Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Inilah APBN dalam Khilafah Berdasarkan Syariat Islam

Kamis, 05 Juni 2025 | 07:59 WIB Last Updated 2025-06-05T00:59:59Z
TintaSiyasi.id -- Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) Ustaz Julian Sigit, menjelaskan APBN dalam khilafah berdasarkan syariat Islam. 

"Pertama APBN dalam khilafah diatur berdasarkan hukum Islam dan bertujuan untuk menegakkan keadilan serta kesejahteraan umat," ungkapnya di kanal YouTube Mercusuar Ummat, Senin (17/3/2025), Bedah Khilafah - Gambaran APBN Negara Khilafah.

Ia menambahkan, karena APBN dalam khilafah diatur berdasarkan hukum Islam maka tujuannya adalah untuk menegakkan keadilan serta kesejahteraan umat, sehingga konteks kesejahteraan bukan seperti dalam konteks ekonomi kapitalis, yang menikmati hasil terbesar itu adalah para oligarki, para pemilik modal tetapi dalam konteks khilafah yang menikmati kesejahteraan itu adalah seluruh rakyat.

"Kita tahu dalam konteks negara Khilafah yang hidup ya rakyat di dalamnya itu bukan hanya muslim tetapi ada juga non muslim, sehingga hak-hak yang diberikan oleh khilafah itu juga berlaku untuk masyarakat yang non muslim, yang menarik lagi dalam konteks APBN dalam perspektif khilafah adalah tidak adanya kebijakan berbasis riba atau interest, kita tahu bersama sebetulnya bunga ini adalah salah satu penyakit yang sangat kronis, yang bisa meluluh lantakan perekonomian. Misalkan dalam hari ini Indonesia ini sangat mengerikan kita tahu dampak dari bunga utang yang harus dibayar tahun ini tahun 2025 dengan jatuh tempo harus mencapai sekitar 800 triliun jumlah yang sangat besar," tambahnya.

Kedua, tidak ada kebijakan berbasis riba, pajak, yang menindas, atau eksploitasi ekonomi seperti kapitalisme dan sosialisme.

"APBN dalam konteks Islam itu tidak didasarkan pada pajak, Islam memandang bahwa pajak itu ada sesuatu pendapatan yang sifatnya itu insidental, negara boleh mengambil atau menerapkan aspek pajak, tetapi dengan catatan itu dalam keadaan betul-betul kronis dan itu tidak dijadikan sebagai sebuah budgeter, yakni kebijakan sifatnya tetap, artinya khilafah itu betul-betul akan memberlakukan kebijakan pajak ketika keuangan negara betul-betul dalam keadaan kosong, tetapi ada aspek yang harus disegerakan dan yang menariknya adalah ketika diberlakukan kebijakan pajak, itu berlaku atau diberikan atau diambil dari masyarakat muslim saja, dan itu pun adalah masyarakat muslim yang kaya," terangnya.

Sehingga, ia menjelaskan, dalam konteks APBN Islam pajak diberlakukan pada orang bukan pada barang, sementara dalam konteks ekonomi kapitalis pajak dilakukan pada barang, sehingga baik masyarakat kaya, dan miskin, muslim ataupun non muslim, terkena dampak kebijakan pajak, ujung-ujungnya dalam konteks ekonomi kapitalis cenderung eksploitatif.

Ketiga, negara bertanggung jawab memastikan kesejahteraan rakyat sesuai dengan tanggung jawab atau perspektif syariah.

"Kita tahu bersama bahwa tujuan adanya penguasa itu adalah sebagai imam, penggembala maka ketika dia posisinya sebagai penguasa dia harus betul-betul memaksimalkan melayani mengayomi masyarakat, dengan segenap upaya yang dia lakukan dia harus mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap masyarakat, sehingga keberadaan penguasa itu bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat," paparnya.

Ia mengutip QS. Al Baqarah 195

وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِۛ وَاَحْسِنُوْاۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ ۝١٩٥

"Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuatbaiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik".

Selanjutnya, ia menjelaskan sumber pemasukan dan pengeluaran APBN dalam perspektif Islam.

Pertama, APBN diatur sesuai hukum Islam. "Berbicara dalam konteks APBN dalam perspektif khilafah artinya semua pendapatan dan pengeluaran negara yakni dalam kontek khilafah itu berasal dari sumber yang halal, harus betul-betul dipastikan diambil dari sumber-sumber yang halal, sehingga tidak ada dalam konteks APBN itu sumber-sumber yang haram, misalkan dari ghoror, riba, maisir ataupun dari hasil yang tidak dihalalkan dalam pandangan syariah dan tentunya ini digunakan untuk kepentingan umat," paparnya.

Sehingga, APBN yang masuk itu betul-betul dikelola oleh negara untuk sebaik-baiknya kemakmuran rakyat. "Jadi apa yang diperlukan oleh masyarakat apa yang diperlukan oleh rakyat maka negara dalam konteks ini perlu berkepentingan, apalagi ketika berkaitan dengan kebijakan yang sifatnya itu adalah kebutuhan-kebutuhan primer, seperti sandang pangan dan papan itu adalah menjadi tanggung jawab negara dari mana sumbernya yakni dari APBN," ungkapnya.

Kedua, tidak ada utang berbasis riba atau eksploitasi pajak yang menekan rakyat. "Sebagaimana kita tadi bahas dan singgung bahwa sumber APBN dalam konteks khilafah itu dipastikan dari sumber-sumber yang halal, kalau kita melihat fakta hari ini APBN di beberapa negara termasuk dalam konteks Indonesia, yang menjadi salah satu sumbernya itu adalah pinjaman utang luar negeri, kita tahu tidak ada makan siang gratis nn free lunch, sehingga ketika ada pinjaman utang luar negeri pasti ada embel-embel bunga atau interest," ungkapnya.

Ia menceritakan, di Indonesia 80 persen lebih sumber pendapatan APBN diambil dari hasil pajak, yang notabene tentu ini sangat memberatkan, apalagi kalau kita melihat fenomena yang baru-baru ini terjadi misalkan ada kebijakan kenaikan PPN, kebijakan kenaikan pajak progresif dan kebijakan pajak-pajak lainnya.

"Menariknya adalah berbicara konteks pajak ini kalau kita melihat mengutip salah satu pendapat dari seorang ulama terkemuka Imam Ibnu Khaldun, dia mengatakan salah satu tanda-tanda atau ciri-ciri negara itu gagal atau failed state adalah negara menerapkan kebijakan pajak yang terus-menerus atau terus meningkat, kalau kita melihat konteks hari ini hampir di setiap negara tak terkecuali di Indonesia itu pun terjadi, maka ini menjadi sebuah kehati-hatian ya yang harus betul-betul diperhatikan oleh para pemangku kebijakan," ujarnya.

Ia mengutip Al-Quran surat Al Muzammil ayat 20 

Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. 

Selanjutnya, ia menjelaskan sumber pemasukan APBN khilafah.

Pertama, zakat. "Zakat ini menjadi salah satu instrumen penting fiskal bagi kaum muslim, zakat dikenakan kepada kaum muslim yang memenuhi syarat baik itu nisab ataupun haul," ujarnya.

Ia mengutip Al-Quran At-taubah ayat 60

'Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana'.

Kedua, kharaj, atau boleh dikatakan semacam pajak atas pertanahan. "Kharaj adalah wilayah atau suatu wilayah yang dia itu ditaklukan oleh Daulah Islam dengan jalan peperangan, ya dia dikenakan kepada tanah yang dikuasai negara dari hasil penaklukan, kita tahu ya wilayah kekuasaan Islam itu sangat membentang sangat luas, nah maka tanah-tanah tersebut ada yang ditaklukan dengan jalan peperangan penaklukan ada yang dilakukan dengan jalan dakwah, maka yang ditaklukan dengan jalan peperangan itu wajib untuk membayar kharaj," paparnya.

Ketiga, jizyah. "Itu semacam pungutan yang diambil bagi ya atau diperuntukan untuk non muslim yang dia hidup di bawah negara atau Daulah Islam, yang dia tunduk dan patuh terhadap aturan-aturan dari Daulah Islam, jadi non muslim yang dia menerima aspek-aspek hukum islam tetapi dalam konteks akidah masih dalam keadaan kafir," jelasnya.

Keempat, ghanimah. "Ghanimah adalah harta rampasan perang Kemudian dari fa'i yang tanpa peperangan, ghanimah ini diperoleh 4/5 bagian untuk pasukan yang melakukan peperangan, dan satu kelimanya masuk ke dalam kas baitul mal, nah sementara fai. Fai itu diperoleh tanpa melalui peperangan dan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat," urainya.

Kelimah, kepemilikan umum. "Nah inilah yang sebetulnya sangat potensial di antara pos-pos sumber pendapatan yang lainnya, jadi pos kepemilikan umum ini adalah contohnya dan sumber daya alam seperti minyak, gas dan air, tambang itu dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, dalilnya 

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update