Pendahuluan: Dunia Butuh Islam Kaffah
TintaSiyasi.id-- Dunia hari ini sedang kehilangan arah. Kecanggihan teknologi tak mampu menjawab krisis moral. Kekayaan melimpah tak bisa mencegah gelombang kemiskinan spiritual. Umat manusia haus akan keadilan, tapi justru tenggelam dalam keserakahan. Di tengah hiruk pikuk ini, hanya satu jalan yang bisa mengangkat martabat manusia kembali: peradaban Islam yang kaffah—seutuhnya, menyeluruh, dan menyejukkan.
Namun, peradaban itu tidak dibangun dalam semalam. Ia lahir dari jiwa-jiwa yang hijrah, dari hati-hati yang disatukan dalam ukhuwah, dari langkah-langkah kecil menuju kebaikan yang teratur dan terarah. Inilah jalan yang telah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ dan diwariskan oleh para salafus shalih—jalan hijrah menuju cahaya, merajut ukhuwah demi kejayaan umat.
1. Hijrah: Perpindahan dari Gelap Menuju Terang
Hijrah tidak harus berpindah tempat, tapi yang utama adalah berpindah kesadaran. Dari lalai menuju sadar. Dari cinta dunia menuju cinta akhirat. Dari egoisme menuju kepasrahan kepada Rabb semesta alam. Hijrah adalah deklarasi hati: bahwa aku ingin Allah menjadi satu-satunya pusat dalam hidupku.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hijrah hari ini mungkin tidak seperti dulu, berpindah dari Makkah ke Madinah. Tapi lebih berat—karena kita harus berhijrah dari lingkungan yang hedonis, budaya yang konsumtif, tontonan yang melalaikan, dan sistem hidup yang menuhankan dunia.
Hijrah adalah revolusi pribadi. Ia bukan hanya meninggalkan dosa, tapi juga meninggalkan semua yang membuat hati jauh dari Allah. Inilah titik awal lahirnya kekuatan spiritual yang akan menjadi fondasi peradaban Islam.
2. Ukhuwah: Jantung Kekuatan Umat
Setelah hijrah, Rasulullah ﷺ tidak membangun masjid terlebih dahulu. Beliau mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar. Inilah pondasi: ukhuwah Islamiyah. Peradaban tidak bisa dibangun oleh orang yang egois, apalagi saling mencurigai dan membenci.
Ukhuwah adalah kekuatan tak terlihat yang menyatukan hati. Allah berfirman:
> “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara…”
(QS. Al-Hujurat: 10)
Bayangkan jika umat Islam satu hati, saling bantu, saling mendoakan, saling menguatkan. Tidak sibuk menjatuhkan, tapi sibuk menumbuhkan. Maka tak akan ada yang berani meremehkan umat ini. Tapi selama kita sibuk berpecah belah karena mazhab, organisasi, atau kepentingan dunia, maka jangan berharap peradaban Islam bisa kembali berdiri.
Ukhuwah bukan hanya pelukan di mulut, tapi kepedulian yang nyata:
Berbagi rezeki saat saudara kesusahan
Menutup aib, bukan menyebarkannya
Mendoakan, bukan mencaci
Menasehati dengan kasih, bukan menghina dengan dalih amar ma’ruf
3. Kaffah: Islam Total, Bukan Parsial
Islam itu sempurna. Tapi sering kali kita memperlakukannya sepotong-sepotong. Kita ingin beribadah, tapi enggan jujur dalam berdagang. Kita senang ikut kajian, tapi tidak adil dalam memimpin. Kita bangga dengan sunnah, tapi masih mencaci sesama muslim.
Allah menyeru:
> “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah...”
(QS. Al-Baqarah: 208)
Kaffah berarti utuh. Islam tidak hanya ada di masjid, tapi juga di pasar. Bukan hanya di majelis taklim, tapi juga dalam kebijakan publik. Islam harus masuk ke dalam pendidikan, ekonomi, sosial, politik, media, dan teknologi. Tanpa itu semua, kita hanya menjadi penonton, bukan pelaku sejarah.
4. Peradaban Islam: Bukan Khayalan, Tapi Warisan
Peradaban Islam bukan sekadar mimpi. Ia pernah nyata, ketika Qur’an dijadikan kompas hidup dan Rasul dijadikan teladan sejati.
Ketika ilmu berkembang di Baghdad dan Cordoba
Ketika dokter Muslim mengobati dengan adab dan tauhid
Ketika hakim memutuskan perkara dengan adil dan takut pada Allah
Ketika pedagang membawa Islam ke Nusantara dengan akhlak, bukan senjata
Kita bukan generasi yang kehilangan kejayaan, kita hanya perlu menghidupkan kembali semangat para pendahulu. Tapi jalan menuju sana hanya bisa dimulai jika setiap jiwa berhijrah, setiap hati saling bersatu, dan setiap rumah tangga menanamkan Islam yang kaffah.
Penutup: Mari Jadi Batu Bata Peradaban
Saudaraku, hijrah bukan tentang siapa yang lebih baik, tapi siapa yang ingin lebih dekat dengan Allah. Ukhuwah bukan tentang siapa yang paling keras berbicara, tapi siapa yang paling tulus mencintai sesama karena iman. Dan Islam kaffah bukan utopia, tapi amanah yang harus diperjuangkan bersama.
Mari kita mulai dari diri sendiri. Hijrahkan hati kita. Rajut ukhuwah kita. Wujudkan Islam kaffah dari rumah, dari sekolah, dari tempat kerja, hingga menjadi gelombang perubahan yang membangkitkan kembali peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
“Kita mungkin tak akan melihat kejayaan Islam sempurna dalam hidup ini,
Tapi kita bisa menjadi salah satu penyebabnya kembalinya bangkit.""
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)