Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kisruh Pelaksanaan Ibadah Haji dan Pentingnya Sistem Pemerintahan Islam Global

Sabtu, 14 Juni 2025 | 10:32 WIB Last Updated 2025-06-14T03:32:45Z

TintaSiyasi.id -- Kondisi kepengurusan haji tahun ini sungguh sangat memperihatinkan, ribuan jemaah haji yang hendak menuju Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) berdasarkan tujuan masing-masing terpaksa berjalan kaki. Jarak yang ditempuh beragam dari Makkah ke Arafah 10-12 km, Arafah ke Muzdalifah 10 km, dari Muzdalifah ke Mina 4 km, dikarenakan kendaraan yang hendak mengangkut mereka tidak kunjung datang. (Detik.com, 08 Juni 2025)

Hal ini mereka lakukan agar bisa menjalankan rukun haji selanjutnya di tempat tujuan tersebut yang merupakan puncak ibadah haji yaitu wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah hingga bermalam di Mina melontar tiga Jumrah. Yang jika tetap menunggu tranportasi yang tak pasti kapan ia datang, khawatir akan mengalami keterlambatan sampai ke tempat tersebut. 

Karena, tempat tersebut merupakan tempat untuk melakukan prosesi wajib dalam pelaksanaan ibadah haji selanjutnya, yang merupakan rukun haji. Wukuf di Arafah jika tidak dilakukan sebelum terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah dan melempar jumrah pada hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) maka ibadah haji yang dikerjakan dinyatakan tidak sah.

Kisruh pelaksanaan haji tahun ini juga terjadi pada calon jemaah haji furada. Jika tahun-tahun lalu jemaah haji furada bisa melaksanakan ibadah haji, tapi tahun ini jemaah haji furada harus menelan kekecewaan yang mendalam. Ada sekitar 70 calon jemaah haji furada yang batal melaksanakan haji, walaupun mereka sudah sampai di Jeddah. Disebabkan visa haji mereka tidak keluar. (Republika.co.id, 02 Juni 2025)

Sebenarnya kisruh pelaksanaan haji bukan hanya kali ini saja terjadi, tapi sudah beberapa kali. Akan tetapi pemerintah terkesan abai, seperti dianggap angin lalu, tidak dijadikan pembelajaran, tidak melakukan perbaikan teknis maupun memperbaharui sistem pengelolaan haji ke depannya. Sehingga, kekacauan kita lihat terus saja terjadi.

Perubahan peraturan dari pemerintahan Arab Saudi juga dianggap ikut serta menjadi penyebab kekacauan ini dengan menyerahkan kepengurusan ibadah haji kepada lembaga Syarikah (swasta) yang masing-masing memiliki peraturan. Sehingga, pengelola haji kewalahan dengan aturan baru tersebut yang tidak sama. Ditambah lagi kasus jemaah haji 'ilegal', karena tidak memiliki visa haji. 

Jika saja sistem pemerintahan Islam global, khilafah sudah tegak tentu untuk masuk ke Arab Saudi tidak memerlukan visa. Visa apapun namanya, apalagi visa untuk haji. Sehingga tidak seharusnya ada istilah jemaah haji 'ilegal', dikarenakan tidak memiliki visa haji. Sebab, haji merupakan sebuah ibadah yang wajib dipermudah oleh negara, termasuk Arab Saudi sebagai tempat dilaksanakannya ibadah haji.

Hanya saja Arab Saudi tetap harus menentukan batas kuota secara umum, bukan kuota masing-masing negara. Sebab, kuota yang berlebihan dari kapasitas yang ada, juga akan menyebabkan kekacauan. Kekacauan haji tahun ini bukanlah karena kelebihan jumlah kuota. Tapi, lebih kepada kurangnya tanggung jawab pemerintah terkait jemaah haji dan tidak adanya kepemimpinan Islam global, khilafah yang memberikan satu komando tata cara pengelolaan terkait pelaksanaan haji. 

Jika saja khilafah ini sudah ada tentu tidak akan terjadi peraturan yang berbeda yang tidak diketahui oleh pengelola haji. Dan tidak harus menunggu pengurus jemaah haji negara yang bersangkutan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi terkait dengan jemaahnya. Khalifah akan memberikan perintah kepada siapa saja termasuk Arab Saudi untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan jemaah haji ketika pelaksanaan haji sedang berlangsung walaupun dari negara mana pun.

Begitu juga jika khilafah sudah tegak, tentu untuk berangkat ke tanah suci Makkah tidak memerlukan pasport ataupun visa lagi. Sebab, khilafah akan menghilangkan sekat-sekat nasionalisme atau negara bangsa yang menyebabkan negeri-negeri kaum Muslim terpecah-belah. Khilafah akan menghilangkan sekat-sekat nasionalisme tersebut dan menyatukan semua negeri-negeri Muslim yang ada di dunia ini dijadikan satu kepemimpinan Islam global. 

Jika masih terjadi kekisruhan, khalifah (pemimpin dalam sistem khilafah) akan segera bertindak dan meminimalisir kekisruhan yang terjadi. Salah satunya adalah dengan memudahkan urusan administrasi. Namun, karena saat ini kepemimpinan Islam global, khilafah itu telah sirna. Dan kafir penjajah Barat membagi-bagi negara Islam global tadi menjadi sekat negara bangsa (nasionalisme), maka dari itu antara Indonesia dan Arab Saudi menjadi sebuah negara asing yang memiliki aturan masing-masing negara, jika hendak masuk ke negara masing-masing wajib pakai visa.

Ditambah lagi kapitalisasi kepengurusan ibadah haji. Ada korupsi yang terjadi dari dana para jemaah oleh pemerintah. Pemerintah menjadikan pelaksanaan ibadah haji menjadi ladang bisnis yang menguntungkan. Sehingga, biaya haji mahal, dengan penantian yang panjang, dan banyak didapati oleh jemaah haji pelayanan yang kurang maksimal baik dari kualitas fasilitas maupun kuantitasnya. Ada uang masuk dari pasport dan visa jemaah haji bagi masing-masing negara.

Sementara dalam sistem khilafah administrasi haji akan dipermudah dan dengan biaya yang semurah-mutahnya, tapi bukan berarti pelayanan minimalis. Selain dikarenakan sistem keuangan khilafah yang kuat yaitu dari kas negara (Baitul Mal), yang memiliki banyak sumber keuangan negara terutama dari sumber daya alam negara yang melimpah ruah yang wajib dikelola oleh negara untuk kepentingan umat. 

Juga pemimpin dalam Islam adalah sebagai pengriayah/pengurus (ra'in) yang akan mempertanggungjawabkan kepengurusannya terhadap seluruh rakyatnya kepada Allah kelak di Yaumil Hisab termasuk kepengurusan haji.

Dan dengan melakukan pendataan yang akurat bagi jemaah haji yang sudah kategori wajib berangkat, mampu dari segi keuangan, fisik dan psikis, masing-masing wilayah. Dan diutamakan bagi yang berusia lebih tua. Sehingga, akan meminimalisir jemaah haji yang meninggal di tanah suci akibat usia keberangkatan sudah renta dan rentan sakit.

Dan pastinya aturan yang diberlakukan oleh Arab Saudi sebagai pemegang kunci pelaksanaan haji wajib diketahui khalifah sebagai pemimpin umum kaum Muslim Sehingga, khalifah memberikan komando di setiap pengurus jemaah haji di seluruh penjuru dunia baik secara teknis maupun sistem. Dan memerintahkan penguasa Arab Saudi sebagai bagian wilayah khilafah untuk memberikan pelayanan yang maksimal dan terbaik bagi calon jemaah haji. Tentu hal ini hanya bisa terjadi ketika khilafah Islam sudah tegak. Wallahu a'lam bishshawab. []


Fadhilah Fitri, S.Pd.I.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update