“Dalam regulasi hari ini, yang basisnya adalah sistem
ideologi kapitalis sekuler, maka tentu kemudian terbuka celah yang besar di
situ, sehingga tadi ada banyak lingkaran dalam posisi pemegang kekuasaan yang
dia mengambil kepentingan dalam industri tambang nikel di Indonesia,” ujarnya
dalam program Economic Understanding berjudul Kronisme dan Kerusakan
Lingkungan dalam Industri Tambang Indonesia di kanal YouTube Muslimah
Media Hub, Jumat (13/06/2025).
Ia mengungkapkan ada isu kroniisme politik dan
kerusakan lingkungan masif dalam industri tambang nikel yang berjalan di
Indonesia.
“Kita lihat secara singkat dalam analisis ini, ada dua
persoalan besar yang terjadi pengolahan industri nikel di Indonesia. Pertama,
lingkaran para elit pemegang kekuasaan; kedua, aspek ada korupsi dengan
berbagai bentuk secara masif,” ujarnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan perspektif ekonomi Islam,
ada penyebab mendasar yang kemudian memunculkan persoalan-persoalan lanjutan
yang sangat merugikan masyarakat luas tadi.
“Pertama, sebetulnya berawal dari terbukanya
celah ketika ditetapkan bahwa nikel sebagai salah satu sumber daya alam dalam
deposit yang melimpah yang Allah berikan di muka bumi ini, termasuk di wilayah
Indonesia, tidak dipotret dalam regulasi yang diajarkan oleh Islam,” ulasnya.
“Yang digunakan memang regulasi yang berasal dari
prinsip kebebasan. sehingga siapa yang memegang regulasi maka dia bisa mengatur
dengan berbagai pertimbangan yang dia buat,” tuturnya lebih lanjut.
Ia menyampaikan, Islam menetapkan bahwa nikel sebagai
deposit yang melimpah adalah bagian dari kepemilikan umum, bukan milik negara
atau swasta. “Sejak awal memang sudah ditutup celah sekalipun bagi seorang
penguasa untuk bisa mengambil kepentingan untuk dirinya, keluarganya, atau
kelompoknya,” ujarnya.
“Kedua, yang kita lihat tadi ketika ada banyak
korupsi dalam berbagai bentuknya secara masif maka sudah bisa kita prediksi
kalau sejak awal siapa yang berperan dalam proses eksplorasinya itu. Ada
kepentingan tertentu maka dalam regulasi berikutnya, terbuka juga tadi celah
ada banyak kepentingan yang ‘bermain’ dalam industri itu,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, korupsi tentu tidak dijumpai apabila
regulasi Islam diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. “Bahkan situasi
hari ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan situasi dalam peradahan Islam,”
tegasnya.
“Di dalam peradaban Islam itu memang juga ada fase-fase
di mana ada penguasa yang melakukan korupsi, penyelewengan tapi itu pun tidak
banyak. Kalau pun terjadi, maka tidak sampai di ranah yang kemudian penguasa
itu bahkan menetapkan yang awalnya milik umum kemudian diubah menjadi milik
privat, diprivatisasi,” tegasnya.
Ia menyimpulkan, dengan regulasi yang jelas dalam
Islam, maka sedikit saja yang terjadi pelanggaran dan koreksi bisa dilakukan
dan tindakan boleh diambil.
“Sementara kalau dalam Islam tadi, ketika ada regulasi
yang berubah sedikit saja, maka dengan regulasi yang jelas, mana yang benar
yang sesuai dengan syariat, mana yang salah ketika terjadi perlanggaran
terhadap syariat. Maka semua orang bisa melakukan koreksi dengan cepat, bukan
hanya pejabat negara bahkan rakyatnya pun juga bisa melakukan koreksi melakukan
muhasabah,” pungkasnya.[] Syamsiyah Jamil