Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hijrah, Ulama: Kesetiaan Tertinggi kepada Islam

Sabtu, 28 Juni 2025 | 16:13 WIB Last Updated 2025-06-28T12:19:15Z

Tintasiyasi.ID -- Memperingati tahun baru Hijriah, Ulama K.H. Rokhmat S. Labib, M.E.I. dalam acara Dialog Muharram bertajuk Hijrah, Merajut Ukhuwah, Merangkai Peradaban Islam Kaffah menerangkan bahwa makna hijrah adalah kesetiaan tertinggi kepada Islam.

 

“Tadi saya katakan, ukhuwah itu dasarnya Islam. Itulah sebenarnya yang diwujudkan dalam hijrah Nabi saw. Kenapa? Karena hijrah itu sebenarnya menunjukkan kesetiaan tertinggi, bukan kepada tanah air, bukan kepada bangsa, bukan kepada suku, tetapi kepada Islam,” tuturnya, Sabtu (28/06/2025), di YouTube One Ummah TV.

 

Ia menyebut bahwa orang-orang Makkah itu sudah punya kebun, rumah, bisnis, keluarga, dan mereka harus meninggalkan tanah mereka menuju Madinah.

 

“Apa yang menyebabkan mereka harus pergi? Islam. أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا, bukankah bumi Allah itu luas lalu kamu berhijrah kepadanya,” kutipnya surah An-Nisa’ ayat 97.

 

Kiai Rokhmat mengartikan, Islam yang membuat mereka hijrah dari Makkah ke Madinah untuk menerapkan Islam. “Lalu Rasulullah mempersaudarakan di antara mereka, Muhajirin dan Ansar, sekalipun mereka berbeda suku bangsa, berbeda tanah kelahiran, bahkan mereka seperti saudara mereka sendiri,” ulasnya.

 

“Islam kaffah tadi terwujud dengan hijrahnya Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah bukan sebagai pengungsi, tetapi sebagai kepala negara,” lugasnya.

 

Ia menjelaskan, penjelasan itu diperoleh dari peristiwa penting yang mendahului yakni baiatul Aqabah ats-tsaniah. “Mereka berbait untuk mendengar dan taat yang artinya siap menjadi rakyat. Rakyat itu mendengar dan taat,” tandasnya.

 

“Berarti ada yang memerintah, yaitu Rasulullah saw.. Begitu Rasulullah saw. berada di Madinah, nasib umat Islam berubah,” ujarnya.

 

“Saat di Makkah umat Islam disiksa, menderita, maka tidak lagi itu terjadi. Ketika Rasulullah saw. ke Madinah, begitu ada peristiwa satu orang dilecehkan di pasar Madinah oleh  orang Yahudi, satu orang Muslim dibunuh, Rasulullah memobilisasi kaum Muslimin mengepung Yahudi Bani Qainuqa dan mengusir. Karena Rasulullah menjadi kepala negara,” tutur Kiai.

 

Rasulullah mengadili perkara di antara mereka, lanjutnya,  Rmengangkat panglima-panglima perang. “Rasulullah mengumumkan perang, damai, dan melakukan perjanjian dengan institusi negara-negara lainnya,” terangnya.

 

“Tidak mungkin ini dilakukan oleh ketua RT, RW, gubernur, atau menteri pertahanan. Ini hanya dilakukan oleh seorang kepala negara,” luhasnya.

 

Peninggalan Rasulullah

 

Kiai Rokhmat menyatakan bahwa Rasulullah saw. meninggalkan umat Islam bukan hanya Al-Qur’an, hadis, dan ajaran Islam, tetapi juga meninggalkan negara. “Ada wilayahnya, rakyatnya, hukum yang diterapkan. Umat Islam tinggal mewarisi,” sebutnya.

 

“Maka ketika Rasulullah saw. wafat, yang dilakukan umat Islam segera mengangkat memimpin setelahnya sebagai kepala negara. Diangkatlah Sayidina Abu Bakar, berikutnya sayidina Umar, berikutnya sayidina Utsman, dan seterusnya. Dan itu makin nyata apa yang ditinggalkan Rasulullah adalah benar-benar negara seperti yang dijalankan pada masa sesudahnya,” bebernya.

 

Bahkan, ujarnya, pada masa sayidina Umar wilayah kekuasaan yang ditinggalkan Rasulullah bukan hanya tetap di Jaziratul Arab, tetapi dilakukan perluasan futuhat ke Mesir, Persia, Syam, termasuk di dalamnya adalah Palestina yang ditaklukkan pada zaman sayidina Umar.

 

“Terus begitu umat Islam Khilafah Rasyidah. Setelah selesai diganti dengan Khilafah Umawiyah, Khilafah Abbasiyah, diganti lagi Abbasiyah versi dua, dan terakhir adalah Khilafah Utsmaniyah,” terangnya.

 

Hijrah Adalah Berdirinya Negara

 

Lanjut diterangkan, tahun 1924, umat Islam tak punya negara, tak ada yang menaungi mereka. “Umat Islam menjadi yatim. Khilafah tak lagi terwujud. Negara negeri-negeri Islam itu dibagi-bagi, diberikan kepada antek-antek mereka,” ungkapnya.

 

“Lalu kemudian disebut sebagai negara Saudi, Libanon. Suriah, Irak, Iran, dan segala yang itu semua adalah wilayah kaum Muslimin yang dibagi-bagi, diberikan kepada antek-antek mereka,” beber Kiai.

 

“Ini yang terjadi saat ini pascaruntuhnya khilafah. Jadi sebenarnya hasil paling penting dari hijrah adalah berdirinya negara,” tegasnya.

 

Oleh karena itu, lanjutnya, ketika memperingati Muharram seperti ini, ingatlah hijrah Nabi saw.. “Jika kita ingin betul-betul mempraktikkan kembali hijrah adalah menegakkan Khilafah Ar-Rasidah Ats-Tsaniah, yang ukhuwah betul-betul terwujud dan Islam secara kaffah diterapkan secara nyata,” serunya.

 

“Tanpa itu, umat Islam hanya menjadi, seremoni tetapi tidak ada dalam keadaan nyata. Sekali lagi hal penting yang harus diperjuangkan umat Islam adalah kembalinya kekuasaan Al-Khilafah Al-Islamiah agar umat Islam akan menjadi ummah wahidah, ummah yang menerapkan Islam secara kaffah,” kembali Kiai mengingatkan.

 

Lanjut diungkapkan, ummah yang akan menjadi khairu ummah, ummah azizah, ummah karimah, ummah azimah. “Sekali lagi tidak akan terwujud kecuali umat Islam punya khilafah. Itulah tugas kita untuk memperjuangkan kembali tegaknya khilafah di muka bumi ini,” tutupnya.[] Rere







Opini

×
Berita Terbaru Update