TintaSiyasi.id -- Satu per satu kasus kekerasan terhadap anak diungkap ke publik. Tanggal 14 Juni 2025, seorang ayah terekam menyiksa bayinya hingga tewas, disaksikan—dan direkam—oleh istrinya sendiri sambil tertawa. Di Riau, pasutri menyiksa anak teman mereka yang masih balita hingga kehilangan nyawa, hanya karena si anak dianggap sebagai “alat pancing hamil.” Di Kebayoran Lama, seorang anak ditemukan ditelantarkan oleh orang tuanya di pasar.
Ini bukan sekadar deretan kasus kekerasan keluarga. Ini adalah cermin retaknya bangunan sosial kita. Rumah—yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak—telah berubah menjadi lokasi eksekusi, dan orang tua menjadi algojo. Siapa yang harus bertanggung jawab?
Sistem Sekuler: Pabrik Manusia Rusak
Mari bicara jujur. Kasus kekerasan anak bukan hanya tentang kurangnya edukasi parenting atau ketidakmampuan ekonomi. Ini tentang sistem yang rusak sejak akarnya. Sistem sekuler kapitalis telah mencabut orientasi hidup manusia dari akar spiritual dan akhlak. Orang tua dibentuk oleh sistem ini bukan sebagai pendidik dan pelindung, tapi sebagai manusia yang terjebak dalam tekanan ekonomi, konten amoral, dan relasi sosial yang individualistik.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat lebih dari 14.000 kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2023, dan angka ini terus meningkat. Angka ini hanyalah puncak dari gunung es. Banyak kekerasan tak tercatat, tak dilaporkan, atau dibungkam di balik tembok rumah.
UU Perlindungan Anak, UU Kekerasan Seksual, UU Pembangunan Keluarga—semuanya telah dibuat. Tapi apa hasilnya? Realitasnya, kekerasan makin brutal, makin mengerikan. Kenapa? Karena undang-undang itu lahir dari sistem yang sama yang justru melahirkan penyakit sosial ini: sekularisme.
Islam Menjawab dari Akarnya
Islam tidak menambal luka dengan plester hukum. Islam mencegah luka itu muncul sejak awal. Dalam Islam, keluarga bukan cuma institusi sosial, tetapi unit pembentuk peradaban. Fungsi utama keluarga adalah melindungi, mendidik, dan membentuk kepribadian Islam bagi seluruh anggotanya. Sejak kecil, anak dididik untuk mengenal Rabb-nya, memahami hak dan kewajibannya, dan hidup dalam atmosfer kasih sayang yang disyariatkan.
Negara dalam sistem Islam, yakni khilafah, akan:
Pertama. Menyediakan pendidikan Islam sejak dini yang membentuk akhlak dan kepribadian islami, bukan sekadar kemampuan akademis.
Kedua. Mengatur media informasi agar tidak menjadi racun moral, tapi sarana mendidik masyarakat tentang peran ayah, ibu, dan anak.
Ketiga. Memberikan edukasi intensif soal pernikahan, pengasuhan, dan tanggung jawab keluarga, sejak pranikah hingga menjadi orang tua.
Keempat. Menjamin kesejahteraan ekonomi yang adil dan merata, bukan membuat orang tua bekerja sampai kehilangan akal sehat atau menjual anak untuk bertahan hidup.
Lebih dari itu, Islam mengatur sanksi hukum secara tegas bagi pelaku kekerasan terhadap anak—baik fisik, psikis, maupun seksual. Hukum hudud, takzir, dan jinayat diterapkan dengan standar keadilan syar'i yang melindungi hak setiap individu, termasuk anak-anak.
Rumah Tak Akan Aman Tanpa Syariat
Selama sistem sekuler kapitalis masih menguasai kehidupan kita, jangan bermimpi rumah akan kembali menjadi tempat aman. Jangan heran jika anak-anak terus menjadi korban, orang tua kehilangan arah, dan masyarakat hanya mampu menonton dengan dingin.
Kekerasan terhadap anak tidak akan berhenti dengan kampanye "Stop Child Abuse" atau hashtag "Save Our Children". Ia hanya akan benar-benar berhenti ketika sistem hidup yang kita anut berubah secara total. Ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan—mulai dari individu, keluarga, masyarakat, hingga negara.
Penutup
Cukup! Anak butuh islam, bukan simpati kosong. Jika hari ini kita masih ragu bahwa sistem Islam adalah satu-satunya solusi, maka bersiaplah menyaksikan anak-anak berikutnya dipukuli, disiksa, dibunuh—di tangan orang tuanya sendiri. Bersiaplah menyaksikan rumah-rumah menjadi penjara penuh teriakan, dan negara hanya hadir sebagai komentator.
Anak-anak tidak butuh undang-undang sekuler. Mereka butuh sistem yang lahir dari fitrah. Dan itu hanya ada dalam Islam. Saatnya umat kembali serius memperjuangkan tegaknya sistem Islam kaffah yang akan menyelamatkan keluarga, generasi, dan masa depan umat. []
Apreal Rhamadhany, S.Pd.
Pemerhati Generasi dan Perempuan, Founder Islamic Motherhood Community Jember