Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kapitalisme Membuka Celah Besar untuk Pemegang Kekuasaan dalam Industri Tambang

Rabu, 18 Juni 2025 | 07:50 WIB Last Updated 2025-06-18T00:51:02Z

Tintasiyasi.ID -- Pengamat Ekonomi Syariah Nida Sa’adah mengatakan sistem ideologi kapitalis sekuler membuka celah besar untuk pemegang kekuasaan mengambil kepentingan dalam industri tambang nikel.

 

“Dalam regulasi hari ini, yang basisnya adalah sistem ideologi kapitalis sekuler, maka tentu kemudian terbuka celah yang besar di situ, sehingga tadi ada banyak lingkaran dalam posisi pemegang kekuasaan yang dia mengambil kepentingan dalam industri tambang nikel di Indonesia,” ujarnya dalam program Economic Understanding berjudul Kronisme dan Kerusakan Lingkungan dalam Industri Tambang Indonesia di kanal YouTube Muslimah Media Hub, Jumat (13/06/2025).

 

Ia mengungkapkan ada isu kroniisme politik dan kerusakan lingkungan masif dalam industri tambang nikel yang berjalan di Indonesia.

 

“Kita lihat secara singkat dalam analisis ini, ada dua persoalan besar yang terjadi pengolahan industri nikel di Indonesia. Pertama, lingkaran para elit pemegang kekuasaan; kedua, aspek ada korupsi dengan berbagai bentuk secara masif,” ujarnya.

 

Ia menjelaskan, berdasarkan perspektif ekonomi Islam, ada penyebab mendasar yang kemudian memunculkan persoalan-persoalan lanjutan yang sangat merugikan masyarakat luas tadi.

 

Pertama, sebetulnya berawal dari terbukanya celah ketika ditetapkan bahwa nikel sebagai salah satu sumber daya alam dalam deposit yang melimpah yang Allah berikan di muka bumi ini, termasuk di wilayah Indonesia, tidak dipotret dalam regulasi yang diajarkan oleh Islam,” ulasnya.

 

“Yang digunakan memang regulasi yang berasal dari prinsip kebebasan. sehingga siapa yang memegang regulasi maka dia bisa mengatur dengan berbagai pertimbangan yang dia buat,” tuturnya lebih lanjut.

 

Ia menyampaikan, Islam menetapkan bahwa nikel sebagai deposit yang melimpah adalah bagian dari kepemilikan umum, bukan milik negara atau swasta. “Sejak awal memang sudah ditutup celah sekalipun bagi seorang penguasa untuk bisa mengambil kepentingan untuk dirinya, keluarganya, atau kelompoknya,” ujarnya.

 

Kedua, yang kita lihat tadi ketika ada banyak korupsi dalam berbagai bentuknya secara masif maka sudah bisa kita prediksi kalau sejak awal siapa yang berperan dalam proses eksplorasinya itu. Ada kepentingan tertentu maka dalam regulasi berikutnya, terbuka juga tadi celah ada banyak kepentingan yang ‘bermain’ dalam industri itu,” lanjutnya.

 

Ia menjelaskan, korupsi tentu tidak dijumpai apabila regulasi Islam diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. “Bahkan situasi hari ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan situasi dalam peradahan Islam,” tegasnya.

 

“Di dalam peradaban Islam itu memang juga ada fase-fase di mana ada penguasa yang melakukan korupsi, penyelewengan tapi itu pun tidak banyak. Kalau pun terjadi, maka tidak sampai di ranah yang kemudian penguasa itu bahkan menetapkan yang awalnya milik umum kemudian diubah menjadi milik privat, diprivatisasi,” tegasnya.

 

Ia menyimpulkan, dengan regulasi yang jelas dalam Islam, maka sedikit saja yang terjadi pelanggaran dan koreksi bisa dilakukan dan tindakan boleh diambil.

 

“Sementara kalau dalam Islam tadi, ketika ada regulasi yang berubah sedikit saja, maka dengan regulasi yang jelas, mana yang benar yang sesuai dengan syariat, mana yang salah ketika terjadi perlanggaran terhadap syariat. Maka semua orang bisa melakukan koreksi dengan cepat, bukan hanya pejabat negara bahkan rakyatnya pun juga bisa melakukan koreksi melakukan muhasabah,” pungkasnya.[] Syamsiyah Jamil

Opini

×
Berita Terbaru Update