Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

dr. Abdul Wahid: Amerika Harus Ingat, Pikiran Arrogannya Tidak Selalu Bisa Terwujud

Rabu, 25 Juni 2025 | 14:43 WIB Last Updated 2025-06-25T07:43:40Z

Tintasiyasi.ID -- 

Muslim Intelektual Inggris dr. Abdul Wahid menyatakan bahwa Amerika yang  menjadi jelmaan Firaun masa kini sebaiknya mengingat bahwa semua pikiran arogan mereka tidak selalu dapat terwujud. 

 

“Firaun masa kini, yaitu Amerika Serikat, sebaiknya mengingat bahwa tidak selalu pikiran arogan mereka dapat terwujud. Serangan Trump terhadap Iran, yang merupakan serangan susulan serangan proksinya menjajah Palestina adalah kekeraasan yang dinyatakan ilegal dari standar penilaian manapun dilihat,” tulisnya dalam akun X pribadinya @AbdulWahid_X, Ahad (22/06/2025). 

 

Akan tetapi, cara Iran merespons serangan Israel yang didukung Amerika akan mudah memprediksi selanjutnya yang akan terjadi.

 

Jika Iran menanggapi dengan cara yang menyebabkan kerugian besar bagi kepentingan AS, hal itu akan dianggap sebagai eskalasi - yang berarti Trump hanya terjebak dalam perangkap Zionis-Neokon yang akan menyeret Amerika ke dalam agresi kekerasannya di Timur Tengah.  “AS bahkan mungkin akan menggulingkan rezim besar-besaran  dan destabilisasi yang harus mengikutinya,” tandasnya.

 

“Namun, jika Iran menanggapi seperti langkahnya saat pembunuhan terhadap Qasim Solimani, yang disampaikan Donald Trump kepada media merupakan sesuatu yang sudah diberitahukan kepadanya sebelumnya. Dan bahwa Iran sengaja tidak melukai target AS, tetapi melakukannya untuk menyelamatkan diri. Maka berarti ini adalah eskalasi untuk kemudian diredam. Semua pihak dapat mengatakan bahwa AS telah menyelamatkan diri, dan beralih ke hal lain,” jelasnya lanjut. 

 

'Hal lain' yang dimaksud oleh dr. Abdul Wahid merupakan tujuan akhir AS yang dapat ditargetkan dengan  segala cara, yaitu visi Trump untuk Timur Tengah, seperti yang telah diungkapkan pada masa Perjanjian Abraham.

 

“Bahwa semua negara akan lebih baik jika menormalisasi hubungan satu sama lain dan dengan entitas Zionis. Bahwa diplomasi, pariwisata, dan keuntungan  perdagangan bagi semua pihak, mencapai keseimbangan kekuatan di antara mereka sendiri (meskipun  Israel akan tetap menjadi satu-satunya kekuatan nuklir) dan bahwa Palestina harus menerima apa pun yang mereka dapatkan, baik itu kemerdekaan semu  atau bahkan kurang dari itu,” ungkap dr. Abdul Wahid.

 

Pencapaian hasil yang demikian katanya, akan memungkinkan AS untuk fokus pada pesaing utamanya, yaitu China.

 

Perubahan kebijakan yang terjadi selama masa jabatan kepresidenan Obama tidak satu pun meraih tujuan yang pasti. “Sejarah telah menunjukkan bahwa tujuan AS dengan arogansinya saat menciptakan Perang di Irak dan Afganistan tidak mencapai tujuan yang ditetapkan negara Amerika sendri, meskipun jutaan orang tidak bersalah telah tewas,” ulasnya.

 

Ia mengungkapkan, begitu pula saat ini, justru orang-orang yang tidak berdosa telah menderita di Gaza, Tepi Barat, Iran, Lebanon, dan Suriah. “Akibat rencana rezim kriminal di Washington dan Tel Aviv (nama yang diberikan untuk Yaffa yang diduduki),” tandasnya.

 

“Dalam surah Al-Baraqah Allah Swt. berfirman, ‘Ketika mereka diperintahkan, Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab, Kami tidak lain hanyalah orang-orang yang membawa damai. Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadarinya.’,” ujar dr. Abdul Wahid lagi.

 

Oleh karena itu, ia menyebutkan bahwa Amerika dan Israel adalah agresor modern yang kejam. “Keduanya mengklaim bertindak untuk mencegah ancaman global, padahal kenyataannya merekalah ancaman global yang sesungguhnya,” tegasnya.

 

Akibat lahirnya negara agresor modern inilah, tuturnya lebih lanjut, yang membuat kondisi Palestina selama lebih dari satu abad tidak pernah stabil. “Sejak diinvasi oleh Inggris dan Prancis selama Perang Dunia Pertama, kemudian dibagi-bagi dan diserahkan kepada rezim brutal dan korup,” jelasnya.

 

“Lalu dirampas, kemudian diserahkan kepada Yahudi Eropa yang mendirikan koloni sejak dihapuskannya khilafah tahun 1924 untuk  mendirikan pemerintahan nasionalis sekuler yang memecah belah kaum Muslim,” terangnya.

 

Ia mempertanyakan, kondisi pergolakan geopolitik serupa kini terjadi akankah mampu mengubah wajah kawasan lebih baik. “Dan nantinya juga mampu membawa kepada kembalinya pemerintahan Islam yang menyelamatkan Gaza,” harapnya.

 

“Apakah kita telah melihat dimulainya pergolakan geopolitik serupa yang akan mengubah kawasan itu menjadi lebih baik, yaitu destabilisasi yang akan menggoyahkan tahta para tiran, menghapuskan batas-batas buatan, menegakkan kembali pemerintahan Islam yang menyelamatkan Palestina? Hanya sistem Islam yang memiliki rekam jejak berabad-abad lamanya memberikan keadilan, keharmonisa bagi semua orang,” pungkasnya.[] M. Siregar


 


Opini

×
Berita Terbaru Update