“Maka yang harus kita lakukan adalah ketika kita
memuji anak itu, menjadikan syariat Islam sebagai rujukan atau tuntunan,
sehingga tidak salah kaprah dalam memuji,” katanya dalam Kajian Keluarga
bertajuk Memuji Anak, Madu Ataukah Racun di kanal YouTube Ngaji Subuh,
Ahad (25/05/2025).
Ia menjelaskan, Rasulullah saw. mengajarkan bahwa
mendidik anak-anak tidak hanya berkaitan dengan kesehatan pikiran saja, tetetapi
perasaannya juga harus dijaga.
“Jadi di sinilah yang kemudian kita ingat bahwasanya
ada hal yang penting selain pikiran, selain akliah, tetetapi juga ada hal yang
penting lagi yang harus kita perhatikan. Itu adalah nafsiah. Bagaimana kita
mengarahkan perasaan-perasaan, kecenderungan kita itu sesuai Islam,” ujarnya.
Ia menerangkan bagaimana Rasulullah saw. memberikan
perhargaan kepada anak-anak sebagai panduan bagi ibu bapak.
“Ketika ada orang Badui datang kepada Rasulullah, ‘Apakah
kau pernah mencium anak-anakmu?’ Di sinilah kemudian Rasulullah memerintahkan
atau pun memberikan suatu trik ataupun suatu parenting berkaitan dengan
perasaan tadi, penjagaan perasaan anak,” jelasnya.
Ia menyatakan bahwa pujian, kecupan, atau pelukan pada
anak-anak sangat efektif dalam menggerakkan perasaan dan kejiwaan anak sehingga
dapat menenangkan gelombang amarah atau kesedihannya.
“Rasulullah saw. pernah memuji seorang anak yang
belajar bahasa Arab Suryani untuk membantu beliau. Rasulullah memujinya dengan
mengatakan ia adalah sebaik-baik anak muda,” terangnya.
Tambahnya, Rasulullah saw. tidak memberikan sesuatu
hal yang bersifat penghargaan saja, tetetapi ada juga yang bersifat hukuman.
“Rasulullah memperlakukan seseorang itu sesuai dengan
kondisinya. Ketika anak itu memang butuh diberikan penghargaan, butuh dipuji,
ya Rasulullah memujinya. Tetapi ketika ada seorang anak yang dia justru tidak
patuh, tidak amanah, maka Rasulullah memberikan hukuman itu bermacam-macam,”
tegasnya.
Ia memberikan contoh, pernah ada seorang anak diminta
ibunya untuk menyampaikan setangkai anggur untuk Rasulullah Saw tetapi kemudian
sebelum sampai, sudah dimakan oleh anak tersebut. “Kemudian Rasulullah saw.
menyentil telinganya dengan sentilan yang tidak sakit. Itu sebagai sebuah
peringatan bagi anak yang tidak amanah,” tuturnya.
“Di sinilah Rasulullah saw. memberikan pendidikan dan tuntunan
kepada kita terkait dengan pendidikan terhadap anak-anak berkaitan dengan
perasaan dan mental anak,” tambahnya.
Ia menerangkan, Rasulullah saw. membolehkan memuji
karena Rasulullah saw. melakukannya dan boleh dilakukan dengan pelbagai cara
seperti mengusap kepala, belai di pipi, memberi hadiah atau memberikan pelukan.
Tetapi tidak boleh berlebihan atau melampaui batas ketika memuji.
“Di sinilah kemudian kalau kita memang memuji
anak-anak sesuai dengan tuntunan syariat. Kemudian tidak berlebihan dan
sebagainya. Maka biiznillah, ini semua akan memberikan kebaikan kepada
anak-anak kita, menjadikan madu bagi anak-anak kita,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, ketika anak-anak melakukan perbuatan
yang tidak sesuai dengan syariat, maka pujian bukanlah sesuatu yang baik.
“Sehingga di sinilah kemudian, na'uzu billahi min zaalik, akhirnya memuji anak itu bisa menjadi racun bagi kita, maupun madu bagi anak-anak. Kita jadikan pijakan kita syariat Islam sehingga kita memuji dengan memuji yang memang dibenarkan Allah dan memang itu dipuji oleh Rasulullah,” simpulnya.[] Syamsiyah Jamil