah WOT buatan Amerika untuk menaklukkan umat Islam. Setiap warga Muslim Kahsmir atau India yang tidak patuh pada kebijakan dan melawan, maka akan ditandai sebagai teroris.
Kashmir-Pakistan, Nuklir, Potensi Kebangkitan Islam
Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan bahwa Operasi Sindoor, yang diluncurkan pada awal Mei untuk menghancurkan target teroris di Pakistan, belum berakhir. Modi menegaskan bahwa India memiliki kebijakan tanpa toleransi terhadap terorisme dan akan terus bertindak tegas terhadap semua pihak yang mensponsorinya (kompas.com, 30/05/2025).
Berulang-ulang Modi menyebutkan bahwa India hanya menyerang atas nama war on terrorism. Alasannya kali ini, karena pelaku peledakan yang terjadi di Pahalgam menurut laporan pihak India, berkewarganegaraan Pakistan yang berdomisili di Jammu-Kashmir, Pakistan. Meskipun Pakistan sudah menegaskan tidak terlibat dan bukan pendukung serangan di Pahalgam, tetap saja India mempertahankan pendapatnya.
Permainan India terlihat sama dengan cara Israel yang menyerang Gaza atas nama self defence (pertahanan diri) dari serangan kelompok terorisme yang disematkan untuk Hamas.
Pakistan sebagai negara dianggap menjadi pesaing terdekat dan terberat India dalam hal pengembangan teknologi nuklir, tidak diam saja menerima serangan India. Selama serangan di perbatasan berlangsung, India mengalami kekalahan dan karena itulah menerima tawaran gencatan senjata.
Hanya saja belakangan, India terus berniat untuk menyerang Pakistan dengan alasan yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam langkah berani untuk memperkuat pertahanan strategisnya terhadap ancaman rudal regional yang terus berkembang, Pakistan dilaporkan tengah melakukan diskusi lanjutan untuk memperoleh sistem rudal antibalistik HQ-19 buatan China—yang sering dijuluki “THAAD China”—untuk melawan ancaman tingkat tinggi yang ditimbulkan oleh kemampuan rudal jelajah dan balistik India. (tribunnews.com, 30/05/2025).
Aktifitas pengembangan persenjataan diantara kedua negara, dinilai oleh beberapa pengamat bisa memicu perang nuklir. Karena mengingat India-Pakistan adalah negara yang sama-sama punya jumlah nuklir dan hulu ledak yang tidak jauh selisihnya. Sehingga, jika kedua negara ini kembali memanas, tidak menutup kemungkinan akan melakukan uji coba penembakan nuklir.
Namun, kemungkinan itu rasanya sulit untuk terwujud walaupun tidak mustahil. Karena India dan Pakistan adalah sama-sama negara yang masih berada di bawah kaki (dikte) negara kapitalis global. India adalah negara persemakmuran (common wealth) Inggris yang masih sangat cenderung dan harmonis. Sementara Pakistan adalah negara yang tidak lepas dari tekanan Amerika. Walaupun belakangan sejak mantan PM Pakistan, Imran Khan telah mencoba untuk melukainya dan memilih berselingkuh dengan China.
India juga sebenarnya punya kedekatan dengan China. Itulah yang membuat Amerika merasa cemburu dengan China atas India. Amerika berulang kali sejak dulu mencoba untuk menebar pesonanya kepada India, dan mencoba menggeser dominasi Inggris meskipun hasilnya masih bertepuk sebelah tangan. Presiden Donald Trump dalam pidatonya menanggapi ketegangan India-Pakistan mengatakan, bahwa Amerika jika disuruh memilih, pasti mendukung dan berada di pihak India. Seperti dukungannya terhadap Israel yang menjajah Palestina.
Amerika dengan segala intrik politiknya, tidak ingin ketinggalan pengaruh dengan konflik perbatasan kedua negara tersebut. Karena itulah, kini Amerika terlihat selalu mencoba hadir untuk memberikan solusi atas Kashmir. Padahal, kehadirannya adalah demi mengejar keuntungan baik secara posisi maupun persenjataan.
Namun Amerika tidak memiliki nilai tawar yang tinggi di mata India. Karena India memiliki trauma politik saat Amerika terlibat menggelontorkan dana parpol dalam pemilu. Kekecewaan itu selalu dijadikan alasan untuk menolak intervensi dan hegemoni AS di India.
Sebaliknya, Pakistan adalah negara yang tidak bisa lepas dari tekanan dan kepentingan politik Amerika. Kedekatan para penguasa Pakistan seperti mantan PM Benazir Butto, hingga PM sekarang, Shehbaz Sherif. Hanya PM Imran Khan yang berani mengkrtitik Amerika. Begitu pun dengan milter Pakistan juga didikte AS, yang menyebabkan militer Paksitan tidak memiliki keberanian untuk menyelamatkan Kashmir dari cengkaraman India. Pakistan dengan sekat nasionalismenya, hanya memikirkan perbatasannya saja tanpa memandang Muslim di Kashmir adalah saudara seimannya.
Meksipun demikian, Pakistan adalah negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak ke-5 dunia, dengan total populasi mayoritas Muslim hampir 100%. Selain itu, Pakistan punya persenjataan nuklir dan kapal induk yang cukup dalam militernya. Jumlah militer aktif juga mencapai kurang lebih 700.000. Lebih dari cukup jika dikirim ke Palestina dan menantang India untuk menyelamatkan Muslim di Kashmir.
Sejatinya Pakistan adalah harapan umat Islam di daerah terdekatnya yang tertindas yaitu Kashmir (IOK) yang berada di bawah otoritas India. Sebab mereka tidaklah ingin berada dalam tekanan negara Hindu yang islamofobia dan terus memburu dengan semena-mena.
Jika Pakistan berani mengambil Islam sebagai asas negaranya, maka tidak mustahil, tetangganya Bangladesh, Afganistan, China (provinsi Xinjiang), serta Kashmir akan mengikutinya dan menjadi satu kesatuan politik yang kuat. Tentunya hanya akan terwujud dengan mengembalikan isntitusi politik Islam, khilafah.
Khilafah akan membebaskan umat Islam di Kashmir serta mengembalikannya kembali sebagai tanah kaum Muslim seperti dulu panglima Islam Muhammad Qassim menaklukkannya dan menjadikannya kepingan surga yang indah di bawah aturan Allah SWT. Tidak seperti sekarang, Kahsmir yang berarti kepingan surga dijuluki The Burning Paradise (Kepingan Surga yang Terbakar) akibat dijajah oleh pemerintah Hindu ekstrem India. Allahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Analis Mutiara Umat Institute