TintaSiyasi.id -- Fenomena KDM
Kang Dedi Mulyadi atau lebih populer dikenal sebagai “KDM” akhir-akhir ini memberikan pengaruh besar pada peta perpolitikan di Indonesia terkhusus kriteria pemimpin ideal yang seharusnya dimiliki negara ini.
Diawali dari respon terhadap banjir besar dibeberapa titik yang terjadi di Kota Bekasi pada bulan Maret 2025. KDM melakukan langkah berani dengan membongkar Hibisc Fantasy Park yang ada di Kota Bogor. Padahal lokasi tersebut baru saja diresmikan dan mampu menyerap banyak lapangan pekerjaan. Hal ini didasarkan pada penyelidikan bahwa area wisata tersebut telah mengubah fungsi sungai menjadi bangunan permanen.
Dilanjutkan pembongkaran bangunan liar yang berdiri diatas sungai yang terjadi di Kabupaten Bekasi. Bahkan berlanjut muncul video viral adu argumen antara KDM dengan salah satu anak pemilik rumah.
Terbaru pada 30 Mei 2025 lalu pada kejadian longsor di Gunung Batu Cirebon, ternyata hal itu sudah diprediksi dan diliput oleh KDM pada tahun 2021 dengan kesimpulan area tersebut berpotensi besar mengalami kelongsoran.
Rindu Pemimpin Bermutu
Tidak hanya handal merespon hal-hal viral, KDM dikenal dekat dengan masyarakat. Terlihat saat menghadiri perayaan juara Persib Bandung di Liga Indonesia dan mengucurkan milyaran rupiah dari kantong pribadinya untuk dijadikan sebagai hadiah bagi pemain.
KDM bahkan sempat marah besar saat menghadiri acara bertema Abdi Nagri Nganjang Ka Rakyat (Pelayan Negara Bertamu ke Rakyat) di Kabupaten Subang karena ada oknum yang berbuat onar dan dianggap mencederai makna acara yang ingin fokus dialog isu mendesak seperti infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.
Sebuah kewajaran jika masyarakat menginginkan kehadiran pemimpin yang bermutu setelah sepuluh tahun terakhir disuguhi kebijakan tidak berpihak pada rakyat. Janji-janji manis para pemimpin di semua level membuat masyarakat muak dan merasa kehadiran KDM membawa angin segar serta rasa optimis yang tinggi di masa depan Indonesia bisa memiliki pemimpin hebat yang peduli pada rakyat.
Wajib Menunjuk Pemimpin
Allah berfirman dalam surah An Nisa ayat 59, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu...”
Rasulullah bersabda, “Apabila tiga orang keluar dalam suatu perjalanan, hendaklah mereka menunjuk salah satu di antara mereka sebagai pemimpin.” (HR. Abu Dawud, dari Abu Sa’id Al-Khudri).
Dalil di atas menjadi sandaran wajibnya memiliki pemimpin bagi umat Islam yang akan ditaati dalam kehidupan. Namun perlu diingat negeri ini pernah memiliki pemimpin dengan predikat populis otoriter. Diawal kehadirannya terkesan merakyat namun saat menjabat aturan yang dibuat merugikan umat. Tentu ini menjadi peringatan bagi kita semua, jangan sampai terperosok pada lubang yang sama.
Memang betul pemimpin bermutu sangat perlu namun bukan itu saja yang dituju. Parameter baik atau buruk mutunya harus menggunakan sandaran yang benar yang disepakati mayoritas manusia dibelahan dunia manapun.
Pemimpin Dalam Islam
Allah berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 30:
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗ….
"Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat. “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”"
Menurut ulama tafsir, khalifah di sini dimaknai sebagai pengganti, pemimpin atau penguasa. Setelah Rasul wafat, terdapat khalifah yang melanjutkan estafet kepemimpinan. Keberlanjutan di dalamnya juga terikat dengan aturan baku yang telah Rasul dakwahkan sejak fase Kota Makkah.
Aturan baku yang terkandung di dalam kepemimpinan Islam bersandar pada Al-Qur'an, Sunnah, Ijma dan Qiyash. Rasul pada awal dakwah di Makkah sudah ditawarkan oleh petinggi kafir Quraisy untuk menjadi pemimpin mereka dengan syarat menghentikan dakwah Islam. Hal ini ditolak Rasul karena tidak mungkin dakwah Islam dihentikan dan ditambah kondisi masyarakat disana yang populer dengan sebutan jahiliyah belum siap untuk diterapkan aturan Islam.
Khalifah terus ada sampai tahun 1924 menjadikan bukti shahih dalam Islam ada kriteria pemimpin ideal yang bisa diduplikasi kembali di zaman ini.
Memang Harus Khalifah?
Jawabnya iya!, dan hanya itu pilihannya, tidak ada yang lain. Umat Islam saat ini umumnya minim literasi dan membatasi kriteria pemimpin dengan cakupan Presiden, Perdana Menteri atau Raja. Padahal dilihat faktanya apa yang diterapkan para pemimpin tersebut bukan hukum Islam namun produk pemikiran-pemikiran manusia yang serba kurang, lemah dan tidak bisa menjaga aqidah umat.
Khalifah berada dalam sistem khilafah, sistem yang di dalamnya hanya menerapkan aturan berdasarkan hukum Allah. Khalifah diangkat melalui proses bai’at dengan syarat Muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu. Kehadirannya memberikan jaminan keadilan yang tidak hanya berlaku pada umat islam saja tapi menyeluruh kepada penduduk yang berada dalam naungan Daulah Islam.
Khalifah adalah kepimimpinan tunggal untuk seluruh umat islam di dunia sehingga tidak akan dibatasi oleh sekat nasionalisme. Adanya persatuan umat secara menyeluruh adalah hal yang penting karena sesuai dengan firman Allah di surah Al Hujurat ayat 10 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara”.
Tanpa khalifah mustahil umat Islam bersatu. Tanpa persatuan mustahil umat Islam kembali bangkit menjadi negara superpower yang mampu mengemban dakwah ke seluruh dunia. Maka jika mengaku beriman, nilai Islam-lah parameter yang paling tertinggi dan wajib ditanamkan pada setiap pemikiran umat islam untuk menilai kualitas pemimpin.
لَا يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
“Tidak selayaknya seorang mukmin dipatuk ular dari lubang yang sama sebanyak dua kali.” (HR. Bukhari)
Jadi kita amati terus apakah aksi KDM akan konsisten menerapkan aturan islam dalam kepemimpinannya atau hanya gimmick semata untuk mencari simpati rakyat. []
Oleh: Tri Aji Akhirudin
Guru Tahsin Ideologis