Tintasiyasi.id.com -- Ada anomali yang kita saksikan belakangan ini yakni antara langkah revolusiner Presiden Prabowo Vs kebiasaan yang selama ini berlaku di kementerian dan lembaga. Langkah presiden Prabowo itu semuanya baru. Sementara langkah pemerintahan di bawahnya melakukan cara cara lama.
Apa itu langkah baru yang revolusioner Presiden Prabowo? Yakni melakukan efisiensi Angaran melalui pemotongan Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemotongan Angaran ini belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia sejak era reformasi yang mendesain Angaran agar digunakan sampai habis.
Tidak sampai disitu, bahkan APBN didesain agar selalu kurang atau lebih besar pasak daripada tiang. Desain ini disebut sebagai konsep angaran defisit. Karena Angaran kurang atau defisit maka negara atau pemerintah mengambil utang. Salah satu sumber utang paling utama adalah pinjaman luar negeri (PLN).
Kebiasaan Kementerian dan Lembaga (KL) mengambil pinjaman luar negeri atau utang, ternyata masih terus berlangsung sampai dengan hari ini. Caranya Kementerian dan Lembaga saat ini tengah menyampaikan usulan kepada program dan project kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk dimasukkan kedalam Buku Biru (Blue Book).
Setelah itu program akan dilanjutkan oleh Bappenas bersama Kementerian Keuangan kepada lembaga pemberi pinjaman.
Kementerian dan Lembaga lain hanya sebatas mengajukan usulan program dan project. Prosesnya dimulai dengan merancang program dan project tersebut mulai tingkat Direktorat Jenderal di kementerian dan Lembaga. Program dan project tersebut berupa program dan proyek baru atau melanjutkan yang pernah dilakukan sebelumnya. Semua hanya sebatas usulan.
Kesepakatan paling kunci nantinya dalam proses pengajuan pinjaman luar negeri atau utang akan diputuskan oleh kementerian keuangan dengan pemberi pinjaman.
Kesepakatan tersebut seperti besarnya pinjaman yang disetujui, jangka waktu pinjaman, bunga pinjaman, dan Terms of Condotion hingga hingga Procurementnya, hingga persyaratan pinjaman, denda, finalti, dan lain-lain akan dinegosiasikan oleh Kementerian Keuangan dan pemberi pinjaman. Kementerian pengusul tidak terlibat dalam kesepakatan strategis tersebut.
Usaha mengejar utang dengan cara di atas masih terus berlangsung dan sedang berlangsung sampai hari ini. Usaha mengejar utang ini tidak mempedulikan langkah Presiden Prabowo yang melakukan efisiensi, pemotongan dan penghematan anggaran.
Usaha Menkeu mengejar pinjaman berarti menganggap anggaran kurang. Sementara usaha Presiden Prabowo melakukan efiensiensi 3x10 % APBN karena mengangap angaran boros. Kedua hal ini bertentangan dan menjadi anomali yang terus berlangsung dalam penyelenggaraan negara dan Pemerintahan. Piye iki Mas.[]
Oleh: Salamuddin Daeng
(Ketua AEPI)