TintaSiyasi.id -- "Tanda berpalingnya Allah dari seorang hamba adalah ketika hamba tersebut disibukkan dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat..."
—Imam Al-Ghazali
Pendahuluan: Saat Hidup Menjadi Tanya
Setiap pagi yang menyapa adalah karunia. Tapi seberapa sering kita menyambutnya dengan rasa syukur dan kesadaran bahwa hidup ini bukan sekadar lintasan waktu, melainkan kesempatan langka untuk kembali kepada-Nya dalam keadaan terbaik?
Dalam hiruk-pikuk dunia modern—yang menumpuk informasi tapi sering kehilangan makna—nasihat Imam Al-Ghazali ini datang bagai lentera di tengah gelap. Ia tidak hanya menasihati, tetapi juga mengguncang: "Siapa yang telah mencapai usia empat puluh tahun, namun kebaikannya belum juga mengalahkan keburukannya, maka bersiap-siaplah untuk masuk neraka."
Bukankah kalimat itu cukup untuk membuat kita terdiam dan bertanya: "Apa yang sudah aku lakukan dengan umurku?"
1. Tanda Berpalingnya Allah: Sebuah Peringatan yang Lembut Tapi Tegas
Ketika seseorang tenggelam dalam hal-hal yang tidak bermanfaat, ia sedang berada dalam bahaya besar. Imam Al-Ghazali menyebutnya sebagai tanda berpalingnya Allah. Artinya, Allah tidak lagi memberi taufik, tidak lagi memberi keberkahan dalam waktu, dan tidak lagi menuntunnya kepada kebaikan.
Bukan berarti ia tidak makan, tidak bekerja, atau tidak tertawa—tapi semua itu tidak bermakna, karena jauh dari tujuan penciptaan: mengenal Allah (ma’rifatullah) dan beribadah kepada-Nya dengan tulus (ikhlas).
"Orang yang tenggelam dalam kesibukan dunia yang tak bermanfaat bagaikan orang haus yang meneguk air laut: semakin banyak diteguk, semakin haus ia dibuatnya."
—Ibn Qayyim Al-Jauziyah
2. Umur dan Fungsi Penciptaan: Kita Dicipta Bukan Sekadar Hidup
Banyak orang hidup, tetapi tidak sungguh-sungguh ‘menghidupi’ hidupnya. Mereka lupa bahwa hidup bukan sekadar rangkaian aktivitas, tetapi juga perjalanan menuju keabadian.
Allah berfirman dalam QS. Adz-Dzariyat: 56:
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (beribadah kepada-Ku).”
Jika umur habis hanya untuk mengejar status, harta, popularitas, dan kesenangan sesaat tanpa orientasi ruhani, maka itulah kerugian sejati—kerugian yang akan diperpanjang, sebagaimana kata Al-Ghazali, hingga ke alam barzakh, hingga ke hari pertanggungjawaban.
3. Usia Empat Puluh: Tanda Bahaya atau Awal Kemenangan?
Usia empat puluh dalam Islam bukan sekadar angka. Ia adalah tonggak evaluasi, titik kritis yang menentukan arah hidup. Dalam QS. Al-Ahqaf: 15, Allah mengisyaratkan bahwa saat seseorang mencapai usia empat puluh, ia seharusnya sudah berdoa:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku, dan agar aku dapat berbuat amal shalih yang Engkau ridhai…”
Namun, betapa banyak orang yang ketika melewati usia ini masih terjebak dalam dosa-dosa lama, masih sibuk dengan ego, belum juga tersentuh oleh panggilan taubat, belum juga menjadikan shalat sebagai pelipur, atau tilawah sebagai pelita.
Kata Imam Al-Ghazali: “Bersiap-siaplah ke neraka.”
Itu bukan kutukan, tetapi peringatan kasih sayang—agar segera kembali sebelum terlambat.
4. Waktu Tak Akan Kembali: Maka Jadikan Detikmu Bernilai Surga
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
"Aku tidak pernah menyesal atas sesuatu seperti penyesalanku atas satu hari yang berlalu sementara amal shalihku tidak bertambah padanya."
Setiap hari adalah daun dari pohon umur. Semakin lama, pohon itu akan menggugurkan semua daunnya. Pertanyaannya: apakah gugurnya penuh warna keimanan atau hanya lembaran sia-sia?
Mari renungkan: berapa banyak waktu yang kita habiskan di media sosial tanpa arah? Berapa banyak obrolan tak berguna, tontonan yang melemahkan ruhani, dan lamunan yang menjauhkan dari dzikir?
“Sesungguhnya sebagian dari bentuk berpalingnya Allah adalah ketika engkau tidak lagi merasa gelisah meski banyak waktu terbuang.”
5. Jalan Kembali: Menjadikan Hidup sebagai Ladang Akhirat
Belum terlambat. Bahkan bila usia sudah empat puluh, lima puluh, atau bahkan lebih. Karena yang penting adalah: mulai sekarang.
Bangunlah hubungan kembali dengan Al-Qur’an.
Jadikan shalat bukan sekadar kewajiban, tapi perjumpaan.
Isi waktu luang dengan ilmu, dzikir, amal, dan sedekah.
Kurangi dunia yang membebani, dan ringankan jiwa untuk akhirat yang abadi.
Penutup: Satu Nasehat, Cukup untuk Seluruh Dunia
> "Nasehat ini telah cukup bagi seluruh penduduk dunia."
—Imam Al-Ghazali
Jika nasehat ini sampai ke telingamu hari ini, itu pertanda Allah belum berpaling darimu.
Jika kamu merasa tersentuh, itu pertanda hatimu masih hidup.
Dan jika kamu mulai melangkah memperbaiki diri, maka itu tanda rahmat Allah sedang mengetuk pintumu.
Wahai jiwa-jiwa yang mulai letih dengan dunia:
Kembalilah sebelum waktu mengunci segalanya.
Doa Penutup
"Ya Allah, jangan Engkau jadikan kami dari hamba-hamba-Mu yang Engkau biarkan dalam kesibukan yang tak bermanfaat. Jadikan sisa umur kami penuh keberkahan, penuh ketaatan, penuh makna. Dan jadikan akhir hidup kami sebagai permulaan menuju surga-Mu yang kekal." Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.
Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)