Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Job Fair Ricuh, Cermin Suramnya Dunia Kerja dan Gagalnya Sistem Kapitalis

Rabu, 04 Juni 2025 | 10:39 WIB Last Updated 2025-06-04T03:39:22Z

TintaSiyasi.id -- Puluhan ribu pencari kerja memadati Gedung Convention Center President University, Jababeka, dalam gelaran Bekasi Pasti Kerja Expo 2025, Selasa (27/5). Alih-alih menjadi solusi atas tingginya angka pengangguran, acara ini justru berubah menjadi lautan manusia yang tak terkendali. Dorong-dorongan tak terelakkan, hingga beberapa peserta jatuh pingsan. Pemandangan ini menambah daftar panjang potret buram dunia ketenagakerjaan Indonesia.

Acara yang digagas Pemerintah Kabupaten Bekasi ini semula ditujukan untuk membuka peluang kerja. Namun, dengan jumlah peserta mencapai 25.000 orang dan hanya sekitar 2.500 lowongan dari 64 perusahaan, ketimpangan itu menyulut kekacauan. Bukan sekadar soal teknis, insiden ini menguak kenyataan pahit: pekerjaan makin langka, sementara pencari kerja terus bertambah. (Kompas, 28/05/2025)

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menilai kekisruhan ini mencerminkan kegagalan negara dalam menyediakan lapangan kerja. Pemerintah, kata dia, abai terhadap tanggung jawabnya menjamin pekerjaan bagi warganya. (CNBC Indonesia, 30/05/2025)


Data Tak Bisa Berdusta

Pernyataan tersebut sejalan dengan temuan Badan Pusat Statistik (BPS). Per Februari 2025, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta jiwa atau 4,76% dari total angkatan kerja. Ironisnya, pengangguran tertinggi justru berasal dari kelompok usia muda (15–24 tahun), yakni sebesar 16,16%.

Yang lebih menyedihkan, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)—yang diharapkan siap masuk dunia kerja—malah menjadi penyumbang pengangguran terbanyak, dengan tingkat 8%. Ini menunjukkan ada ketidaksesuaian antara pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. (BPS, 05/05/2025)

Laporan Dana Moneter Internasional (IMF) pada April 2025 menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi kedua di Asia Pasifik untuk kategori negara berkembang, setelah Tiongkok. Ini menegaskan bahwa pengangguran di Indonesia bukan sekadar fenomena temporer, melainkan masalah struktural yang belum tersentuh solusi fundamental. (Detik, 31/05/2025)


Kapitalisme Penyebab Negara Pasif, Pasar Aktif

Permasalahan ini tak lepas dari sistem ekonomi kapitalistik yang diterapkan saat ini. Dalam sistem ini, negara lebih berfungsi sebagai penyedia ruang bagi korporasi dan pasar bebas. Tugas negara bukan lagi mengurus rakyat, melainkan memfasilitasi kepentingan ekonomi para pemilik modal.

Lapangan kerja diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar. Pemerintah cukup menggelar job fair—yang ujungnya ricuh—tanpa solusi menyeluruh yang menjamin penyerapan tenaga kerja secara berkelanjutan.

Di sisi lain, kekayaan alam yang seharusnya menjadi modal besar untuk membuka lapangan kerja malah diserahkan pada pihak swasta, termasuk asing. Prinsip untung rugi menjadi landasan, bukan kesejahteraan rakyat. Tak heran jika ketimpangan terus menganga, dan pengangguran tetap menjadi bom waktu.


Mewujudkan Negara Pengurus dan Rakyat Terjamin?

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menetapkan negara sebagai ra’in—pengurus rakyat. Pemimpin dalam sistem Islam sadar bahwa setiap kebijakan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Oleh karena itu, negara wajib memastikan rakyat mendapatkan hak hidup, termasuk pekerjaan.

Dalam pandangan Islam, bekerja adalah kewajiban bagi laki-laki dewasa yang mampu. Negara tidak membiarkan rakyat berebut lowongan kerja hingga pingsan. Negara justru hadir membuka akses kerja seluas-luasnya: dari pengelolaan mandiri sumber daya alam, pengembangan sektor pertanian dan industri, hingga pemberian modal usaha secara langsung.

Negara Islam (khilafah) akan menjalankan sistem ekonomi berdasarkan syariat Islam. Sumber daya alam dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk membangun kesejahteraan rakyat, termasuk menciptakan lapangan kerja padat karya. Tidak ada beban pajak berlebihan atau regulasi yang mencekik usaha kecil.
Bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, negara menyediakan solusi: pekerjaan alternatif, pelatihan keterampilan, atau bantuan modal usaha. Kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin gratis oleh negara, sehingga rakyat tetap bisa hidup layak meski dalam masa transisi pekerjaan.


Saatnya Berpikir Ulang Sistem Apa yang Kita Butuhkan?

Kericuhan dalam job fair di Bekasi bukan kejadian sepele. Ini adalah gejala dari penyakit kronis: kegagalan sistem dalam menjamin hak dasar rakyat. Selama kapitalisme menjadi landasan, penderitaan semacam ini hanya akan berulang.

Sudah saatnya umat Islam melihat Islam sebagai sistem alternatif. Bukan sekadar agama spiritual, Islam juga menawarkan solusi komprehensif dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial. Sistem khilafah bukan utopia, melainkan warisan sejarah yang terbukti menyejahterakan.

Jika kita benar-benar ingin perubahan yang nyata dan menyeluruh, maka menegakkan kembali sistem Islam adalah langkah strategis. Khilafah adalah jawaban bagi rakyat yang lelah menanti solusi dari sistem yang tak lagi berpihak pada mereka. []

Oleh: Diaz
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update