Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kedatangan Macron ke Indonesia: Inikah Bentuk Pengukuhan Neoimperialisme Negara Islamofobia Radikal?

Jumat, 06 Juni 2025 | 06:23 WIB Last Updated 2025-06-05T23:23:51Z

TintaSiyasi.id-- Rekam jejak Presiden Prancis Emmanuel Macron masih hangat di ingatan, yakni dia pernah menganggap pelecehan yang dilakukan Charlie Hebdo terhadap Nabi Muhammad saw. adalah bentuk kebebasan pers. Masih ingatkan luka lama yang dibuat Macron 2020 lalu? Nah, dia telah melakukan kunjungan ke Indonesia selama dua hari (27—28 Mei 2025). Hal tersebut menegaskan hubungan bilateral Prancis dan Indonesia dan menghasilkan sederet kesepakatan strategis yang mencakup sektor energi, infrastruktur, kesehatan hingga budaya.

Dikutip dari Tempo.co (30-5-2025), sebanyak 27 nota kesepahaman diteken antara pemerintah, lembaga, dan dunia usaha Indonesia-Prancis, dengan nilai komitmen mencapai US$ 11 miliar. Kerja sama ini mencakup sektor-sektor strategis seperti energi, transportasi, pangan, kesehatan, telekomunikasi, pendidikan, dan infrastruktur. Forum bisnis ini dihadiri 368 delegasi, termasuk 70 perusahaan terkemuka Prancis.

Sebenarnya ini bukan kerjasama, lebih ke bentuk neoimperialisme (penjajahan gaya baru) yang dilakukan Prancis terhadap Indonesia. Tidak mungkin Prancis mengucurkan US$ 11 miliar hanya untuk kerjasama biasa. Tentu Macron memiliki hegemoni yang ingin ditancapkan di negeri ini. 

Apalagi sebagai negara yang mengidap islamofobia radikal, tentu sikap dia terhadap negeri mayoritas muslim tidak untuk membiarkannya. Namun, ia berupaya melakukan infiltrasi liberalisme (paham kebebasan), sekularisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan), dan kapitalisme (ideologi yang dipimpin oleh para kapitalis) ke Indonesia.

Menyibak Makna di Balik Kedatangan Macron

Seolah-olah kunjungan Macron ke Indonesia hanya untuk melakukan kerjasama strategis di bidang energi, transportasi, pangan, kesehatan, telekomunikasi, pendidikan, dan infrastruktur. Namun, apakah benar hanya itu? Kerjasama seperti apa yang sebenarnya mereka bangun? Di saat yang sama sosok Macron itu adalah pemimpin negara sekuler radikal. Bahkan Macron adalah orang yang paling bertanggung jawab atas islamofobia dan xenofobia di Prancis. Oleh karena itu, tidak mungkin kedatangan ke Indonesia hanya sekadar bekerjasama.

Menyibak makna kedatangan Macron ke Indonesia ada beberapa catatan penting sebagai berikut. Pertama, eksploitasi sumber energi yang dimiliki Indonesia. Kedatangan Macron ke Indonesia tidak dilepaskan dari ideologi kapitalisme yang dia emban. Prinsip dasar ideologi ini adalah mengeksploitasi sumber daya alam atau bahasa kasarnya adalah "merampok" sumber daya alam yang ada di Indonesia. Sumber daya alam seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat bukan malah diswastanisasi dan dikapitalisasi negara asing penjajah seperti Prancis, negara Eropa, Amerika, maupun Cina. 

Kedua, menciptakan ketergantungan Indonesia kepada Prancis. Selain itu, juga memuluskan kepentingan Prancis sebagai negara kapitalis dan menjadikan Indonesia konsumtif kepadanya. Kerjasama dalam bidang transportasi, pangan, kesehatan, telekomunikasi, hingga infrastruktur sebenarnya untuk menancapkan hegemoni Prancis ke Indonesia. Sebagai negara yang belum mampu memproduksi teknologi dan mengembangkan sains secara progresif seolah-olah Indonesia dijadikan pasar segala teknologi canggih yang Prancis keluarkan. Implikasinya, negeri ini hanya bisa bergantung kepada asing dan tidak bisa berdikari.

Ketiga, membawa nilai sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) dan liberalisme (kebebasan) dengan cara mengagungkan hak asasi manusia (HAM). Prancis mengkampanyekan HAM dan menjadikannya nilai universal yang harus diambil. Akibatnya, umat muslim terlepas satu per satu ikatannya kepada Islam dengan alasan HAM. Sebagai contoh, membuka aurat, pacaran, seks bebas, minum khamr, main judi online, hingga mengkonsumsi barang haram adalah HAM. Inilah yang akan menyebabkan kerusakan multidimensi di masyarakat. 

Kunjungan Macron ke Indonesia dengan membawa nota kesepakatan yang mengucurkan sampai US$ 11 miliar tentu tidak main-main. Mereka mengeluarkan dana sebesar itu pasti memiliki kepentingan yang besar, yakni memperdaya hingga menjajah Indonesia dengan gaya baru. Penjajahan dengan mengeksploitasi kekayaan alam hingga penjajahan pemikiran dengan mengkampanyekan ideologi kapitalisme akan mereka lakukan demi menancapkan hegemoninya di Indonesia.

Dampak Kedatangan Macron terhadap Aspek Politik dan Ekonomi

Dampak nyata dari kedatangan Macron ke Indonesia adalah cengkraman kapitalisme global terhadap Indonesia makin kuat mengakar. Tentunya hal itu bisa tampak dengan respons Presiden RI Prabowo Subianto yang memberikan pernyataan yang sangat menyakitkan kepada umat Islam. Di depan Macron dengan tidak merasa bersalah bisa-bisanya menyampaikan akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika Zionis memberikan kemerdekaan terhadap Palestina. Bagaimana bisa membina hubungan kepada negara "stunting" yang dilahirkan paksa di atas genosida kaum muslim?

Pernyataan two state solution (solusi dua negara) adalah solusi satu-satunya masalah Palestina menunjukkan keberpihakan Prabowo terhadap segala titah Barat berserta sekutunya. Pernyataan ini saja menunjukkan betapa lemahnya negeri ini di hadapan negara penjajah Yahudi dan sekutunya. Faktanya, Barat beserta sekutunya adalah penyebab dari malapetaka yang menimpa kaum muslim di berbagai wilayah. Termasuk eksploitasi sumber daya alam di berbagai negeri-negeri muslim demi keserakahan kaum kapitalis global. 

Secara politik, kedatangan Macron untuk mengukuhkan posisi kepemimpinan ideologi kapitalisme dalam menancapkan penjajahan di negeri-negeri muslim. Dampak secara politik adalah negeri-negeri muslim berada dalam pengaruh mereka dan para penguasanya lebih memilihmenjalankan titah kepemimpinan kapitalisme global daripada menjalankan ketaatannya kepada Allah Swt. Bahkan untuk masalah Palestina, solusi yang didukung adalah solusi yang ditawarkan kapitalis global (two state solution). 

Dalam kacamata ekonomi, kucuran dana sampai US$ 11 miliar ini bukan kucuran dana biasa. Namun, dana yang penuh konsekuensi riba, denda, dan tekanan yang didiktekan Prancis. Itu pun menyentuh berbagai aspek kerjasama yang akan dilakukan Indonesia-Prancis. Dalam memutuskan kebijakan dampaknya adalah pemerintah lebih mendengarkan titah Prancis daripada memutuskan kebijakan yang menyejahterakan rakyat. 

Begitu pun ketika terjadi eksploitasi hingga merusak alam dan menimbulkan bencana, Prancis pun tidak peduli, karena mereka tidak merasakan dampaknya secara langsung. Namun, rakyat yang mendapatkan segala bencana akibat keserakahan Prancis dalam menyukseskan kepentingannya. Seharusnya hal ini disadari oleh umat Islam. Latar belakang Macron dan Prancis yang memiliki identitas sekuler radikal yang menabuh genderang islamofobia yang melahirkan konflik di Eropa.

Strategi Islam dalam Menyikapi Pemimpin Negara Kafir Penjajah Macron

Di dalam pandangan Islam, hubungan yang terjalin dengan negara penjajah kafir adalah jihad. Jihad ini adalah bentuk dakwah kepada kesombongan mereka dan menghentikan segala bentuk kekacauan yang mereka buat untuk seluruh alam. Sikap negara Islam (khilafah) kepada negara kafir zimi  tentu berbeda dengan kafir harbi fi'lan, sehingga marwah kaum muslim tetap terjaga. Tidak seperti sekarang, kaum muslim dizalimi, diperkosa, dibakar, dibom, ditembak, dirudal, diserang dari darat dan udara oleh kaum kafir penjajah Yahudi.

Posisi kaum muslim tercerai berak karena terpecah-belah dalam sekat-sekat nasionalisme. Keegoisan setiap negara makin besar ketika para penguasanya menjadi boneka penjajah kafir penjajah. Di sinilah jelas umat Islam memerlukan kepemimpinan global di bawah naungan Khilafah Islamiah yang menyatukan umat dan bisa memobilisasi jihad untuk mengusir penjajah kafir dari wilayah kaum muslim. Sehingga kaum muslim bisa menjalankan ketaatannya dengan penuh perlindungan dan umat Islam senantiasa dikondisikan untuk taat kepada Allah Swt. dalam naungan Khilafah Islamiah.

Strategi Islam dalam menyikapi negara-negara kafir jelas. Sikapnya adalah dakwah. Negara Islam (khilafah) akan mengutus utusannya berdakwah kepada  mereka. Karena jelas, mereka yang kafir kepada Allah Swt. akan masuk neraka dan kekal di dalamnya. Tujuan dakwah ini jelas, yakni untuk menyelamatkan mereka dari azab pedih di akhirat. Andaikan mereka belum mau menerima akidah Islam, mereka akan diajak untuk tunduk dalam syariat Islam yang penuh keadilan dan kedamaian ketika diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. 

Berbeda sikap dengan negara kafir harbi fi'lan yakni kafir penjajah yang telah jelas kejahatannya dan kezalimannya kepada kaum muslim. Menghadapi negara karir penjajah adalah menaklukkannya dengan jihad fi sabilillah. Negara khilafah akan menyiapkan pasukan terbaiknya dan segala hal yang mendukung proses penaklukan negara kafir penjajah tersebut. Supaya mereka tidak berano menimpakan sedikit pun kezaliman kepada kaum muslim. 

Sebagaimana yang ditunjukkan Khalifah al-Mu'tashim Billah adalah khalifah Abbasiyah yang berkuasa antara tahun 833 hingga 842 M. Ia mengirimkan 30 ribu pasukan hanya untuk menjaga kehormatan seorang budak muslimah yang disingkap jilbabnya oleh orang Yahudi. Berbeda hari ini umat Islam dilecehkan dan dibodohkan dengan penjajahan pemikiran yang dilakukan ideologi kapitalisme global. Oleh karena itu, mewujudkan kembalinya institusi khilafah adalah mendesak dan harus diupayakan oleh seluruh kaum muslim.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. 

Kunjungan Macron ke Indonesia dengan membawa nota kesepakatan yang mengucurkan sampai US$ 11 miliar tentu tidak main-main. Mereka mengeluarkan dana sebesar itu pasti memiliki kepentingan yang besar, yakni memperdaya hingga menjajah Indonesia dengan gaya baru. Penjajahan dengan mengeksploitasi kekayaan alam hingga penjajahan pemikiran dengan mengkampanyekan ideologi kapitalisme akan mereka lakukan demi menancapkan hegemoninya di Indonesia.

Kedatangan Macron untuk mengukuhkan posisi kepemimpinan ideologi kapitalisme dalam menancapkan penjajahan di negeri-negeri muslim. Dampak secara politik adalah negeri-negeri muslim berada dalam pengaruh mereka dan para penguasanya lebih memilihmenjalankan titah kepemimpinan kapitalisme global daripada menjalankan ketaatannya kepada Allah Swt. Bahkan untuk masalah Palestina, solusi yang didukung adalah solusi yang ditawarkan kapitalis global (two state solution). 

Sebagaimana yang ditunjukkan Khalifah al-Mu'tashim Billah adalah khalifah Abbasiyah yang berkuasa antara tahun 833 hingga 842 M. Ia mengirimkan 30 ribu pasukan hanya untuk menjaga kehormatan seorang budak muslimah yang disingkap jilbabnya oleh orang Yahudi. Berbeda hari ini umat Islam dilecehkan dan dibodohkan dengan penjajahan pemikiran yang dilakukan ideologi kapitalisme global. Oleh karena itu, mewujudkan kembalinya institusi khilafah adalah mendesak dan harus diupayakan oleh seluruh kaum muslim. 

Oleh. Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute) 

MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DIPONOROGO. Rabu, 4 Juni 2025. Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum. #LamRad #LiveOpperessedOrRiseAgainst

Opini

×
Berita Terbaru Update