TintaSiyasi.id -- Ketua Umum APMI Ustaz Dandi Irawan, S.T., memparkan bukti Indonesia dalam cengkeraman oligarki. "Pertama, politik demokrasi di Indonesia berbiaya tinggi. Pemilu di Indonesia membutuhkan modal yang sangat besar, sehingga hanya segelintir orang kaya yang didukung oleh konglomerat, oligarki yang bisa maju dalam pertarungan politik," ungkapnya di kanal YouTube Mercusuar Ummat, Selasa (18/3/2025), Bedah Khilafah - Cara Khilafah Agar Negara Tidak Dikuasai oleh Oligarki.
Ia mencontohkan, calon presiden, gubernur, dan kepala daerah, secara vulgar mengatakan di depan media membutuhkan biaya yang sangat besar untuk bisa maju dalam pertarungan politik.
"Dibutuhkan kurang lebih puluhan bahkan mungkin ratusan triliun untuk seseorang bisa maju dalam pertarungan politik pemilihan presiden, dan kurang lebih dibutuhkan ratusan miliar seseorang politikus calon gubernur bisa maju dalam konstalasi politik pemilihan gubernur, dan untuk menjadi kepala daerah dibutuhkan puluhan miliar untuk menjadi seorang kepala daerah, ini membuktikan bahwa politik demokrasi berbiaya tinggi," terangnya.
"Apakah mungkin seseorang yang kita anggap amanah bisa maju dalam pertarungan pemilihan pemimpin di dalam sistem politik yang sekarang tanpa ada dukungan dari konglomerat atau oligar, nampaknya tidak mungkin ada orang di Indonesia yang bersih, yang bisa maju dalam pertarungan politik pemilih kepemimpinan tanpa dukungan oligarki," tambahnya.
Sehingga, ia menyimpulkan, sistem politik sekarang adalah sistem yang di setting agar seorang pemimpin membutuhkan peran daripada oligarki.
"Tentu tidak akan ada makan siang yang gratis, oligarki yang membiayai calon pemimpin tersebut pasti akan minta kompensasi, jika saya membiayai anda nantinya ketika anda menang, maka anda punya tanggung jawab untuk menjaga kepentingan bisnis saya, sekalipun bisnis sang konglomerasi, oligarki tersebut melanggar aturan undang-undang dan regulasi, karena politik balas budi seorang pemimpin tersebut tidak bisa berlaku tegas kepada oligar," jelasnya.
Sehingga, ia mengungkapkan, inilah bukti bahwa oligarki mencengkram Indonesia salah satunya dengan politik berbiaya tinggi, akibatnya kebijakan daripada pemimpin tersebut baik di tingkatan kepala daerah, provinsi, termaksud seorang presiden, pasti akan berpihak kepada sang pemodal, elit ekonomi oligarki Ketimbang menjaga kepentingan rakyatnya, sebagaimana yang kita bisa saksikan belakangan ini.
Kedua, sumber daya alam dikuasai oleh segelintir orang. "Sektor pertambangan, energi, perkebunan, lebih banyak kita saksikan dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan besar bukan dikendalikan atau dikelola oleh negara atau rakyat masyarakat. Padahal kita tahu di dalam pasal 33 ayat 3 undang-undang dasar 1945 air, serta kekayaan lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan diserahkan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat, nampaknya pasal 33 ayat 3 di dalam undang-undang sasar 1945 ini belum diamandemen, ini masih ada tapi Mari kita saksikan, bagaimana bunyi pasal 33 yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan keuntungannya diserahkan kepada rakyat, faktanya apakah itu yang kita saksikan hari ini, tentu berbeda antara apa yang diatur dalam undang-undang dengan realitasnya, mestinya ini dianggap sebagai sesuatu yang institusional, melanggar aturan konstitusi," paparnya.
Ia memberikan contoh, sebagian besar lahan sawit, tambang emas dikuasai oleh perusahaan swasta, termasuk yang baru-baru ini ada korupsi terkait dengan perusahaan timah, batubara dan lain sebagainya, maka perusahaan-perusahaan swasta yang biasanya mengelola sumber daya alam tersebut adalah orang-orang yang sangat dekat dengan elit politik.
Ketiga, media dikendalikan oleh oligarki. "Sebagaimana kita ketahui bahwa media masa dimiliki oleh beberapa konglomerat yang tentunya memiliki kepentingan politik dan ekonomi tertentu, seorang pemimpin, presiden, penguasa yang berkompromi dengan oligarki, seandainya mereka melakukan kezaliman, tentu mereka sangat khawatir dengan sikap rakyat, jika masyarakat tersadarkan, bisa marah terhadap kondisi ini, tentu ini yang sangat dikhawatirkan oleh penguasa dan oligarki, bagaimana supaya masyarakat tidak sadar, tidak marah, maka fakta tentang penguasaan sumber daya alam, kezaliman yang dilakukan oleh oligarki, kesewenang-wenangan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oligarki yang di back up oleh penguasa tentu hal ini tidak boleh sampai, sampainya fakta tersebut kepada rakyat tentu melalui jalur media, baik media elektronik maupun media cetak, di sinilah pentingnya oligarki mengendalikan, bahkan memiliki media, baik memiliki secara langsung ataupun dengan kekuatan finansialnya dia bisa membeli berita-berita agar dibelokkan tidak sesuai dengan fakta, karena yang ditakutkan oleh mereka terjadi kesadaran umat, sehingga umat menuntut penguasa untuk kemudian menerapkan aturan secara tegas, di sinilah kepentingan oligarki mengendalikan media dan itu kita bisa saksikan," paparnya.
Keempat, undang-undang yang menguntungkan elit. "Undang-undang diketuk oleh legislatif mayoritas menguntungkan para elit politik, ekonomi maupun elit oligarki, banyak sekali regulasi yang dibuat untuk kepentingan bisnis elite, bukan untuk kesejahteraan rakyat," terangnya.
Ia memberikan contoh terbitnya undang-undang cipta kerja yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha besar dibanding pekerja. "Kita paham di dalam sistem politik demokrasi trias politika kita memahami bahwa legislatif lah yang mengeluarkan undang-undang, tentu oligarki punya cara bagaimanapun undang-undang yang diterbitkan oleh legislatif menguntungkan kepentingan mereka, tentu ini menjadi investasi bagi mereka, mereka harus menempatkan orang-orang mereka di dalam kursi-kursi legislatif baik tingkatan daerah, provinsi, maupun pusat agar undang-undang yang ditetapkan legislatif menguntungkan kepentingan mereka, investasi ini bisa jadi mereka terlibat langsung masuk dalam legislatif atau menggunakan kekuatan finansialnya untuk mengatur terbitnya undang-undang sesuai dengan kepentingan mereka," pungkasnya. [] Alfia Purwanti