Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kerjasama Antar Negara Anti Islam Melanggengkan Penjajahan

Kamis, 19 Juni 2025 | 08:36 WIB Last Updated 2025-06-19T01:37:04Z
TintaSiyasi.id -- Kunjungan kenegaraan Presiden Perancis Emmanuel Macron ke Indonesia pada 27-29 Mei 2025 lalu membahas kesepakatan isu strategis mulai dari peningkatan investasi, hilirisasi mineral penting untuk ekosistem kendaraan listrik, hingga kerja sama dalam penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA).  (www.tempo.co, 30-05-2025).

Dalam kunjungan tersebut, Presiden Prabowo mengungkapkan, lebih dari 1 dasawarsa kemitraan strategis, hubungan bilateral dilandasi oleh kerja sama politik yang kuat dan kokoh. Berakar pada slaing menghormati dan prinsip-prinsip yang kita anut bersama, yaitu kedaulatan, kemerdekaan, menghormati hak -hak asasi manusia, dan demokrasi. (nasional.kompas.com, 28-05-2025).

Waspada Motif Penjajahan

Kerja sama Indonesia Perancis sudah terjalin selama lebih dari 7 dekade. Kerja sama yang disepakati tidak hanya kerja sama bilateral atau sebatas impor-ekspor namun hampir semua bidang termasuk masalah pangan yaitu untuk ketahanan pangan nasional dan meningkatkan sektor pertanian Indonesia di pasar global. Seperti teknologi pertanian, modernisasi alat dan infrastruktur pertanian serta peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia).  

Sejatinya kerja sama dengan negara luar bukan berarti Indonesia akan banyak terbantukan. Namun kondisi Indonesia mudah didikte dan dicampuri urusan dalam negerinya qdi segala bidang. Kebijakan negara luar sangat mendominasi perkembangan politik dalam negeri. Seperti salah satunya masalah pangan dan pendidikan tak lepas dari kebijakan negara asing. Hal itu sangat menentukan posisi politik dalam negeri yang terus dapat didikte dari arah mana saja mengikuti kebijakan negara asing. 

Apalagi kepala negara Perancis dikenal Anti Islam / Islamophobia harusnya menjadi perhatian, utamanya bagi penguasa Islam. Perancis merupakan negara yang telah terang-terangan memusuhi Islam. Kerja sama dengan mereka dalam bentuk apapun harusnya ditolak karena akan membahayakan umat Islam. Lebih dari itu bahaya mengancam kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Menjalin kerja sama dengan negara pembenci Islam sama dengan bersekutu dengannya dan meninggalkan umat Islam. 

Untuk itu Kaum muslimin tidak boleh lupa akan negara-negara yang membuat kebijakan yang memusuhi Islam dan umatnya. Perancis adalah contoh negara yang sering membuat kebijakan yang menguatkan Islamophobia seperti pelarangan hijab, kasus kartun yang menghina Nabi Muhammad saw. Maka harus ada sikap tegas yang menunjukkan pembelaan atas kemuliaan agama Islam dari pemimpin negeri muslim sendiri. Terlebih negara yang jumlah umat Islamnya mayoritas. 

Ini lah pokok masalahnya, akibat penerapan sistem Kapitalisme Sekuler, hubungan negara diukur berdasarkan asas manfaat sehingga abai atas sikap suatu negara terhadap Islam. Padahal kerja sama dengan negara asing pembenci Islam justru akan melanggengkan bentuk penjajahan dengan gaya baru seolah Indonesia benar-benar membutuhkannya. Penjajahan non fisik ini telah berlangsung bertahun-tahun namun tak ada manfaatnya sama sekali untuk umat Islam. Justru menunjukkan umat Islam mudah ditundukkan oleh kebijakan asing. Alhasil tak ada yang bisa diharapkan dari kebijakan ini selain kesengsaraan bagi umat Islam sendiri.

//Sikap Tegas Khalifah//

Islam telah menuntun umatnya untuk bersikap tegas dengan orang yang memusuhi Islam. Apalagi jika banyak kebijakannya menyengsarakan umat Islam. Maka harus dihindari sejauh mungkin baik tanpa pandang bulu. Sebab hal itu menjadi larangan mutlak yang tak boleh ditawar dengan alasan apapun sebab telah merugikan Islam.

Dalam pandangan Islam, negara di dunia di bagi menjadi dua yaitu darul Islam dan darul kufur. Islam memiliki tuntunan untuk menentukan sikap terhadap negara kafir sesuai posisi negara tersebut terhadap Daulah Islam (Negara Islam) sebagai pemimpin negara kufur. Secara tegas Islam melarang bekerja sama dengan mereka yang terang-terangan memusuhi Islam. Islam jelas akan memberi sanksi hukum dengan tegas. 

Maka, pada konteks saat ini harus menjadi pedoman setiap muslim terlebih bagi penguasa. Indonesia yang kaya SDA (Sumber Daya Alam) nya telah dikuasai asing bahkan hampir di setiap jengkal wilayah. Namun sayang, rakyat sekitar tak mendapatkan keuntungannya. Justru menjadi budak di negeri sendiri. Adapun kini ditengah situasi penjajahan Palestina yang mana kondisi penguasa muslim di berbagai negara mendapat dukungan dari penguasa Barat yang dzalim. Harusnya para pemimpin muslim bersama menyatakan sikap tegasnya  melawan setiap penjajahan atas umat Islam. 

Terdapat beberapa contoh sikap tegas para penguasa Islam (Khalifah) terhadap non muslim yang hidup di dalam negara Islam. Misalnya pada masa Umar Bin Khattab, ketika warga non muslim tidak mau membayar jizyah, ia menindak tegas karena melanggar perjanjian. Umar dikenal memberikan perlindungan kepada non muslim (Ahlul Kitab) yang patuh dan membayar jizyah. Ia juga memerangi nabi palsu dan orang-orang murtad pada masa Abu Bakar dan menindak tegas pejabat yang korup. Ketegasannya bukan karena kekerasan namun upaya untuk menjaga agama dan negara dari berbagai ancaman yang membahayakan. 

Pun pada masa kekhilafahan utsmani di Turki kala itu, Sultan Hamid II menjaga tiap jengkal wilayah Islam dengan menghentikan rencana jahat tentara Salib dimana tentra Portugis bertujuan memasuki Laut Merah dan menguasai Jeddah. Setelah itu, mereka menuju ke Mekkah al Mukarramah untuk menghancurkan Ka'bah. Lalu mereka akan lanjutkan ke Madinah untuk membongkar makam Rasulullah saw dan menuju Tabuk hingga ke Baitul Maqdis dengan terget Masjidil Aqsa dan Kubah Shakra'. 

Melihat sejarah ketegasan para Khalifah sudah sepatutnya umat Islam memiliki negara yang kuat dan berpengaruh dalam konstelasi politik dengan negara-negara di dunia sebagaimana yang pernah diraih oleh Daulah Islam. Agar umat Islam tidak menjadi objek penjajahan berkelanjutan akibat kebodohan para penguasanya yang masih tunduk pada kebijakan asing atas nama kepentingan politik semu. Maka dalam konteks saat ini, umat Islam wajib berjuang kembali mewujudkan Khilafah yang telah tiada menjadi negara adidaya sebagaimana dulu dan disegani oleh seluruh negara di dunia. Umat butuh Khilafah. 
Wallahu a'lam bisshowab.

Oleh: Punky Purboyowati So. S
Pegiat Pena Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update