Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kiai Hafidz: Tidak Boleh Gratifikasi Disebabkan Jabatan

Jumat, 13 Juni 2025 | 15:46 WIB Last Updated 2025-06-14T23:28:01Z


Tintasiyasi.ID -- Khadim Ma'had Syaraful Haramain K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A. dalam kanal YouTube KH. Hafidz Abdurrahman, MA, Rabu (21/05/2025), mengatakan bahwa Islam mengatur semua hal termasuk gratifikasi yang sudah dijelaskan sejak zaman Nabi saw..

 

"Jadi kalau kita bicara batasan gratifikasi ini, emang betul sejak zaman Nabi itu sudah ada gratifikasi itu" ungkapnya di rubrik Q&A: "Gratifikasi Halal, Adakah?".

 

Dengan gamblang, ia menjelaskan bahwa ada dua jenis gratifikasi di masa Nabi saw.. “Pertama, gratifikasi diberikan oleh penguasa non-Muslim seperti kisah Muqauqis, kemudian kisah Kaisar Heraklius. Ada yang diterima ada yang ditolak,” ulasnya.

 

Kedua, gratifikasi yang diberikan oleh rakyat kepada para penguasa yang berada di wilayah kekuasaan Nabi.

 

"Terkait yang kedua, ketika itu datang kepada Rasulullah setelah diutus dari daerah, apa katanya? ‘Ya Rasulullah, ini dihadiahkan untukmu dan ini untukku.’," ujarnya mengisahkan.

 

Lanjutnya, lalu Nabi mengatakan, "Apakah kamu tidak sebaiknya duduk lalu tinggal di rumah ayahmu dan ibumu, kemudian kamu coba lihat hadiah ini datang apa tidak?" tegasnya.

 

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa dari kisah peristiwa yang kedua, itu statusnya gratifikasi dan tidak boleh. “Kenapa tidak boleh? Karena gratifikasi tadi itu terkait dengan jabatan. Oleh karena itu, dalam kitab Fikih termasuk dalam pembahasan risywah atau suap,” ulasnya.

 

"Nah, cuma bedanya kalau risywah itu adalah harta yang diberikan oleh seseorang yang punya maslahat atau kepentingan kepada orang yang punya otoritas (sahibus shalahiyah)" ujarnya.

 

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Allah melaknat yang melakukan tindakan risywah. “Sementara hadiah, ulama memasukkan hal itu dalam katagori suap. Cuman bedanya hadiah itu diberikan setelahnya, kalau suap diberikan di depan. Dua-duanya punya pengaruh, yakni mempengaruhi psikologi yang membuat kebijakan,” imbuhnya lagi.

 

"Oleh karena itu ulama sepakat, baik itu suap dan hadiah sama-sama haram, tidak boleh. Bedanya kalau suap itu di depan, kalau hadiah itu di belakang, tetapi dua-duanya sama. Jadi gratifikasi itu pasti begitu," ujarnya.[] Asma Ridha


Opini

×
Berita Terbaru Update