Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Islam Solusi untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam

Rabu, 18 Juni 2025 | 08:54 WIB Last Updated 2025-06-18T01:55:07Z

TintaSiyasi.id -- Kegiatan penambangan nikel di daerah Kabupaten Papua Barat Daya, Raja Ampat, mendapat sorotan tajam dari kalangan masyarakat sipil dan pengamat lingkungan. Aktivitas ini dinilai merusak lingkungan dan berpotensi menyalahi hukum. Menurut Herdiansyah Hamzah, peneliti dari Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, wilayah Kepulauan Raja Ampat tergolong sebagai pulau kecil yang mendapat perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 35 huruf k dari undang-undang tersebut melarang aktivitas penambangan mineral di pulau kecil apabila mengakibatkan kerusakan lingkungan, pencemaran, atau merugikan penduduk setempat. (metrotvnews.com, 07/06/2025) 

Kementerian Lingkungan Hidup menemukan sejumlah pelanggaran serius terkait aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata unggulan. Dalam pengawasan yang dilakukan, KLH mencatat ada empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah tersebut. PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. Dari hasil temuan, hanya PT Mulia Raymond Perkasa yang tidak mengantongi izin usaha pertambangan (IUP). Menurut Hanif, PT Mulia Raymond Perkasa juga diketahui tidak memiliki dokumen lingkungan maupun Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dalam menjalankan aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Oleh karena itu, seluruh kegiatan eksplorasi perusahaan tersebut telah dihentikan.
(tirto.id, 07/06/2025) 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan rencananya untuk turun langsung ke lapangan guna memantau kegiatan penambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap laporan yang menyebutkan bahwa aktivitas tambang di kawasan tersebut telah merusak lingkungan perairan dan membahayakan sektor pariwisata di daerah yang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata paling menawan di Indonesia. (beritasatu.com, 05/06/2025) 

Aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius. Wilayah yang dikenal sebagai surga wisata dunia ini kini terancam oleh kerusakan ekologis yang tidak hanya mengancam keindahan alamnya, tetapi juga mengganggu keseimbangan hayati yang dilindungi secara internasional. Kementerian Lingkungan Hidup mencatat pelanggaran serius oleh empat perusahaan tambang di wilayah tersebut. Bahkan, salah satunya—PT Mulia Raymond Perkasa—melakukan eksplorasi tanpa izin resmi (IUP) dan tanpa dokumen lingkungan. Akibatnya, seluruh aktivitasnya harus dihentikan. 

Hal ini membuktikan betapa lemahnya sistem pengawasan negara di bawah tekanan kekuatan ekonomi dan politik dari pemilik modal. Hingga membiarkan tangan-tangan rakus merampas harta rakyat bahkan merusak lingkungan yang akan berdampak buruk bagi lingkungan.

Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM, menyatakan akan turun langsung ke lapangan untuk meninjau dampak aktivitas tambang. Meskipun pemerintah mengklaim tetap berkomitmen terhadap perlindungan lingkungan, pada saat yang sama, mereka juga mendorong hilirisasi tambang sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi. Dua kepentingan yang saling bertentangan ini menunjukkan kegagalan sistem dalam melindungi alam secara utuh. Lebih jauh, kasus ini juga memperlihatkan watak asli sistem kapitalisme. Kapitalisme lah yang menjadikan kekayaan alam dieksploitasi sebesar-besarnya demi keuntungan pribadi atau kelompok, bahkan jika harus melanggar undang-undang dan merusak lingkungan. Dalam sistem ini, pengusaha dan pemilik modal memiliki kuasa lebih besar daripada rakyat, bahkan lebih kuat daripada aturan negara. Kapitalisme menjadikan kekayaan alam sebagai komoditas pasar, negara seolah berperan pedagang. Fakta pada Raja Ampat ini adalah bukti kesekian kali nya kegagalan negara dalam menjaga harta milik umum sekaligus menunjukkan kepada kita semua kelemahan negara ini dalam membuat peraturan dan keputusan.

Islam sebagai agama sempurna yang memiliki segenap aturan telah memandang bahwa sumber daya alam (SDA) sebagai milik umum. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api."
(HR. Abu Dawud).

Hadis ini menegaskan bahwa SDA seperti nikel, minyak, gas, dan tambang lainnya adalah milik umat dan harus dikelola oleh negara, bukan diserahkan kepada korporasi. Hasil pengelolaannya wajib dikembalikan sepenuhnya untuk kemaslahatan rakyat.

Islam juga memiliki prinsip "hima", yakni kawasan lindung yang dilarang dieksploitasi karena berfungsi menjaga ekosistem dan lingkungan. Konsep ini sangat relevan diterapkan di kawasan seperti Raja Ampat, yang merupakan wilayah sensitif dengan kekayaan hayati luar biasa. Pemimpin dalam Islam bukan hanya pengelola administrasi, tapi juga ra’in (penggembala rakyat) dan junnah (pelindung).

Dalam sistem Khilafah Islamiyah, pengelolaan SDA dilakukan berdasarkan syariat Islam. Negara bertanggung jawab penuh melindungi lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memastikan seluruh rakyat mendapatkan hak mereka dari pengelolaan sumber daya ini, sebab iniadalah harta rakyat. Kerusakan lingkungan seperti yang terjadi di Raja Ampat bukan sekadar masalah teknis, tetapi akibat sistem rusak yang menjadikan keuntungan di atas segalanya. 

Maka, sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa sistem Kapitalis bukan solusi, tapi sumber kerusakan itu sendiri. Saatnya kita kembali kepada sistem hidup yang diturunkan oleh Allah SWT, yaitu Islam kaffah, yang hanya akan tegak sempurna dalam naungan Khilafah Islamiyah. Dengan sistem ini, kekayaan alam dikelola adil, lingkungan dijaga, dan kemaslahatan seluruh rakyat dijamin.

Mari kita sadari dan bangkit. Tinggalkan sistem kapitalis yang rusak dan merusak, dan kembalilah kepada aturan Allah SWT yang penuh rahmat dan keadilan.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Yusniah Tampubolon
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update