Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mantan Penasihat KPK: Indonesia Menjadi Negara Terkorup Kedua di Dunia di Masa Rezim Jokowi

Minggu, 29 Juni 2025 | 02:17 WIB Last Updated 2025-06-29T02:19:48Z

TintaSiyasi.id -- Mantan Penasehat KPK, Dr. Abdullah Hehamahua, S.H.M.H., menyatakan bahwa Indonesia telah dilantik menjadi negara terkorup kedua di dunia di masa kepemimpinana Jokowi. 

“Indonesia dilantik sebagai negara terkorup kedua di dunia melalui presidennya Jokowi, mantan presiden kita masuk nominasi nomor dua terkorup di dunia. Tapi kata Jokowi, buktikan apa yang saya korupsi. Itulah kehebatan Jokowi. Jokowi selama ini saya anggap bodoh ternyata super licik,” tuturnya dalam Dialog Muharram: Hijrah, Merajut Ukhuwah, Merangkai Peradaban Islam Kaffah, Sabtu (28/06/2025), di YouTube One Ummah TV

Padahal, korupsi menurut United Natioal Conventio Against Corruption (unit korupsi PBB) korupsi merupakan extraordinary crime (kejahatan luar biasa) karena memiliki dua indikasi. 

Klaim yang mengatakan Indonesia menjadi negara terkorup di dunia bukanlah isapan jempol belaka. Mantan Penasehat KPK itu mengungkapkan sebuah bukti dari pemberitaan Panama Papers yang pernah memuat bahwa ribuan orang Indonesia punya saham dan perusahaan di luar negeri. 

“Beberapa tahun lalu Panama papers pernah memberitakan ribuan orang Indonesia yang sahamnya, dan perusahaannya ada di luar negeri, saya 3 tahun mengajar di Singapura saya temukan Pak hotel termewah di Singapura punya orang Indonesia bukan punya orang Singapura. Orang terkaya di Singapura bukan orang Singapura, orang Indonesia yang menjadi penduduk tetap Singapura,” ungkapnya.  

Itulah indikasi pertama yang menjadikan korupsi sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa) karena bersifat transnasional. 

Adapun indikasi kedua adalah pembuktian korupsi sangat sukar. Karena itulah katanya, Jokowi berani menantang klaim dirinya yang dinobatkan sebagai rezim terkorup kedua di dunia. Korupsi tidak sama dengan pidana umum yang pembuktiannya lebih mudah, seperti kasus pidana pembunuhan kata Abdullah Hehamahua. 

“Kalau pidana umum misalnya, Jenderal sambo membunuh ajudannya sudah dikuburkan, diotopsi jasad korbannya bisa dipastikan langsung karena pembunuhan,” lanjutnya.

Akan tetapi tidak demikian dengan kejahatan korupsi. Ia lanjut mencontohkan dengan kasus buku merah yang pernah menyeret nama Tito Karnavian yang tidak bisa diproses karena dua lembar penting buku tersebut telah dirobek. 

“Ini buku bank. karena warnanya merah di situ disebutkan ada transfer dana kepada Jenderal Tito yang waktu itu adalah Kapolda Metro Jaya, diproses tidak bisa karena 2 lembar dari buku itu dirobek. Tetapi orang yang menyuap Tito itu dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda 400 juta. Dalam Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta dilampirkan buku merah. Di situ ada disebutkan nama Tito. Itu contoh tentang itu pembuktiannya sukar. Kalau dari buku yang insyaallah akan rampung itu malah menurut saya Jokowi itu layak dihukum mati,” tegas Adullah. 


Empat Motif Perilaku Korupsi

Berdasarkan motif korupsi, ada empat alasan seseorang melakukan korupsi menurut Abdullah Hehamua, yaitu corruption by needy, corruption by greedy, corruption by opportunity, dan corruption by exposure. 

Motif korupsi karena motif kebutuhan (cooruption by needy) contohnya adalah perilaku korupsi yang dilakukan oleh para PNS. Ia menyebutkan, bahwa sekitar 60-70% PNS di Indonesia tidak lepas dari korupsi. Alasannya bukan karena gaji yang tidak sedikit, melainkan dinilai belum manusiawi. 

“Maaf bapak ibu yang PNS saya harus katakan, 60-70% PNS itu korupsi. Empat tahun saya di komisioner KPK. Jadi bisa tahu berapa gaji eselon 1, 2, 3, 4, dst. Kenapa sebanyak itu PNS korupsi? Karena gajinya tidak kecil tapi tidak manusiawi,” lanjutnya. 

PNS yang jujur akan mati tiga kali dalam satu bulan. Karena gaji yang diiterima cuma cukup survive untuk 10 hari. Sementara untuk bertahan (survive) dalam 10 hari kedua dan ketiga tergantung kreatifitas para PNS. Kreativitas inilah yang menjadi pintu masuknya korupsi menurut mantan penasehat KPK itu. 

“Bagaimana bisa survive lebih 10 hari? Tergantung dari tingkat kreativitas masing-masing ASN. Tukang fotokopi hari Senin dia foto copy 1500 lembar ada sisa 5 hari Selasa Rabu Kamis Jumat jadi 5 hari ada sisa 50 atau 100 lembar, kemudian majalah bekas surat kabar beras dijual ke loak. Itu kreativitas tukang fotocopy. Kalau jabatan tinggi, ya jadi Pimpro atau komisaris di perusahaan seperti itu. Tergantung tingkat kreativitas,” ia melanjutkan. 

Motif korupsi kedua disebut corruption by greedy atau keserakahan. Ia juga menceritakan pengalamannya menemukan pejabat dengan perilaku korupsi by greedy. Seperti para pejabat MPR yang gajinya sudah tinggi (100 juta perbulan) tetapi masih korupsi. 

“Ketika saya wakil ketua KPK Pan memeriksa seorang jenderal anggota MPR. saya ke rumahnya kalau tidak salah ada 2 mobil mewah di pekarangan, saya kira mobilnya dua, tetapi menurut ART pejabat itu mobil majikannya ada 7, jadi kalau bapak yang punya isteri 4, bisa mudah diatur gillirannya. Ini, hari kerja ada 5 tetapi mobilnya ada 7. Jadi dia bingung bahkan lupa punya mobil jenis apa saja. Itulah greedy, serakah,” bebernya. 

Motif ketiga, disebut corruption by opportunity. Ia mencontohkan kasus korupsi by opportunity yang pernah menjerat para pegawai KPU yang berasal dari kalangan dosen dan guru besar karena tidak punya pengalaman tentang KPU, akhirnya jebol korupsi karena adanya peluang (by opportunity).

Terakhir yang keempat adalah korupsi by exposure atau ketelanjangan korupsi yang terjadi mulai dari Presiden sampai kepala desa.  

“Anda datang ke Pak RT ambil KTP sepenuhnya gratis tapi anda salam tempel sama Pak RT. Kalau tidak, nanti KTP anda tidak siap-siap. Artinya, masyarakat juga turut menyebarkan korupsi. Karena korupsi bersifat telanjang (exposure). Semua inilah disebut korupsi berdasarkan motif,” pungkasnya. [] M. Siregar.

Opini

×
Berita Terbaru Update