Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hukum Timbal Balik Ruhani: Jalan Menuju Keagungan Jiwa

Minggu, 01 Juni 2025 | 07:21 WIB Last Updated 2025-06-01T00:21:44Z
TintaSiyasi.id -- "Barangsiapa melayani, niscaya ia akan dilayani.
Barangsiapa berbuat baik, niscaya ia akan menerima perbuatan baik.
Barangsiapa memberi, niscaya ia akan diberi.”
Sayyid Abdul Qadir al-Jailani

Pendahuluan: Fitrah Kehidupan yang Sering Terlupakan
Di dunia yang serba cepat dan individualistik ini, banyak manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan lebih banyak. Lebih banyak perhatian, lebih banyak kekuasaan, lebih banyak rezeki, bahkan lebih banyak penghormatan. Namun, sedikit yang sadar, bahwa jalan untuk menerima sesungguhnya adalah jalan memberi. Sayyid Abdul Qadir al-Jailani, sang wali agung yang hatinya penuh cahaya, mengajarkan kepada kita hukum timbal balik spiritual ini dengan sangat sederhana, tetapi luar biasa dalam maknanya.
Hukum ini tidak hanya bersifat logis, tetapi juga transendental. Ia bekerja di balik layar kehidupan, menghubungkan amal perbuatan kita dengan balasan dari Allah, langsung atau tidak langsung.

1. Melayani: Jalan Para Nabi dan Kekasih Allah
“Barangsiapa melayani, niscaya ia akan dilayani.”
Dalam dunia modern, melayani sering dianggap rendah. Padahal, semua nabi adalah pelayan umatnya. Rasulullah Saw. yang paling mulia di antara makhluk, tidak pernah enggan untuk melayani. Ia menambal sendiri sendalnya, memerah susu, menolong fakir miskin, dan bahkan menyapu rumah.
Melayani bukanlah bentuk kelemahan, tetapi manifestasi cinta, ketulusan, dan kekuatan batin. Orang yang melayani dengan hati, akan ditinggikan derajatnya oleh Allah. Ia tidak haus penghormatan karena hatinya telah penuh oleh kasih-Nya.
Di balik pelayanan yang ikhlas, tersembunyi sebuah magnet ruhani, ia akan menarik pertolongan, cinta, dan penghormatan dari orang lain, dan lebih-lebih dari langit.

2. Berbuat Baik: Cermin Diri dan Dunia
“Barangsiapa berbuat baik, niscaya ia akan menerima perbuatan baik.”
Kebaikan adalah benih yang tidak pernah sia-sia. Meskipun terkadang tak langsung tumbuh, ia pasti berbuah pada waktunya. Bahkan bila kebaikan kita tidak dibalas oleh manusia, maka Allah yang Maha Melihat akan membalas dengan lebih sempurna.
Allah berfirman:
"Apakah balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula)?"
(QS. Ar-Rahman: 60).
Berbuat baik adalah investasi ruhani. Ketika seseorang menanam kebaikan, alam semesta pun akan berpihak padanya. Hatimu menjadi ringan, wajahmu bercahaya, dan keberkahan akan menyelimutimu. Bahkan, ketika engkau tidak mencarinya.
Banyak orang mengejar keberuntungan dengan cara yang salah, padahal keberuntungan sejati lahir dari akhlak yang baik dan niat yang lurus.

3. Memberi: Kunci Rezeki dan Kelapangan Jiwa
“Barangsiapa memberi, niscaya ia akan diberi.”
Memberi adalah sunnatullah yang agung. Dunia ini terus berputar karena ada yang memberi. Matahari memberi cahaya, bumi memberi tanaman, air memberi kehidupan. Maka, manusia pun dimuliakan ketika ia belajar memberi.
Sayyid Abdul Qadir al-Jailani menekankan bahwa memberi bukan hanya soal harta, tetapi juga memberi waktu, tenaga, doa, perhatian, dan ilmu. Semakin banyak seseorang memberi, maka hatinya pun semakin lapang, rezekinya semakin luas, dan derajatnya semakin tinggi.
Allah berjanji:
“Apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rezeki.”
(QS. Saba’: 39).
Seseorang yang pelit dan kikir sesungguhnya sedang menutup pintu-pintu rezeki dan rahmat Allah. Sebaliknya, orang yang dermawan dan suka memberi sedang memperluas wadah untuk menerima anugerah dari langit.

Refleksi: Kembali kepada Fitrah Ruhani
Nasehat Al-Jailani ini mengajarkan kita bahwa hidup bukan tentang menerima, tetapi tentang menjadi, yaitu menjadi pelayan, menjadi sumber kebaikan, dan menjadi pemberi. Orang yang hidup hanya untuk menerima akan lelah, kecewa, dan kosong. Namun, mereka yang hidup untuk memberi, akan bahagia, bercahaya, dan penuh makna.
Dalam sebuah hikmah disebutkan:
“Orang paling kaya adalah orang yang paling banyak memberi. Orang paling mulia adalah orang yang paling banyak melayani. Dan orang paling dicintai adalah orang yang paling banyak berbuat baik.”
Maka, marilah kita bertanya dalam-dalam kepada diri kita sendiri:
• Sudahkah aku melayani sesama tanpa mengharap imbalan?
• Sudahkah aku berbuat baik walau tak dianggap?
• Sudahkah aku memberi walau tak punya banyak?

Penutup: Jalan yang Tak Pernah Merugi
Hukum timbal balik yang diajarkan oleh Sayyid Abdul Qadir al-Jailani bukanlah sekadar kata-kata, tetapi panduan hidup yang telah terbukti dalam kehidupan para wali dan orang-orang shalih sepanjang zaman.
Mereka tidak pernah menjadi besar karena dihormati, tetapi karena melayani. Mereka tidak pernah kaya karena menimbun, tetapi karena memberi. Mereka tidak pernah mulia karena dihargai, tetapi karena terus berbuat baik, bahkan kepada yang membenci.
Mari kita warisi ajaran ini, bukan sekadar diucapkan, tetapi diamalkan. Karena sesungguhnya, dunia ini akan menjadi lebih indah bila kita semua mulai memberi, melayani, dan berbuat baik. Bukan untuk dunia, tetapi karena Allah, Rabb yang Maha Melihat segala amal.

“Jadilah engkau mata air kebaikan di tengah padang gersang. Niscaya Allah akan menjadikanmu taman yang rindang di dunia dan istana di akhirat.”
Refleksi atas ajaran Sayyid Abdul Qadir al-Jailani

Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update