“Jadi jelas China punya potensi. Pada posisi ekonomi
yang mampu untuk bangkit, dan membangun teknologi militernya. Tetapi di sisi
lain, secara poliltik tidak kuat,” ujarnya dalam akun YouTube miliknya
dengan judul The Geopolity, Can China Replace the US?, Rabu (25/04/2025)
Andai China ingin kuat di sisi politik lanjutnya, lanjutnya,
maka seharusnya mereka juga berubah
secara totalitas.
“Ketika dulu China menjadi sebuah negara yang identik
dengan satu ideologi yaitu komunisme, justru mengidap penyakit dan terbelakang
secara massif (sistememis). Kini China telah berupaya terus memperbaiki
negaranya dari sisi ekonomi,” bebernya.
Ia menyebutkan bahwa pada tahun 1979, China memiliki
neraca ekonomi yang lebih kecil dibandingkan Finlandia. “Padahal Finlandia
adalah negara yang hanya seukuran kecil
dibandingkan kota-kota di China,” ujarnya.
“Hari ini China berada di posisi kedua dengan neraca
ekonomi terbesar di dunia. Bahkan tengah menuju
nomor satu terkuat secara ekonomi,” sambungya lagi.
Jika dilihat
dari sisi militer, lanjutnya, walaupun belum diakui secara global menjadi
bagian militer dunia, China sedang berupaya mengarahkannya dengan benar. “Karena
potensi pengembangan (inovasi) teknologi masa depannya melampui Barat.
Benar-benar lebih maju dari teknonolgi di Barat,” ungkapnya.
“Akibat lemahnya China di sisi politik (ideologi) saat
ini, ketika China akan melakukan penelitian dan pengembangan, harus berhadapan
dengan tantangan politik Barat,” ujarnya menganalisis.
“China tidak punya misi untuk mengendalikan dunia
berdasarkan pandangan hidup maupun nilai-nilainya agar setiap orang
mengikutinya, termasuk tidak menyerukan demokrasi atau perbaikannya,” ucapnya.
Adnan mengatakan, China hanya ingin menunjukkan bukti
kepada dunia, bahwa Amerika dan Barat telah melakukan kesalahan karena
melakukan hegemoni dan mengontrol dunia.
“Jadi apa yang menjadi alternatif menurut China? Ada
alternatif dan tidak harus menjadi satu hegemoni. Barat menurut China, tidak
seharusnya berharap pada dunia untuk hidup dengan mengadopsi ideologi mereka,”
jelas Adnan menambahkan.
Lanjut dijelaskan, China juga ingin mengatakan bahwa
dunia didominasi oleh satu atau dua kekuatan yang buruk, hingga sangat perlu
untuk ditata ulang.
“Saya pikir inilah masalah yang fundamental. Tujuan
China bukanlah untuk mengambil alih dunia. Itulah mengapa China berdagang dan
mengekespor ke berbagia penjuru dunia. Juga mengimpor banyak barang dari luar
negerinya,” bebernya lagi.
“Barat mengklaim telah terjadi pertarungan antara
mereka dengan China, yaitu antara demokrasi dan otoritarianisme. Karena Trump dinilai otoriter, lalu China adalah negara yang menjalankan pasar
bebas,” jelasnya.
Adnan terus menyampaikan berulang-ulang bahwa China
bukan negara ideologis. “Tetapi Amerika
kini sedang melakukan bunuh diri dan bisa saja berpindah ke China. Tarif dagang
yang ditetapkan oleh Amerika sebenarnya telah menginjak-injak nilai-nilai Barat
(Amerika),” katanya.
“Walaupun China tidak ideologis,
Amerika sedang melakukan bunuh diri dan bisa saja jadi jalan berpindah ke
China. Makanya, tarif Amerika hakikatnya sedang menginjak-injak nilai-nilai
mereka (Amerika). Jadi mungkin saja kekuatan akan beralih ke China walaupun
bukan secara ideologi,” pungkasnya.[] M. Siregar