Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Argumentasi Mazhab Syafi'i bahwa Salat Jumat Tidak Gugur karena Bersamaan dengan Hari Raya

Minggu, 01 Juni 2025 | 06:53 WIB Last Updated 2025-06-02T05:35:12Z

Tintasiyasi.ID -- Ajengan Yuana Ryan Tresna, M.Ag., M.E., Direktur Pusat Pendidikan Hadis Ma'had Khadimus Sunnah Bandung, menerangkan di kanal Telegram-nya Yuana Ryan Tresna Official terkait salat Jumat tidak menjadi gugur karena bersamaan dengan pelaksanaan hari raya menurut pandangan mazhab Syafi’i.

 

“Begini argumentasi mazhab Syafi'i bahwa salat Jumat tidak gugur karena bersamaan dengan hari raya,” tuturnya mulai memerinci.

 

Ajengan menyatakan jika perbedaan pendapat antara imam-imam mazhab dalam masalah ini terletak pada aspek penggalian masing-masing pada hadis Nabi berikut:

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: قَدِ اجْتَمَعَ فِى يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ. رواه أبو داود

 

وَفِيْ رِوَايَةٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَم قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ. رواه الخمسة إلا الترمذي

 

“Maksud kedua hadis tersebut adalah: karena pada hari itu terjadi dua hari raya (Yaumul Jum’at dan Yaumul ‘Ied), maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mempersilahkan bagi orang-orang yang telah menunaikan salat Id, jika ia menghendaki (مَنْ شَاءَ) untuk tidak mengikuti salat Jumat,” ujarnya.

 

Ia pun melanjutkan penjelasan, “Pertanyaannya sekarang, siapa yang dimaksud dengan kata مَنْ شَاءَ dalam hadis tersebut? Apakah ditujukan kepada semua hadirin yang melaksanakan salat Id atau ditujukan kepada sebagian hadirin?”

 

Dikatakannya, mengenai hal itu, Imam Syafi’i menerangkan dalam kitab Al-'Umm, dan Imam Al-Baihaqi meriwayatkan di dalam Ma’rifat al-Sunani wa al-Atsar bahwa Umar bin ‘Abdul ‘Aziz ia berkata:

 

أَخْبَرَنَا إبْرَاهِيمُ بن مُحَمَّدٍ قال أخبرنا إبْرَاهِيمُ بن عُقْبَةَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ: اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: من أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ مِنْ أَهْلِ الْعَالِيَةِ فَلْيَجْلِسْ في غَيْرِ حَرَجٍ.

 

“Artinya, telah berhimpun dua hari atas pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang suka untuk duduk (tidak salat Jumat) bagi ahlul ‘aliyah (penduduk desa/pedalaman), maka tetaplah duduk tanpa menanggung dosa.’,” tuturnya.

 

أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِيْ عُبَيْدٍ مَوْلىَ ابْنِ أَزْهَرَ قَالَ: شَهِدْتُ الْعِيدَ مع عُثْمَانَ بن عَفَّانَ فَجَاءَ فَصَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ فَخَطَبَ فقال إنَّهُ قد اجْتَمَعَ لَكُمْ في يَوْمِكُمْ هذا عِيدَانِ فَمَنْ أَحَبَّ من أَهْلِ الْعَالِيَةِ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ فَلْيَنْتَظِرْهَا وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَلْيَرْجِعْ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ.

 

Ajengan menerangkan hadis tersebut, artinya: Dari Abu Ubaid, ia berkata, "Aku menyaksikan salat Id bersama Sayidina Utsman bin Affan, beliau datang kemudian salat, lalu ia pindah dan berkhutbah, ia berkata: “Sesungguhnya telah berkumpul bagi kalian pada hari ini yaitu dua hari raya, maka barang siapa dari ahlul ‘aliyah (penduduk desa/pedalaman) yang suka untuk menunggu salat Jumat maka menunggulah, dan barang siapa yang ingin kembali (ke desanya), maka kembalilah, sungguh aku mengizinkannya.”

 

“Pada kedua riwayat tersebut bisa dipahami bahwa pemberian rukhsah/dispensasi untuk tidak melaksanakan salat itu tidak ditujukan kepada semua orang yang hadir, akan tetapi hanya ditujukan kepada ahlul aliyah (penduduk kampung yang jauh dari tempat salat Id).

 

Kemudian di dalam kitab Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar disebutkan juga bahwa Imam Syafi’i berkata di dalam satu riwayat Abu Sa’id:

 

“Tidak boleh ini diterapkan pada seorang penduduk kota, dan hadis harus dibawa atas pengertian bagi orang yang hadir salat Id dari selain penduduk kota, mereka boleh kembali/pulang ke desa mereka jika mereka mau dan tidak kembali (ke kota/masjid) untuk salat Jumat, dan sebuah pilihan bagi mereka untuk tetap bertahan hingga salat Jumat jika mereka mampu”.

 

Lebih jelas lagi, Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muhadzdzab menerangkan:

 

وَإِنِ اتَفَقَ يَوْمُ عِيْدٍ وَيَوْمُ جُمْعَةٍ فَحَضَرَ أَهْلُ السَّوَادِ فَصَلَّوْا الْعِيْدَ جَازَ أَنْ يَنْصَرِفُوْا وَيَتْرُكُوْا الْجُمْعَةَ لِمَا رُوِيَ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ فِيْ خُطْبَتِهَ: "أَيُّهَا النَّاسُ قَدِ اجْتَمَعَ عِيْدَانِ فِيْ يَوْمِكُمْ هَذَا فَمَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ الْعَالِيَةِ أَنْ يُصَلِّيَ مَعَنَا الْجُمْعَةَ فَلْيُصَلِّ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَرِفَ فَلْيَنْصَرِفْ" وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ (قَوْلُهُ السَّوَاد) هُمْ أَهْلُ الْقُرَى وَالْمَزَارِعِ حَوْلَ الْمَدِيْنَةِ الْكَبِيْرَةِ (قَوْلُهُ أَهْلِ الْعَالِيَةِ) قَالَ الْجَوْهَرِيْ: الْعَالِيَةُ مَا فَوْقَ نَجْدٍ إِلَى أَرْضِ تِهَامَةَ وَإِلَى وَرَاءِ مَكَّةَ وَهُوَ الْحِجَازُ وَمَا وَالاَهَا. (قَالَ الشَّافِعِيُّ) وَلاَ يَجُوْزُ هَذَا لأَحَدٍ مَنْ أَهْلِ الْمِصْرِ أَنْ يَدَعُوْا أَنْ يَجْتَمِعُوْا إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ يَجُوْزُ لَهُمْ بِهِ تَرْكُ الْجُمْعَةِ وَإِنْ كَانَ يَوْمَ عِيْدٍ.

 

Artinya: Apabila hari raya bertepatan dengan hari Jumat, maka penduduk kampung yang jauh dari tempat salat Id yang telah hadir untuk melaksanakan salat Id boleh kembali ke kampungnya, tidak perlu mengikuti salat Jumat. Diriwayatkan dari sayidina Utsman radhiyallahu 'anhu beliau bekata dalam khutbahnya: "Wahai manusia, pada hari ini terjadi dua hari raya, maka barang siapa di antara penduduk kampung yang jauh dari tempat salat Id ini menghendaki ikut salat Jumat, silahkan dan barang siapa yang pulang ke kampungnya silahkan ia pulang." Terhadap kata-kata sayidina Utsman ini tidak seorang pun sahabat yang mengingkarinya. Kata “al-sawad” artinya: penduduk perkampungan dan persawahan di sekitar kota besar (“al-aliyah”). Imam Jauhari mengatakan yaitu kawasan pegunungan di atas kota Najd sampai daratan Tihamah sampai belakang Makkah, Hijaz, dan sekitarnya. Imam Syafi’i bekata: "Tidak boleh meninggalkan salat Jumat bagi salah seorang penduduk kota kecuali karena adanya uzur yang memperbolehkan tidak salat Jumat, walaupun bertepatan dengan hari raya."

 

Imam Nawawi di dalam kitab Raudhah al-Thalibin juga mengatakan:

 

“Ketika hari raya bersamaan dengan hari Jumat; penduduk sebuah desa (أهل القرى) yaitu mereka yang mendengar seruan salat Id dan mereka tahu bahwa jika mereka membubarkan diri (pulang ke rumah setelah salat Id) pasti mereka akan terlambat salat Jumat, maka bagi mereka diperkenankan membubarkan diri (meninggalkan masjid dan kembali ke rumah) serta meninggalkan salat Jumat pada hari tersebut, berdasarkan pendapat yang shahih yang termaktub secara nash dalam qaul qadim dan jadid. Adapun pendapat yang menyimpang (syadz) menyatakan tetap wajib bertahan di masjid”.

 

”Ringkasnya, pendapat yang mu'tamad dalam mazhab Syafi'i adalah: salat Jumat tidak gugur bagi penduduk suatu wilayah (أَهْل الْبَلَدِ), sedangkan bagi penduduk yang dari desa lain (أَهْل الْقُرَى) ada rukhsah. Artinya, wajib menghadiri salat Jumat, namun boleh tidak menghadiri salat Jumat bagi penduduk desa atau penduduk kampung yang menghadiri salat Id dan keluar dari desanya sebelum waktu zawal (sebelum tergelincirnya matahari menjelang waktu Zuhur),” papar Ajengan.

 

“Adapun pendapat mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki, juga mewajibkan menghadiri salat Jumat bagi orang yang menyaksikan Id (baik penduduk kota ataupun orang desa).  Sedangkan pendapat mazhab Hanbali, kewajiban menghadiri salat Jumat adalah gugur bagi orang yang menghadiri salat Id, dan dia wajib melaksanakan salat Zuhur, namun yang lebih utama adalah menghadiri salat Jumat demi keluar dari khilaf (perbedaan pendapat ulama),” ujarnya menyimpulkan.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update