Mukadimah
TintaSiyasi.id -- Ilmu adalah cahaya. Tapi cahaya itu tidak akan menetap di hati yang sombong, tergesa-gesa, atau tak beradab. Ilmu bukan sekadar tumpukan informasi, melainkan nur yang diturunkan Allah ke dalam hati-hati yang jernih dan penuh takzim kepada para pewaris Nabi: para guru, ulama, dan mursyid.
Di zaman ini, kita sering menyaksikan orang pandai bicara, cepat menyela, dan banyak bertanya tapi kurang mendengarkan. Mereka mengejar ilmu, namun kehilangan barakah ilmu, sebab adab mendahului ilmu.
1. Mengapa Adab Itu Lebih Tinggi dari Ilmu?
Ibnu Mubarak berkata:
“Aku belajar adab selama 30 tahun dan baru kemudian aku belajar ilmu selama 20 tahun.”
Mengapa adab begitu penting? Sebab adab adalah wadah bagi ilmu. Tanpa adab, ilmu akan tumpah. Tanpa adab, ilmu hanya menjadi beban bagi pemiliknya.
Ketika seseorang belajar dalam keadaan penuh hormat, tunduk, diam, dan rendah hati, maka Allah bukakan pintu-pintu ilmu dan pemahaman. Adab adalah kunci.
2. Diam: Bahasa Cinta dan Tanda Rendah Hati
“Hendaklah diammu lebih banyak daripada bicaramu.”
— Nasehat para salaf
Diam bukan berarti pasif. Diam adalah tanda kesiapan menerima, isyarat khusyuk, dan jalan menundukkan ego. Saat murid diam dan menyimak dalam-dalam, ia sedang membuka jendela-jendela hatinya terhadap cahaya ilmu yang sedang turun.
Sebaliknya, murid yang banyak bicara, banyak menyela, dan ingin segera mengomentari sebelum mendalami, maka hatinya sering tertutup oleh suara dirinya sendiri. Padahal ilmu hanya bisa masuk ke hati yang lapang dan hening.
3. Guru: Jalan Menuju Allah yang Wajib Dimuliakan
Siapa yang memuliakan guru, berarti sedang memuliakan ilmu. Dan siapa memuliakan ilmu, berarti sedang mendekat kepada Allah.
“Barang siapa yang belum memuliakan gurunya, maka ia tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu yang dia pelajari.”
— Imam Malik
Adab kepada guru meliputi:
• Tidak menyela ucapan gurunya.
• Tidak duduk lebih tinggi dari gurunya.
• Tidak memanggil guru dengan sembarangan.
• Tidak memperlihatkan rasa lebih tahu.
• Tidak membuka aib atau kesalahan guru, bahkan dalam hal yang tak kita mengerti.
Adab seperti inilah yang menjadikan ilmu bukan hanya ilmu di kepala, tapi juga nur di dada.
4. Mendekatkan Diri ke Hati Sang Guru
Tak semua ilmu ditransfer lewat kata-kata. Ada ilmu rasa, ilmu cahaya, dan ilmu warisan ruhani, yang hanya diberikan kepada murid yang disayangi guru karena akhlaknya.
Imam Syafi’i berkata tentang gurunya, Imam Malik:
“Aku membuka kitab di hadapannya dengan pelan karena segan padanya. Aku tidak berani membalik lembaran dengan cepat karena aku menghormatinya.”
Murid yang menjaga adab akan didoakan gurunya, bahkan tanpa ia minta. Dan doa guru, ibarat kunci emas yang membuka ribuan pintu kebaikan hidup.
5. Adab Membuka Pintu Keberkahan Dunia dan Akhirat
Adab kepada guru tidak hanya menjadikanmu lebih pandai, tapi juga menjadikanmu lebih berkah hidupnya.
Ilmu yang diperoleh dengan adab akan:
• Mudah dipahami.
• Menancap dalam jiwa.
• Diberkahi dalam penerapan.
• Melahirkan akhlak yang indah.
Sedangkan ilmu yang diraih dengan cara tergesa-gesa, tanpa adab, akan mudah hilang dan tak memberi manfaat.
Penutup: Jalan Para Salaf adalah Jalan Adab
Wahai penuntut ilmu, ingatlah: Allah akan meninggikan derajatmu bukan hanya karena ilmu, tapi karena adabmu dalam menuntut ilmu. Jadikan diam sebagai wujud kesungguhan. Jadikan hormat sebagai bahasa ruhani. Dan jadikan gurumu sebagai perantara untuk dekat kepada Allah, bukan sebagai objek yang engkau kritik.
“Barang siapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah setan.”
— Imam Sufyan Ats-Tsauri
Jangan sombong dengan ilmu yang baru secuil. Jangan merasa cukup dengan sedikit penguasaan dalil. Hormati mereka yang mengajarkanmu satu huruf, karena satu huruf bisa menyelamatkanmu dari kebodohan yang panjang.
Doa dan Harapan
Ya Allah. Tanamkan adab di hati kami sebelum Engkau tanamkan ilmu di pikiran kami. Lembutkan lisan kami di hadapan guru-guru kami. Jadikan kami murid yang hormat, diam karena dalam, dan tekun karena cinta. Berikan keberkahan kepada para guru kami yang telah menyalakan cahaya dalam kegelapan hidup kami.
Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)